Jumat, Mei 01, 2009

Demokrat Paham Siapa PKS



INILAH.COM, Jakarta - Isu wahabi menyeruak di PKS saat partai politik intensif menggalang koalisi. Sebagaimana diketahui, PKS akan berkoalisi dengan Partai Demokrat dan menyodorkan kadernya sebagai cawapres SBY. Apakah isu ini mengganggu?


Anggota Majelis Syura DPP PKS Hidayat Nur Wahid mengakui pihak Partai Demokrat meminta klarifikasi perihal isu wahabi serta anti-NKRI di tubuh PKS. Isu ini jelas membuat gusar petinggi PKS.


Namun, menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Ahmad Mubarok, isu wahabi sama sekali tak merusak komunikasi politik yang kini tengah dibangun antara partainya dengan PKS.

“Kami paham siapa PKS dan Hidayat Nur Wahid. Saya tahu betul apa ideologi PKS dan apa wilayahnya,” tandasnya kepada INILAH.COM, Kamis (30/4) di Jakarta.


Berikut wawancara lengkapnya:


Anggota Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid mengkhawatirkan isu soal wahabi bisa menganggu komunikasi politik yang sedang dibangun dengan Partai Demokrat. Apakah betul pihak Partai Demokrat mengklarifikasi perihal rumor wahabi di PKS?


Itu mungkin ada personal Partai Demokrat yang belum paham. Mungkin saja, yang belum faham saja. Kalau saya faham betul bahwa Hidayat Nur Wahid bukan wahabi.

Perihal SMS dan aspirasi yang masuk ke Anda terkait dengan resistensi publik, jika Hidayat Nur Wahid menjadi cawapres SBY?


Itu wajar saja. Sosok partai militan selalu punya lawan dan kawan. Ini tidak aneh, sepanjang masa. Semua gerakan reformis selalu punya resistensi.


Jadi sama sekali isu wahabi ini tidak mempengaruhi komunikasi politik PKS-Partai Demokrat?

Tidak.


Bagaimana dengan kekhawatiran PKS jika keputusan SBY dan Partai Demokrat dalam memilih cawapres kelak berpijak pada fitnah yang beredar seperti saat ini seperti tentang wahabi?


Insya Allah tidak. Keberatan wajar saja. Bukan hanya soal Hidayat Nur Wahid. Misalnya, SMS yang mohon juru bicara Tim Sembilan jangan Hayono Isman, jangan Ruhut Sitompul, itu juga masuk. Jadi SMS seperti itu biasa saja.


Dengan isu wahabi yang menerpa PKS, apakah secara institusional partai cukup faham?


Secara institusional Partai Demokrat faham, saya jaminannya. Saya kenal betul ideologi PKS, wilayahnya apa, sama sekali tidak merasa terancam. Tetapi saya juga paham jika ada orang takut, karena orang tersebut belum paham. [E1]
Read more »

Mengapa Takut pada PKS?

Sapto Waluyo (Direktur Eksekutif Center for Indonesian Reform)

Jika ada kelompok yang takut atau memusuhi Partai Islam, maka perlu diselidiki apakah mereka memiliki komitmen yang sama untuk membasmi korupsi, kemiskinan dan pengangguran? Membatasi, apalagi mengisolasi Partai Islam, hanya akan menambah panjang persoalan yang berkecamuk di negeri mayoritas Muslim seperti Indonesia.

Sebuah acara talk show di stasiun televisi berlangsung seru pasca Pemilu yang baru berlalu di Indonesia. Para pembicara berasal dari partai-partai besar peraih suara terbanyak: Anas Urbaningrum dari Partai Demokrat yang tampil sebagai pemenang pemilu, Sumarsono (Sekretaris Jenderal Partai Golongan Karya yang sempat shock karena tergeser ke ranking kedua), dan Tjahjo Kumolo (Ketua Fraksi PDI Perjuangan yang menempuh jalan oposisi). Narasumber keempat adalah seorang anak muda, doktor bidang teknik industry lulusan Graduate School of Knowledge Science, Japan Advanced Institute of Science and Technology (JAIST), Mohammad Sohibul Iman, dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Usai debat panas, Kumolo mendekati Iman dan berbisik: “Mas, bagaimana sikap teman-teman PKS terhadap PDIP? Posisi Hidayat Nur Wahid cukup berpengaruh di kalangan PDIP, dia menempati ranking kedua untuk mendampingi Ibu Mega.” Perbincangan intim itu tak pernah dilansir media manapun, meski publik mencatat Hidayat pernah diundang khusus dalam acara rapat kerja yang dihadiri pengurus dan kader PDIP se-Indonesia. Dua pekan setelah Pemilu, DPD PDIP Sulawesi Utara, yang berpenduduk mayoritas non-Muslim masih mengusulkan lima calon wakil presiden yang layak mendampingi Mega, yakni Sri Sultan Hamengkubuwono, Prabowo Subianto, Akbar Tanjung, Hidayat Nur Wahid dan Surya Paloh (Republika, 21/4). Itu bukti kedekatan partai nasionalis sekuler dengan Islam, lalu mengapa selepas pemilu yang aman dan lancar, tersebar rumor sistematik bahwa partai Islam radikal (PKS) menjadi ancaman keutuhan nasional Indonesia?

Partai Demokrat dan PKS sekali lagi membuat kejutan. Dalam Pemilu 2004, partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Dewan Pembina itu, hanya menempati urutan kelima dengan perolehan suara 7,5%. Sekarang mereka menempati tempat teratas dengan raihan suara lebih dari 20,6% menurut perhitungan suara sementara. Sementara PKS yang menempati ranking keenam pada Pemilu 2004 dengan suara 7,3% memang tak bertambah secara drastis, diperkirakan hanya meraih 8,2% suara, menurut tabulasi sementara Komisi Pemilihan Umum. Tapi, PKS dengan posisi keempat dalam pentas nasional menjadi Partai Islam terbesar di Indonesia. Inilah yang menjadi sumber kontroversi bagi sebagian pengamat Barat.

Bila kemenangan Partai Demokrat disambut meriah oleh media Barat, sehingga majalah Time berencana untuk memasukkan sosok SBY sebagai satu di antara 100 tokoh berpengaruh di dunia, maka kemunculan PKS dinilai negatif oleh penulis semisal Sadanand Dhume. Dalam Wall Street Journal Asia (15/4), Dhume menyatakan: “The most dramatic example of political Islam’s diminished appeal is the tepid performance of the Prosperous Justice Party (PKS), Indonesia’s version of the Muslim Brotherhood. PKS seeks to order society and the state according to the medieval precepts enshrined in shariah law.” Pandangan serupa diungkapkan Sara Webb dan Sunanda Creagh yang mengutip kekhawatiran pengusaha keturunan Cina, Sofjan Wanandi dan pengamat beraliran Muslim liberal, Muhammad Guntur Romli (Reuters, 26/4).

Wanandi, pengusaha sekaligus pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS), berkata terus terang: “The possibility that SBY will join with PKS makes us nervous. There is a lot of uncertainity around this. We don’t know if we can believe them.” Sedangkan, Romli menegaskan: “PKS have a conservative ideology but are portraying themselves as open and moderate because they are also pragmatic.” Kesangsian Wanandi dan Romli justru menimbulkan pertanyaan, karena mereka mungkin sudah membaca Falsafah Dasar Perjuangan dan Platform Kebijakan Pembangunan yang dikeluarkan PKS setahun sebelum penyelenggaraan pemilu. Buku setebal 650 halaman itu menjelaskan segala langkah yang sudah, sedang dan akan dilakukan PKS untuk mewujudkan masyarakat madani yang maju dan sejahtera di Indonesia. Tak ada sedikitpun disebut ide Negara teokratis atau diskriminasi terhadap kaum minoritas.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyediakan waktu khusus untuk menyimak platform PKS setebal 4,5 centimeter itu dan berkomentar, “Isinya cukup komprehensif seperti Garis-garis Besar Haluan Negara atau Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang disusun pemerintah meliputi seluruh aspek kehidupan Negara modern.” Prof. Jimly Ashiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, menilai inisiatif PKS merupakan tradisi baru dalam dunia politik agar setiap partai menjelaskan agendanya ke hadapan publik secara transparan dan bertanggung-jawab. Sementara Prof. Azyumardi Azra, mantan Rektor Universitas Islam Negeri, memberikan apresiasi khusus karena PKS berani melakukan obyektivikasi terhadap nilai-nilai Islam dalam konteks masyarakat Indonesia kontemporer. Siapa yang harus kita percaya saat ini, pengusaha dan pengamat yang gelisah karena kepentingan pribadinya mungkin terhambat atau menteri dan pakar yang menginginkan perbaikan dalam kualitas pemerintahan di masa datang?

Kehadiran partai Islam memang kerap memancing perhatian, tak hanya di Indonesia. Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) di Turki yang secara harfiyah menyebut diri berideologi sekuler ternyata masih dicap sebagai kelanjutan dari partai fundamentalis Islam. Gerakan Hamas yang secara patriotik membuktikan diri berjuang sepenuhnya untuk kemerdekaaan nasional Palestina disalahpersepsikan sebagai ancaman perdamaian dunia. Perhatian publik semakin kritis setelah partai Islam berhasil memenangkan pemilu yang demokratis, dan berpeluang menjalankan pemerintahan. Stereotipe buruk kemudian disebarkan untuk menggambarkan partai Islam seperti virus flu yang berbahaya, dengan merujuk pengalaman di Aljazair, Sudan atau Pakistan.

Tapi, semua insinuasi itu tak berlaku di Indonesia karena partai Islam dan organisasi sosial-politik Islam yang lebih luas telah berurat-akar dalam sejarah dan memberi kontribusi kongkrit dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hanya orang bodoh yang tak tahu bahwa: organisasi modern yang pertama lahir di Indonesia adalah Serikat Dagang Islam (1905), partai politik yang pertama berdiri dan bersikap nonkooperasi terhadap penjajah Belanda adalah Syarikat Islam (1911), organisasi pemuda yang mendorong pertemuan lintas etnik dan daerah ialah Jong Islamienten Bond hingga terselenggaranya Sumpah Pemuda (1928), mayoritas perumus konstitusi dan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia (1945) adalah tokoh Islam, dan penyelamat Negara kesatuan Indonesia dari ancaman komunisme (1966) adalah organisasi pemuda dan mahasiswa Muslim nasionalis. Kekuatan Islam juga sangat berperan dalam mengusung gerakan reformasi di tahun 1998, tanpa meremehkan peran kelompok agama/ideologi lain.

Tak ada yang perlu ditakuti dari kiprah Partai Islam di masa lalu dan masa akan datang, termasuk dalam membentuk pemerintahan baru di Indonesia. Partai Islam memiliki agenda yang jelas untuk memberantas korupsi melalui reformasi birokrasi, meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan menekan angka kemiskinan dan pengangguran, sehingga semangat “jihad” yang sering disalahtafsirkan itu, dalam konteks Indonesia modern bisa bermakna: perang melawan korupsi, kemiskinan dan pengangguran. Jika ada kelompok yang takut atau memusuhi Partai Islam, maka perlu diselidiki apakah mereka memiliki komitmen yang sama untuk membasmi korupsi, kemiskinan dan pengangguran? Membatasi, apalagi mengisolasi Partai Islam, hanya akan menambah panjang persoalan yang berkecamuk di negeri mayoritas Muslim seperti Indonesia.

Partai Islam tak hanya mampu meraih dukungan yang cukup luas dalam pemilu, bahkan tokoh-tokohnya yang berusia relatif muda mulai mendapat kepercayaan pemilih. Exit poll yang digelar Lembaga Pengkajian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pada tanggal 9 April menunjukkan bahwa pasangan Yudhoyono-Hidayat meraih suara 20,8 persen, mengungguli Yudhoyono-Jusuf Kalla yang meraih 16,3 persen, dan Yudhoyono-Akbar Tandjung yang hanya memperoleh 5,4 persen dukungan responden. Jika fakta elektabilitas yang tinggi ini masih diingkari, maka kecurigaan terhadap Partai Islam sungguh tak berdasar dan melawan kehendak rakyat yang menjadi inti demokrasi.

*) Center for Indonesian Reform (CIR), Gedung PP Plaza Lantai 3, Jalan TB Simatupang No. 57, Jakarta Timur Email: sapto.waluyo@gmail.com
Read more »

50 Fakta Tentang Pemilu 2009

1. Pemilu 2009 adalah pemilu yang kesepuluh kalinya dengan urutan tahun :

  • 1955,
  • 1971,
  • 1977,
  • 1982,
  • 1987,
  • 1992,
  • 1997,
  • 1999,
  • 2004.
  • 2009

2. Pemilu 2009 adalah pemilu dengan jumlah peserta terbanyak yakni 44 partai.

3. Pemilu 2009 adalah pemilu pertama yang menyertakan enam partai lokal Aceh. Kecuali di Nanggroe Aceh Darusalam, nomor urut partai peserta pemilu 2009 yang tertera di kertas suara akan ‘lompat’ dari partai bernomor 34 ke partai bernomor 41 di seluruh daerah pemilihan. Karena partai nomor urut 35 sampai 40 adalah partai lokal Aceh.

4. Pemilu 2009 menjadi pemilu pertama yang menggunakan metode centang/contreng bukan mencoblos saat memberikan suara di kertas suara.

5. Pemilu presiden berlangsung dua kali putaran setelah pemilu legislatif.

6. Pemilih luar negeri hanya akan memilih calon anggota DPR dan presiden/wapres.

7. Syarat pencalonan presiden dan wakil presiden pada pemilu 2009 adalah dicalonkan oleh partai politik yang memperoleh 20% kursi di DPR dan mendapat 25% suara sah nasional.

8. Komisi Pemilihan Umum menetapkan jumlah pemilih untuk Pemilu 2009 sebesar 171.068.667 orang. Jumlah itu berasal dari pemilih dalam negeri dari 33 provinsi sebesar 169.558.775 orang dan pemilih luar negeri dari 117 perwakilan Indonesia di luar negeri sebanyak 1.509.892.

9. Pemilih pemula yang jumlahnya mencapai 30-40 persen total jumlah pemilih, terutama kalangan pelajar dan remaja

10. Agenda Pemilu Legislatif :

  • Sosialisasi tahapan dan informasi Pemilu 1-5 April 2009,
  • Operasional PPK,PPS dan PPLN 1 Januari - April 2009,
  • Distribusi perlengkapan Pemilu DPR,DPD, 1 Januari - 20 Nop 2009,
  • Kampanye terbatas 1 Januari - 5 April 2009,
  • Rapat Umum, 17 Maret - 5 April 2009,
  • Pembentukan dan operasional KPPS 9 Maret 2009,
  • Persiapan jelang pemungutan suara 15 Januari-8 April 2009,
  • Pemungutan dan perhitungan suara 9 April 2009,
  • Penetapan hasil Pemilu, PR,DPD,DPRD 19 April-12 Mei 2009,
  • Penetapan anggota DPRD Juli- 1 Oktober 2009.

11. Formulir pemilu terdiri dari 9 model yakni :

  • Formulir Model A: Digunakan untuk data pemilih,
  • Formulir Model A1 : Digunakan Pemilihan Sementara,
  • Formulir Model A1: Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan Awal,
  • Formulir Model A2.2: Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan Akhir,
  • Formulir Model A3: Daftar Pemilih Tetap,
  • Formulir Model A4: Daftar Pemilih Tambahan,
  • Formulir Model A5: Surat Pemberitahuan Daftar Pemilih Tambahan,
  • Formulir Model A6: Rekap DPT Kabupaten/Kota,
  • Formulir Model A7: Rekap Daftar Pemilih Tetap Provinsi.

12. Anggaran pemilu tahun 2009 diajukan sekitar Rp Rp 47,9 triliun. Sementara itu, anggaran untuk 34,96 juta jiwa penduduk miskin (15.42 persen dari total penduduk) anggarannya hanya Rp 5,1 triliun

13. Kertas suara berukuran 84 cm x 54 cm merupakan kertas suara terbesar sepanjang pemilu digelar di Indonesia

14. Jumlah Dapil (Daerah Pemilihan) DPR terbanyak : Jawa Barat dan Jawa Timur dengan jumlah dapil sebanyak 11

15. Jumlah Dapil (Daerah Pemilihan) DPRD Provinsi terbanyak : Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jawa Timur dengan jumlah dapil sebanyak 11

16. Jumlah Dapil (Daerah Pemilihan) DPRD Kota/Kabupaten terbanyak : Provins Jawa Timur dengan jumlah dapil sebanyak 191

17. Jumlah PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) terbanyak : Provinsi Jawa Timur dengan jumlah PPK sebanyak 659

18. Jumlah PPS (Penyelenggara Pemungutan Suara (untuk Kelurahan)) terbanyak : Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah PPS sebanyak 8,574

19. Jumlah TPS (Tempat Pemungutan Suara) terbanyak : Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah TPS sebanyak 88,960

20. Jumlah Peserta Pemilih terbanyak : Provinsi Jawa Timur dengan jumlah pemilih sebanyak 29,514,290

21. Jumlah Caleg DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) terbanyak : Provinsi Jawa Barat dengan jumlah caleg DPR sebanyak 1806

22. Jumlah Caleg DPD (Dewan Perwakilan Daerah) terbanyak : Provinsi Banten dengan jumlah caleg DPD sebanyak 69

23. Jumlah Caleg DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Provinsi terbanyak : Provinsi DKI Jakarta dengan jumlah caleg DPRD sebanyak 2268

24. Lima kertas Surat Suara bergambar palu arit ditemukan di salah satu tempat pemungutan suara di Kendal, Jawa Tengah, Kamis (9/4). Simbol Partai Komunis Indonesia tersebut berada di bagian depan kertas suara. Tak hanya itu, pelaku juga mencantumkan tulisan PKI Jaya dan PKI Yes.

25. Amrozi dan Ali Imran Terpidana Mati Bom Bali yang telah di eksekusi di nusakambangan masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) Lamongan Jatim

26. Pertama kalinya dalam sejarah demokrasi Indonesia, warga Baduy yang bermukim di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, bersedia mengikuti Pemilu 2009

27. Politik uang atau money politics menduduki peringkat pertama kasus pelanggaran pemilu yang dilaporkan Panwaslu kepada aparat kepolisian selaku penyidik dengan 105 kasus. Urutan pelanggaran terbanyak selanjutnya dalam periode yang sama adalah kampanye di tempat pendidikan, ibadah, maupun fasilitas negara 80 kasus perusakan alat kampanye baliho ataupun gambar (77), kampanye di luar jadwal (46), mengaku dirinya sebagai orang lain atau joki (10), memberikan uang pada saat pemungutan suara (2). Menyusul kemudian melakukan pemungutan dua kali empat kasus, menyebabkan orang lain kehilangan haknya satu kasus dan menghalang-halangi orang lain menyampaikan hak lainnya masing-masing satu kasus.

28. Penghitungan Suara Paling Lelet, Hingga hari keenam setelah pemilu legislatif dilaksanakan, KPU baru mampu menyajikan kurang dari 5 persen suara dari jumlah pemilih terdaftar. Jauh lebih lelet dari pemilu sebelumnya. Pada Pemilu 2004 sudah terkumpul 51,72 persen suara. Bahkan Pemilu 1999 yang secara khusus belum menggunakan sistem teknologi informasi sudah mampu mengumpulkan 30,15 persen suara.

29. Persidangan perdata citizen lawsuit yang mendudukkan KPU dan Presiden RI dalam hal ini Menteri Dalam Negeri sebagai tergugat, hanya berlangsung tujuh menit. Mereka yang digugat terkait kekisruhan daftar pemilih tetap (DPT) tidak hadir di persidangan PN Jakarta Pusat, Kamis (16/4).

30. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra merupakan partai terkaya di pemilu 2009 dengan saldo awal kampanye sebanyak Rp15 miliar, Sedangkan PNI Marhaenisme merupakan partai termiskin dengan saldo hanya Rp650 ribu.

31. Kepala Daerah yang Ajukan Cuti Kampanye Pemilu 2009 yakni Gubernur Sumatera Selatan, Gubernur Kalimantan Tengah, Gubernur Kalimantan Barat, Gubernur Nangroe Aceh Darussalam, Wakil Gubernur Nangroe Aceh Darusalam, Wakil Gubernur Kalimantan Tengah, Wakil Gubernur Sulawesi Utara, Wakil Gubernur Sulawesi Tengah. Bupati Subang, Bupati Poso, Bupati Tolitoli, Bupati Bualemo, Bupati Bonebolemo, Bupati Gorontalo, Wakil Bupati Bonebolamo, Wakil Bupati Bualemo, Wakil Bupati Gorontalo, Wali Kota Banjarmasin, Wali Kota Gorontalo, Wakil Wali Kota Banjarmasin, Wakil Walikota Gorontalo.

32. Kejaksaan Agung mengeluarkan surat larangan agar kejaksaan negeri dan kejaksaan tinggi di Indonesia dilarang menindaklanjuti laporan tentang calon legislator bermasalah selama masa pemilihan legislatif dan pemilihan presiden selesai.

33. Kepolisian Daerah Jawa Barat melarang semua kegiatan yang melibatkan masa banyak selama kegiatan kampanye pemilu. kegiatan tersebut diantaranya pertandingan sepak bola dan pertunjukan seni musik.

34. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Pusat Pemilu Akses Penyandang Cacat akan menyediakan alat bantu kepada pemilih tuna netra berupa template braille. Alat bantu ini akan disediakan di seluruh TPS yang ada di Indonesia (519.920 TPS).

35. Para pimpinan partai politik, dipimpin oleh Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary, mengucapkan ikrar kampanye damai di Hall D PRJ Kemayoran, Jakarta Pusat. “Kami seluruh pimpinan partai politik peserta Pemilu 2009, dengan ini menyatakan kebulatan tekad untuk mewujudkan kampanye rapat umum yang tertib, damai, cerdas, dan berkualitas, demi suksesnya pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan“.

36. Sebanyak 26 Organisasi Masyarakat Sipil/Civil Society Organizations (CSO’s) akan menjadi agen sosialisasi KPU dalam mensosialisasikan Pemilu kepada masyarakat di seluruh Indonesia.

37. Komisi Pemilihan Umum menggandeng sepuluh provider seluler membantu sosialisasi pemilu. Mereka membantu dengan mengirim pesan pendek ke calon pemilih. Kesepuluh provider seluler, yakni PT Telkom, PT Indosat, PT Telkomsel, PT Excelcomindo Pratama, PT Bakrie Telecom, PT Mobil-8, PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia, PT Hutchison CP Telecommunication, PT Natrindo Telepon Seluler dan PT Smart Telcom.

38. Warga yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu Legislatif 2009 kali ini cukup banyak atau sekitar 40 persen.

39. KPU mencoret nama-nama calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) diataranya dari :

  • Bali: Agus Sumantri, karena mengundurkan diri.
  • Sulawesi Tenggara; Didik Yudiarto, karena tidak serahkan laporan awal dana kampanye.
  • NTB: Busrah Hasan, karena mengundurkan diri.
  • Maluku : Faisal Assegaf, karena tidak serahkan laporan awal dana kampanye.
  • Maluku Utara : Khairul Saleh Arif, karena tidak serahkan laporan awal dana kampanye. Syamsudin Manaf, karena tidak serahkan laporan awal dana kampanye. Yamin Achmad, karena tidak serahkan laporan awal dana kampanye.
  • Sumatera Selatan : Firdaus Najuri, karena tidak serahkan laporan awal dana kampanye.
  • Jambi: M Thoha, karena tidak serahkan laporan awal dana kampanye.
  • Banten: Feri Ferdiansyah, karena tidak serahkan laporan awal dana kampanye, Imam Darmadi, karena tidak serahkan laporan awal dana kampanye, Muhamad Ilyas, karena tidak serahkan laporan awal dana kampanye, Sanudi, karena tidak serahkan laporan awal dana kampanye, Sudrajad Ardani, karena tidak serahkan laporan awal dana kampanye, Sudrajad Syahrudin, karena tidak serahkan laporan awal dana kampanye.

40. Mahkamah Konstitusi tidak bisa menerima gugatan dari calon anggota legislatif terkait hasil pemilu. Gugatan hasil pemilu hanya boleh diajukan oleh DPP partai politik.

41. Calon legislator Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, unggul atas Taufik Kiemas dalam perolehan suara Daerah Pemilihan Jawa Barat 2 yakni Bandung dan Bandung Barat.

42. Tersangka korupsi Abdul Hadi Djamal Raih Suara Terbesar untuk daerah pemilihan Sulawesi Selatan

43. Caleg DPD Samuel Parningotan Samosir Mendulang Suara Besar Karena Bernomor 31, tingginya perolehan suara karena ia diuntungkan oleh angka 31 milik Partai Demokrat yang menjadi nomor urut dirinya.

44. Meninggal Tiga Bulan Sebelum Pemilu, Caleg Demokrat Tetap Kalahkan Caleg Parpol Lain. Perolehan suara Partai Demokrat memang fenomenal. Buktinya, seorang caleg Demokrat bernama Oni Husain yang telah meninggal dunia tiga bulan sebelum pemungutan suara Pemilu 2009 digelar, berhasil memperoleh suara signifikan. Hebatnya lagi, di sejumlah TPS, perolehan suara caleg yang tinggal nama tersebut berhasil mengungguli caleg incumbent DPRD NTB.

45. Partai Demokrat (PD) meraih suara terbanyak berkisar 20%, dengan mengalami kenaikan hampir 3 kali lipat dari pemilu tahun 2004. Kemenangan PD seiring dengan hasil survey sebelum pemilu yang menempatkan PD akan meraih suara terbanyak.

46. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) perolehan suaranya stabil seperti hasil yang dicapai pada pemilu tahun 2004.

47. Sebelum pemilu berlangsung, beberapa daerah berlomba menyiapkan Rumah sakit Jiwa berfasilitas khusus untuk menampung caleg yang stress.

48. Sebanyak 182.843 mantan caleg diperkirakan akan stress, angka ini didasarkan dari hasil riset bahwa 11.4% dari total caleg berpotensi Stress.

Hitungannya :

  • Caleg DPR-RI ; 11.215 - 560 = 10.655 tidak terpilih,
  • Caleg DPD 1.109 - 132 = 977 tidak terpilih,
  • Caleg DPR-D ; 112.000 - 1.998 = 110.002 orang stress,
  • Caleg DPR kabupaten/kota; 1.500.000 - 15.750 = 1.484.250 tidak terpilih, dengan total mantan caleg yang tidak terpilih 1.603.886 orang.
  • Jumlah 1.605.884 ini kemudian dikalikan 11,4% maka ditemukan angka 182.843.

49. Beberapa Calon Presiden yang mendeklarasikan diri sebagai Capres sebelum pemilu akhirnya memilih berkoalisasi dengan mengincar posisi wakil Presiden.

50. Pemilu tahun 2009 dinilai berbagai kalangan sebagai pemilu terburuk setelah reformasi, dengan berbagai fakta seperti daftar pemilih tetap (DPT) yang amburadul.

Arif Hidayat Diolah dari berbagai sumber


http://www.lintasberita.com/Politik/50_Fakta_Tentang_Pemilu_2009
Read more »

KPU Bikin Publik dan Partai Bingung


Jakarta - Hasil perhitungan suara manual dan online yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini hasilnya beda.


Hal ini akan menimbulkan kebingungan bagi publik dan partai politik."Secara psikologis publik akan bingung hingga nantinya hilang kepercayaan pada KPU," kata Koordinator Kepemiluan Sigma Indonesia Said Salahuddin saat berbincang lewat telepon, Jumat (1/5/2009).


Menurut Said, masyarakat tidak akan punya ukuran pasti jika hasil perhitungan jauh berbeda dengan quick count dan tabulasi online KPU. Apalagi dengan sulitnya situs Tabulasi Nasional Pemilu (TNP) untuk diakses.


Lalu persoalan menjadi semakin liar, ketika ada lembaga lain yang mempublikasikan data. Meski hanya sebagai pembanding, hal ini akan semakin membuat rakyat bingung."Kalau memberikan data boleh, tapi tidak untuk dipublikasikan," tambahnya.


Selain itu, partai politik juga akan dibuat tak menentu. Terutama dalam momen penentuan arah koalisi seperti saat ini. Acuan perolehan suara sangat menentukan terhadap kesepakatan-kesepakatan politik yang dihasilkan.


"Bagi kelompok Teuku Umar, hal ini akan sangat menguntungkan," pungkasnya.Rekap manual KPU menunjukkan PDIP unggul dibanding pesaingnya.


Hal ini berbeda dengan perhitungan online yang menunjukkan persamaan dengan hasil quick count sejumlah lembaga survei.Namun kemenangan PDIP itu dianggap masuk akal oleh pengamat politik Andrinof Chaniago karena telah memasukkan kantong-kantong PDIP.


Sedangkan provinsi yang dimenangkan Partai Demokrat, belum masuk. Jika suara yang dihitung KPU telah 50%, ranking suara akan berubah.


Dengan melihat kondisi seperti ini kita dapat melihat betapa semakin carut marutnya kinerja KPU. Entah ini dilakukan dengan sengaja atau tidak , dengan sistematis atau tidak faktanya bahwa ketidak beresan tersebut akan memicu berangnya para petinggi parpol pada pemilu kali ini. Setelah penghitungan perolehan suara rampung, saya memprediksikan bakal banyak terjadi unjuk rasa yang dilakukan oleh parpol , dan banyak protes yang dilancarkan oleh petinggi parpol dengan hasil yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Apalagi mereka sudah banyak mengeluarkan biaya untuk kampanye tapi ternyata perolehan suara partainya tidak signifikan kemudian ditambah kinerja KPU yang tidak profesional dan acak - acakan , hal tersebut akan lebih membuat kecewa dan ketidak puasan petinggi parpol yang tidak lolos parliamentry treshold.


Apalagi diberbagai kesempatan KPU selalu mengatakan bahwa masalah DPT yang carut marut terjadi karena terlambatnya biaya operasionalnya , sehingga KPU tidak bisa kerja cepat , sehingga melakukakan langkah cepat dengan menggunakan data tahun sebelumnya, padahal waktu yang ada cukup panjang dan setiap tahapan sudah dibuat estimasi pelaksanaannya bahkan sudah dibuat jadwalnya. Kemudian setiap kegiatan yang ada sudah dianggarkan biayanya. Lantas kalau kegiatan tersebut tidak jalan lalu anggaran tersebut dikemanakan ??


Ini pertanyaan besar yang perlu kita pertanyakan. Kalau kita bicara SDM , mereka yang berada di KPU orang - orang yang mempunyai pendidikan sangat tinggi . Ada profesor, ada doktor dan lain - lain. Lantas apalagi alasan yang tepat agar keadaan ini diterima oleh masyarakat luas, yang nota bene pendidikannya relatif rendah.


Apakah ini cerminan dari para birokrat di negeri ini ? Tidak siap dengan amanah, tidak siap dengan kerja keras, tidak siap kalah, tidak siap berkorban, dan tidak siap disalahkan.


Setiap kejadian yang berulang tidak pernah dijadikan pengalaman untuk perbaikan. Setiap ada kesalahan tidak ada yang dengan jantannya mengakui kesalahan tersebut bahkan saling lempar sana sini dan cari kambing hitam. Apa mereka tidak merasa kasihan terhadap kambing hitam tersebut, padahal didekat rumah saya kambing hitam tersebut tidak berbuat salah sedikitpun.


Dengan kejadian ini saya berharap di pemilu yang akan datang tidak ada kejadian seperti ini lagi. Dan lima tahun kedepan kejadian ini tidak dilupakan sehingga KPU yang akan datang tidak lebih buruk tapi lebih pinter dan canggih. Karena segalanya mahal , biayanya sangat - sangat mahal tapi janganlah biaya mahal ini kita sia - siakan bahkan kita permainkan.


Sekalipun pemilu kali ini sangat buruk sepanjang sejarah pemilu yang ada , tapi secara pribadi saya tidak setuju kalau sampai pemilu ini harus diulang. Karena pertimbangan biaya. Kalau pemilu seperti ini diulang sampai 2 atau 3 kali , apa tidak bangkrut republik ini.


Sementara dengan biaya yang mahal , kemudian dimenangkan oleh GOLPUT, dan pemimpin ataupun caleg yang melenggang ke Senayan tidak qualified maka negeri ini akan jadi negeri dagelan dan negeri kepura - puraan. Semoga tidak terjadi.


Para pemimpin yang kebetulan terpilih , gunakan nuranimu bangun negri ini dengan moralitas yang tinggi, dengan jiwa pengorbanan yang tinggi Insya Allah kejayaan negeri ini akan terwujud.


Harapan itu masih ada


Cibugel,1Mei2009
Read more »

Kamis, April 30, 2009

Mesin Politik PKS Dikalahkan Figur


BANDUNG, KOMPAS - Partai Keadilan Sejahtera Jawa Barat mengakui kekalahan mesin partai politiknya dari kekuatan figur dalam pemilihan legislatif 9 April lalu. PKS yang semula menargetkan 30 persen suara hanya bakal bisa meraih 26 persen suara atau setara dengan 13 kursi DPRD Provinsi Jabar.


"Akan ada evaluasi internal secara nasional untuk menyikapi hasil pemilu legislatif 2009. Namun, secara umum mesin parpol telah bekerja maksimal dan habis-habisan. Perolehan suara parpol pun tidak melorot meskipun kenaikan tidak terlalu tinggi," kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PKS Jabar Taufik Ridlo, Minggu (26/4), saat dihubungi di sela-sela rapat Majelis Syura PKS di Jakarta.


Pendidikan politikTaufik berpendapat, kegagalan meraih target perolehan suara di Jabar lebih banyak disebabkan ketidaksiapan dan kebingungan masyarakat. "Masyarakat belum bisa membedakan antara pemilu legislatif dan pemilu presiden. Pada akhirnya mereka terjebak pada bayang-bayang figur tokoh partai yang sejak awal mencalonkan diri sebagai presiden dari partai tertentu," ujarnya.Ini disebabkan pendidikan politik yang belum baik.


Fenomena itu, menurut Taufik, menjadi pembelajaran berharga bahwa masyarakat Jabar belum cukup siap memilih calon-calon yang akan duduk di lembaga legislatif. Pada Pemilu 2004 PKS meraih 11 kursi DPRD Jabar.Untuk pengembangan partai ke depan, PKS akan memprioritaskan basis pemilih yang dari awal memberikan suaranya pada PKS.


Pemeliharaan basis dinilai jauh lebih penting untuk kaderisasi dan pemantapan ideologi daripada menambah anggota baru di luar basis, yang menyerap energi lebih besar."Pemberian prioritas kepada kader dan simpatisan PKS sekaligus merupakan bentuk pelayanan dan apresiasi PKS kepada mereka, antara lain melalui bakti sosial, layanan kesehatan, dan kegiatan lain yang akan berlangsung sepanjang tahun," papar Taufik.


Soal fraksiSementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Daerah PKS Kota Bandung Haru Suandharu membuka peluang bagi anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014 yang tidak dapat membentuk fraksi sendiri untuk bergabung ke Fraksi PKS. Kebijakan tersebut diyakini menguntungkan PKS dari sisi kekuatan politik di DPRD Kota Bandung. Haru menjelaskan, posisi Fraksi PKS yang memperoleh sembilan kursi dari 50 kursi DPRD Kota Bandung akan semakin mudah mendapatkan dukungan jika jumlah anggota DPRD yang sefraksi semakin banyak.


"Kerugiannya, mungkin kami harus beradaptasi lagi dalam koordinasi, tetapi itu insya Allah dapat kami tangani," ujarnya.


Berdasarkan rekapitulasi suara Komisi Pemilihan Umum Kota Bandung, diprediksi terdapat delapan anggota legislatif dari enam parpol berbeda yang tidak dapat membuat fraksi sendiri. Salah satunya adalah caleg Partai Amanat Nasional, Nanang Sugiri.Nanang mengatakan, ia sudah berkomunikasi dengan parpol besar untuk bergabung dalam satu fraksi.


Parpol tersebut adalah Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. "Untuk parpol lain, saya belum menjajakinya," papar Nanang.
Read more »

HNW: Saya Difitnah Wahabi dan Anti NKRI


PK-Sejahtera Online: Baru disebut-sebut sebagai salah satu nama yang diusulkan PKS sebagai Cawapres mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Hidayat Nurwahid sudah kebanjiran fitnah.


Fitnah itu disebar melalui SMS ke berbagai pihak, termasuk menyebar di kalangan wartawan. Bunyi fitnah itu adalah agar SBY tidak memilih HNW sebagai cawapres karena dirinya adalah tokoh Wahabi dan Anti NKRI.


Hidayat menyatakan, tidak mungkin dirinya Wahabi dan anti NKRI. Dalam konteks Wahabi, dia menjelaskan, Wahabi merupakan paham yang mengharamkan partai politik. "Sementara saya justru menjadi pendiri dan masih aktif dalam kegiatan partai politik, bahkan pernah menjadi pimpinan PKS," katanya ketika menerima Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di ruang kerjanya di lantai 9 Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/4).


Menurut dia, fitnah seperti ini bukan sekali ini saja dihembuskan. Dalam setiap pemilihan kepala daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, fitnah bahwa PKS adalah Wahabi selalu dimunculkan untuk menjegal kader atau calon yang diusung PKS.


Sedangkan kaitannya dengan NKRI, sebagai Ketua MPR tugasnya adalah mensosialisasikan UUD 45 yang di dalamnya termasuk NKRI. “Jadi saya juga ikut mensosialisasikan NKRI itu. Jadi mana mungkin saya anti NKRI, “ jelas dia.


Ia juga mengungkapkan, ketika menandatangani kontrak politik dengan SBY tahun 2004 lalu, ketika itu ia Presiden PKS, salah satu butirnya adalah meminta kepada SBY untuk mempertahankan NKRI. “Bagi PKS NKRI itu sudah harga mati,” tandasnya.


Lepas dari persoalan PKS mengusulkan dirinya mendampingi SBY, Hidayat berharap agar persaingan politik dilakukan dengan cara-cara yang elegan, tidak menyebarkan fitnah. Karena fitnah tidak membantu masyarakat untuk berpolitik dan berdemokrasi secara dewasa.


"Hendaknya pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap kursi cawapres bersaing dengan santun dan elegan. Tidak menghalalkan segala cara," pintanya. Ia juga mengungkapkan, lepas dari siapa pun yang nantinya ditunjuk oleh SBY untuk mendampinginya, ia berharap keputusan yang diambil basisnya bukanlah fitnah dan disinformasi.


Pemuda Masjid Dukung HNW


Sementara itu Brigade Masjid Badan Komunikasi Pemuda Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) mendukung Hidayat Nur Wahid mendampingi SBY sebagai calon wakil presiden.


Menurut Komandan Nasional Brigade BKPRMI Said Aldi Al Idrus, sejatinya Brigade Masjid mengusulkan HNW sebagai calon presiden. Namun karena keputusan tertinggi PKS mengusulkan yang bersangkutan sebagai cawapres, maka Brigade Masjid mendukung sepenuhnya mantan Presiden PKS mendampingi SBY. “Kami selaku anak-anak masjid yang tergabung di Komando Nasional Brigade Masjid mendukung sepenuhnya Bapak (HNW) untuk mendampingi SBY sebagai cawapres,” kata Said Aldi Al Idrus ketika bertemu Ketua MPR di ruang kerjanya Rabu siang.


Hidayat menyampaikan penghargaan atas dukungan yang disampaikan. “Terima kasih dukungannya, tapi dalam konteks PKS kita sudah menyampaikannya dalam amplop tertutup. Kita tunggu bagaimana respon dari beliau (SBY),” kata Hidayat.

Read more »

Pengamat : SBY Butuh Dukungan Figur yang "Bersih

warnaislam.com — Bakal calon presiden pada pemilu 2009 ini yang berasal dari Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) perlu didukung oleh bakal calon wakil presiden yang "bersih", demikian disampaikan pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Yon Machmudi.


SBY harus didukung dan dibackup oleh figur yang bersih dan konsisten dalam perjuangannya memberantas korupsi. Dan terlihat langkah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengajukan Hidayat Nurwahid sebagai bakal cawapres untuk mendampingi SBY adalah langkah yang tepat, sebab PKS diperkirakan akan menjadi partai koalisi terbesar setelah Demokrat, nilai Yon Machmudi.


Dan juga figur Hidayat Nurwahid ini cocok dengan kriteria yang disampaikan SBY dimana ia memiliki moralitas, kredibilitas dan rekam jejak yang jelas.Hidayat bukan merupakan ketua partai politik dan rekam jejaknya sebagai ketua MPR telah memperlihatkan kualitas dan integritasnya dalam menjaga ideologi bangsa.Saat ini Indonesia membutuhkan figur pemimpin yang bersahaja yang dapat menjadi teladan disaat merosotnya moral dan kualitas para elit politik, tambahnya.Namun itu semua terserah SBY yang akan memilih pendampingnya untuk maju pada pilpres mendatang.


Memang Mensesneg Hatta Radjasa yang merupakan tokoh PAN adalah saingan berat Hidayat Nurwahid, namun peluang Hatta Radjasa tergantung ke-solid-an PAN untuk mengajukannya sebagai cawapres pendamping SBY.SBY membutuhkan back up partai yang mampu mendukung kebijakan pemerintah secara kuat dan tulus. Dan dinilai kerjasama dengan partai kader seperti PKS akan menguntungkan SBY, tambahnya.

penulis : Fauzan
Read more »

Catatan Pileg

Dwi Eka A.

Secara umum pelaksanaan pesta demokrasi pemilihan anggota legislatif (pileg) pada 9 April 2009 berjalan sukses, segenap warga negara berbondong-bondong menuju tempat pemungutan suara (TPS), proses pemungutan suara berjalan tertib, aman dan jauh dari gangguan keamanan. Namun demikian, ada sedikit ganjalan yang menggambarkan sebagian warga negara melupakan reformasi.

Perhitungan real count sepuluh besar yang dilansir Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada (19/4) Partai Demokrat menempati urutan teratas dengan perolehan suara dengan 20,521%, diikuti Partai Golongan Karya (Golkar) 14,567%, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 14,086%, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 8,256%, PAN 6,302%, PPP 5,374%, PKB 5,101%, Gerindra 4,346%, Hanura 3,3611%, dan PBB 1,86%.

Daftar Pemilih Tetap (DPT) mendapat perhatian cukup serius pada pemilu 2009 ini, banyak ditemukan warga yang tidak terdaftar, meski secara administratif kelengkapan datanya lengkap, bahkan pihak KPU sendiri mengakui tidak melakukan pemutakhiran data karena keterlambatan anggaran.

Berikutnya tingkat partisipasi masyarakat tergolong rendah, bila dikalkulasikan golongan putih (golput) tampil sebagai pemenang. Bisa jadi jadwal pelaksanaan pemilu yang berbarengan dengan libur panjang atau kurangnya sosialisasi dari penyelenggara menyebabkan greget masyarakat berkurang, di sisi lain kecenderungan warga yang mulai jenuh dengan agenda demokrasi yang bertubi.

Caleg malu-maluin

Di Sulawesi, seorang calon anggota legislatif (caleg) memblokir jalan yang dianggap milik kakeknya. Padahal selama ini jalan tersebut menjadi satu-satunya akses warga, lantaran warga tak memilih dirinya. Di Bogor, Jawa Barat, ada caleg yang membongkar kembali jalan yang telah dibangun dengan dana miliknya. Di Karawang, seorang caleg yang gagal meminta kembali bantuan mesin pompa air tempat wudhu di mushalla sebuah desa. Di sisi lain ada caleg yang menarik kembali barang bantuan yang telah dihibahkan kepada warga.

Sementara yang membuat kita prihatin, ada caleg yang meninggal sesaat setelah mengetahui dirinya gagal, tragisnya ada caleg yang mengakhiri hidupnya dengan jalan pintas, terdapat caleg yang merusak kantor PPK, dan tak sedikit caleg stress yang kini menghuni panti rehabilitasi.

Ternyata masih ada caleg yang kesal, emosi, dan meluap kemarahannya kepada warga karena tak memilih dirinya. Padahal si caleg telah berkorban dengan harta dan tenaga untuk kepentingan masyarakat, tapi apa daya suara mereka beralih di luar dugaan. Hal ini membuktikan mental caleg yang selama ini dibangun melalui pendidikan politik partainya masih sangat rendah dalam memahami hakekat berdemokrasi. Sang caleg lupa bahwa masyarakat juga cerdas dalam memilih wakilnya yang dianggap capable dan bermoral.

Politik uang

“Maju tak gentar memilih yang bayar”, seolah menjadi klimak semboyan reformasi 1998 yang menolak adanya KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme), pada pemilu kali ini justru berbalik arah. Segenap oknum tim sukses caleg atau partai tertentu berlomba-lomba memberikan uang agar memilih caleg atau partainya pada warga sesaat sebelum pemilu dimulai.

Indikasi politik uang ini begitu kental, ketika warga marak membicarakannyra sesaat setelah pemilu berlangsung. Mereka lebih condong memilih caleg atau partai yang lebih besar memberikan rupiah. Mau dijadikan apa negeri ini, bila masyarakat memilih secara pragmatis. “Tak habis pikir kenapa caleg rela menghabiskan uang bermilyar rupiah, sementara gaji bersih seorang anggota DPR pertahunnya tak mencapai angka 1 milyar”, ujar sahabat saya.

Partai Keluarga

Bila reformasi 1998 sangat membenci praktek nepotisme atau kekeluargaan, kini seolah sudah menjadi legal. Ditemukan caleg dalam satu dapil terdiri dari satu keluarga bahkan ada caleg yang secara terang-terangan mendukung caleg lain yang notabene suaminya sendiri. Hal ini menunjukan dunia politik seolah telah menjadi segala-galanya. Mungkin karena untuk menjadi PNS atau pengusaha susah sehingga masing-masing pihak mengerahkan segala kemampuannya demi memperoleh satu kursi.

Militer lebih disukai

Tampilnya Partai Gerindra dan Hanura sebagai pendatang baru yang mampu menyodok sepuluh besar perolehan suara secara nasional dan melewati ambang batas parlementary treshold sedikit mengubah wacana. Kedua partai ini sama-sama dipimpin oleh jendral purnawirawan atau dari unsur militer.

Sepertinya ada kecenderungan masyarakat saat ini lebih menyukai sosok atau figur dari kalangan militer yang dianggap lebih tegas, disiplin, berani, dan lebih punya nyali dalam menyuarakan aspirasi. Berbeda dengan reformasi 1998, di mana tokoh sipil menjadi pilihan publik dan kalangan militer dipandang sebelah mata.

Perhitungan yang panjang

Banyaknya kontestan pemilu 2009 membuat proses perhitungan sangat panjang, proses tabulasi real count pun sangat lambat, belum lagi tidak seragamnya pengetahuan petugas KPPS dan PPK tentang sistem perhitungan membuat semakin lambatnya proses perhitungan. Lebih miris lagi ditemukan seorang petugas PPS mencuri rekap berita acara dan formulir C2.

Kondisi ini memberikan peluang pelanggaran dan kecurangan semakin tinggi. Di beberapa tempat bahkan ditemukan kotak suara yang telah terbuka kuncinya yang mengindikasikan adanya perubahan suara hasil pemilu. Ditambah lagi di beberapa TPS ada surat suara yang tertukar. Karenanya peranan panitia pengawas (panwas) dan saksi menjadi sangat penting untuk mengawal proses perhitungan hingga selesai. (dea)
Read more »

Rabu, April 29, 2009

PKS Tak Gentar Koalisi 6 Parpol



INILAH.COM, Jakarta - Koalisi besar 6 parpol sedang dirumuskan. Ada Partai Golkar, PDIP, PAN, PPP, Gerindra, dan Hanura. Bila perolehan suara keenamnya digabung bisa menang jauh dari penggabungan suara Partai Demokrat, PKS, dan PKB. Namun PKS tidak gentar.


"Itu kan hanya suatu matematika angka. Seperti Pilpres 2004 itu suara dari pendukung SBY-JK sampai putaran kedua sekalipun tidak seimbang dengan suara Mega-Hasyim. Tapi Anda tahu kan bagaimana hasilnya," ujar anggota Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/4).


Berdasarkan penghitungan cepat, PD meraih 20,2% suara, PKS 7,7%, PKB 5,35% sehingga menjadi 33,25%. Sedangkan Golkar 14,55%, PDIP 14,4%, PAN 5,85%, PPP 5,2%, Gerindra 4,4%, Hanura 3,6% menjadi 48%.



"Tapi ini bukan terkait dengan beberapa partai yang berkoalisi. Tapi bagaimanakah kualitas dan elektabilitas calon-calon yang diajukan," kata Hidayat yang juga mantan Presiden PKS ini. [sss]

http://inilah.com/berita/politik/2009/04/29/102868/pks-tak-gentar-koalisi-6-parpol/
Read more »

Hidayat: Koalisi PKS-Demokrat Mesti Dicontoh

VIVAnews – Anggota Dewan Syura Partai Keadilan Sejahtera, Hidayat Nur Wahid, mengatakan koalisi antara PKS dan Partai Demokrat dalam bursa pemilihan presiden Juli 2009, patut diteladani.

“Karena koalisi ini tidak didasarkan pada bagi-bagi kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan, tapi komitmen memperjuangkan nilai platform,” kata Hidayat kepada VIVAnews, Selasa 29 April 2009.

Rapat Musyawarah Majelis Syura PKS telah memutuskan berkoalisi dengan Partai Demokrat. Koalisi itu mereka lakukan setelah mempertimbangkan aspirasi dari 33 majelis syura provinsi.

Hidayat mengatakan koalisi antara PKS dan Demokrat berlandaskan pada kesamaan platform yang berorientasi untuk menyamakan visi dan misi yang berpihak kepada rakyat.

Lebih lanjut, Hidayat mengingatkan kepada semua peserta pemilihan presiden untuk tetap menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.

“Jangan karena sibuk pencalonan presiden, koalisi, kemudian tugas masing-masing terbengkalai, negara terbengkalai, dan rakyat tidak diurus,” kata dia.
Read more »

PD dan PKS Grand Final Kamis





Jakarta - Pertemuan Partai Demokrat (PD) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam rangka menuju koalisi terus digelar. Pertemuan ini akan mencapai puncaknya Kamis, 30 April 2009.

"Yang tadi kita bicarakan itu seperti tentang otonomi, ke depannya seperti apa. Lusa akan ada final. PKS dengan kami pertemuan grand final," ujar Ketua DPP PD Ruhut Sitompul usai pertemuan PD-PKS di Hotel Sari Pan Pacific, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (28/4/2009).

Sebelumnya PKS telah menyerahkan nama-nama cawapres dalam amplop tertutup ke Demokrat. Amplop ini telah diterima SBY.

Pada pertemuan kali ini, PKS juga menyerahkan amplop yang berisi platform yang diajukan PKS sebagai kerangka koalisi bersama PD. Jika pembicaraan keduanya mencapai deal, bisa dipastikan PKS akan bergabung dengan gerbong Demokrat menuju Pilpres 2009.
( sho / sho )
Read more »

PKS Ajukan Kontrak Politik Islami


JAKARTA—Tim 5 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bertemu dengan Tim 9 Partai Demokrat (PD) di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Selasa (28/4) petang. Dalam pertemuan yang merupakan kesepakatan bersama tersebut, PKS menyampaikan draft piagam kerja sama koalisi kepada Tim 9 PD.


PKS mengedepankan pokok-pokok pikiran islami untuk dijadikan sebagai landasan penyusunan kebijakan pemerintah dalam berbagai aspek kebangsaan dan kenegaraan.“Baik untuk kerja sama di eksekutif maupun legislatif,” ujar Presiden PKS yang juga Ketua Tim 5, Tifatul Sembiring, kepada Republika, usai pertemuan.


Dia menuturkan, PKS menginginkan jika koalisi politik bisa mendukung semangat pencarian solusi masalah-masalah kebangsaan dengan pendekatan Islam.“Bahasanya, koalisi tidak menghalangi pengambilan solusi-solusi islami sebagai salah satu alternatif penyelesaian masalah bangsa,” imbuh Tifatul.“Dalam piagam juga disebutkan agar tidak ada upaya menghalang-halangi atau memberikan kebebasan dalam berdakwah untuk perbaikan moral bangsa,” sambung Tifatul.


Masalah moral bangsa yang dimaksudkan Tifatul yaitu peredaran narkoba, praktik prostitusi, perjudian, dan penyebaran alkohol yang tidak terkontrol. Tifatul tak menampik jika semangat pencarian solusi islami tersebut juga perlu diperjuangkan dalam penyusunan konstitusi negara. “Intinya tidak menghalangi alternatif-alternatif solusi islam untuk masalah-masalah kebangsaan.”Kecuali masalah domestik, PKS juga mengajukan usulan kesepakatan dalam keaktifan peran luar negeri Indonesia di wilayah regional dan internasional.


Masalah penguatan kerja sama Asean, Asia, dan perdamaian konflik di Timur Tengah menjadi bidikan utama proposal politik PKS.Khusus untuk isu perdamaian di Timur Tengah, PKS ingin ada kesepakatan anggota koalisi guna mempercepat kemerdekaan Palestina. “Palestina kan tempat lahirnya Imam Syafii, perjuangan untuk kemerdekaan Palestina tentu harus pula mendapatkan dukungan,” imbuh Tifatul.Dia menambahkan, piagam kerja sama koalisi PKS akan dipelajari Tim 9 PD. Dalam satu-dua hari ke depan, Tim 9 berjanji akan memberikan tanggapan atau penawaran-penawaran kontrak politik untuk perwujudan koalisi.


“Kontrak ini kan bukan PKS saja yang mengajukan, nanti Demokrat dan mitra koalisi lainnya turut membahas atau bahkan mengajukan draftnya sendiri. Setelah sepakat baru ijab kabul koalisi,” tandas Tifatul seraya menegaskan piagam kerja sama akan dibuka secara umum setelah ada kesepakatan. ade/kpo


Read more »

PKS dan Demokrat Menolak Hak Angket DPT

Usul Hak Angket masalah pelaksanaan pemilu terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT) diumumkan dalam Rapat Paripurna DPRRI dengan agenda pengambilan keputusan terhadap RUU tentang penetapan PERPU No.1 tahun 2009 tentang perubahan atas UU No.10 tahun 2008 tentang pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD menjadi UU, yang dipimpin Ketua DPRRI Agung Laksono.

"Sesudah diumumkan dalam rapat paripurna usul hak angket DPT selanjutnya diserahkan kepada Badan Musyarawah (Bamus) DPR," kata Agung, di Gedung DPRRI, Selasa (28/4).

Ia mengatakan, usul hak angket DPT dilakukan karena DPR menilai terjadi banyak pelanggaran konstitusional dalam penyelenggaraan pemilu legislatif lalu.

"Ada enam anggota fraksi yang mengusulkan hak angket DPT, yakni FPDIP, FPAN, FPKB, FPG, Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, dan FPPP," jelas Agung.

Sebelumnya, para pengusul mengungkapkan latar belakang pengusulan hak angket DPT, karena dalam pelaksanaan pemilu legislatif lalu diduga terjadi pelanggaran terhadap UU Pemilu, UU Administrasi Kependudukan, dan UU APBN.

Meski menyesali terjadinya kekacauan DPT, FPKS tidak masuk menjadi pengusul hak angket DPT. Akan tetapi, PKS meminta KPU lebih bersikap profesional dan bersikap aktif memperbaiki DPT yang telah menimbulkan hilangnya hak pemilih warga negara.

"PKS meminta KPU segera memperbaiki DPT secara komprehensif, hal itu penting untuk tahapan pemilu selanjutnya, yakni pilpres," kata Ketua FPKS Mahfudz Siddiq.
Eramuslim.com
Read more »


Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi telah dicalonkan menjadi capres 2009 dalam Rapimnas II Partai Demokrat. Namun, untuk cawapres yang akan mendampinginya para kader Partai Demokrat menyerahkan kepada hasil pilihan SBY. Dari 19 nama yang masuk, sudah mengerucut kepada Hidayat Nur Wahid dan Hatta Rajasa.

Ketua MPRRI Hidayat Nur Wahid menyatakan, siap menerima takdir dalam berpolitik, apabila pada akhirnya dirinya akan mendampingi SBY berlaga diajang pilpres 2009. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memang sudah memutuskan untuk berkoalisi dengan Partai Demokrat. PKS segera mengajukan nama calon wakil presiden kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Salah satu kandidat terkuat adalah mantan Presiden PKS, Hidayat Nur Wahid.

"Pada prinsipnya saya menerima takdir Allah, dalam berpolitk kita tidak perlu 'ngoyo' ataupun menghalalkan segala cara," katanya sebelum menemui Wakil Ketua Majelis Nasional Vietnam Mr. Nguyen Duc Kien, di Gedung DPR/MPRRI, Jakarta, Senin (27/4).

Dalam berpolitik, menurut Hidayat, PKS diajarkan bagaimana politik bermoral. "Saya tidak akan memposisikan diri untuk sombong," ujarnya menanggapi pernyatan Ketua MPP PAN Amien Rais yang menyebutkan nama cawapres yang akan dipilih SBY sudah mengerucut pada dua nama yakni Hidayat dan Hatta.

Namun, ketika disinggung mengenai persiapan apa yang sudah dilakukannya, Hidayat mengelaknya. Ia mengatakan terlalu dini untuk membicarakan persiapan. "Beri kesempatan pada Pak SBY untuk beristiqarah dengan baik. Agar bisa memilih yang terbaik untuk melaksanakan amanah rakyat. Saya menghormati beliau," tandasnya.

Hasil Musyawarah Majelis Syura PKS kemarin memutuskan dua hal. Pertama, PKS secara resmi berkoalisi dengan Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono. Koalisi ini dilakukan apabila kontrak politik disepakati bersama.

Sementara itu soal komunikasi politik yang akan dibangun oleh PKS dan Partai Demokrat. Hidayat menghormati etika masing-masing partai. "PKS mempunyai tim 5, Demokrat mempunyai tim 9 biarlah komunikasi itu yang dilakukan melalui tim yang telah dibuat masing-masing partai," tambahnya. (nov)

Eramuslim.com
Read more »

PKS : Cawapres Bukan Syarat Koalisi


Partai Keadilan Sejahtera (PKS) segera menyerahkan draft kontrak politik yang lebih spesifik kepada Partai Demokrat. Draft kontrak politik tersebut terdiri dari tiga point besar, yang diharapkan dapat disepakati oleh kedua belah pihak.


Ketua Fraksi PKS DPRRI Mahfudz Siddik menjelaskan, dalam kontrak tersebut sebagai mitra koalisi PKS meminta untuk dilibatkan dalam mengambil setiap kebijakan strategis pemerintah.


"Dalam manajemen koalisi yang diajukan PKS bahwa koalisi ini adalah koalisi partai. Artinya setiap perencanaan kebijakan pemerintah yang sangat strategis dan berimplikasi bagi kepentingan masyarakat, dibicarakan dengan partai-partai koalisinya sehingga tidak menimbulkan pro kontra," katanya sebelum mengikuti rapat paripurna, di Gedung DPRRI, Jakarta, Selasa (28/4).


Terkait manajemen koalisi dilevel kabinet, menurutnya, PKS mengusulkan selama menjabat sebagai menteri harus tunduk kepada presiden dan melepaskan jabatan di partai. Sedangan untuk pola di DPR, partai berlambang sabit kembar itu mengusulkan pola koordinasi melalui fraksi gabungan.


"Kalau point-point kontrak politik tidak disetujui. Majelis syuro akan memberikan kewenangan kepada petinggi-petinggi kedua partai politik untuk mengambil keputusan," tambahnya.


Ketika ditanya mengenai posisi cawapres menjadi syarat koalisi PKS, Mahfudz mengatakan, hal itu bukan point penting, hanya unsur minimal. Karena, lanjutnya, syarat koalisi lebih kepada kontrak politik.(nov)
Read more »

Selasa, April 28, 2009

Demokrat Raih 18 Kursi DPRD

SERANG (Radar Banten) - Partai Demokrat dapat dipastikan akan menguasai kursi di DPRD Banten. Dari 85 kursi di DPRD Banten, Partai Demokrat merebut 18 kursi. Perolehan kursi hasil Pemilu 2009 ini melonjak tajam bila dibandingkan perolehan kursi Pemilu 2004 yang hanya 8 kursi.
Selengkapnya sebagai berikut :
  1. Demokrat------------------- 18 Kursi
  2. Golkar --------------------- 13 kursi merosot dibandingkan Pemilu 2004 = 16 kursi.
  3. PKS ------------------------ 11 kursi (sama dengan hasil Pemilu 2004),
  4. PDIP ----------------------- 10 kursi (naik dibandingkan Pemilu 2004 yang 9 kursi),
  5. Hanura ---------------------- 6 kursi (pendatang baru),
  6. Gerindra -------------------- 5 kursi (pendatang baru),
  7. PPP ------------------------- 5 kursi (merosot dari Pemilu 2004 yang berjumlah 8),
  8. PKB ------------------------- 5 kursi (sama dengan hasil Pemilu 2004),
  9. PBB ------------------------- 3 kursi (sama dengan hasil Pemilu 2004).
  10. PKPB ----------------------- 2 kursi,
  11. PAN ------------------------ 2 kursi (merosot dari Pemilu 2004 = 4 kursi),
  12. PBR ------------------------ 1 kursi,
  13. PDS ------------------------ 1 kursi (turun dari kursi hasil Pemilu 2004 yang 2 kursi),
  14. PKNU ---------------------- 1 kursi (pendatang baru),
  15. PPNUI --------------------- 1 kursi (sama dengan hasil Pemilu 2004), dan
  16. PPD ----------------------- 1 kursi.

Partai Demokrat meraih kursi terbanyak di dapil Banten III (Kabupaten Tangerang). Di dapil ini, partai yang didirikan SBY ini menggondol 8 kursi, PKS 4 kursi, PDIP 4 kursi, Golkar 3 kursi, Hanura dan Gerindra masing-masing dua kursi. Sementara PPP, PAN, PKPB, PKB, PBB, PDS, PPNUI, dan PKNU masing-masing 1 kursi. Selain di Kabupaten Tangerang, Demokrat juga meraih kursi terbanyak di dapil Banten IV (Kota Tangerang) sebanyak 3 kursi yang mengalahkan perolehan kursi PKS, Golkar (masing-masing 2 kursi). Di dapil Banten I (Kota dan Kabupaten Serang) Demokrat juga meraih 3 kursi. Di dapil ini, Golkar juga menyabet 3 kursi. Di dapil Banten V (Lebak) Demokrat menyabet 2 kursi serta di dapil Banten III (Cilegon) dan Banten VI (Pandeglang) masing-masing 1 kursi.

Sementara Partai Golkar menyabet kursi terbanyak di dapil Banten I (Kabupaten/Kota Serang) sebanyak 3 kursi.

Sementara di Dapil Banten III (Kabupaten Tangerang) 3 kursi, dapil Banten IV (Kota Tangerang) sebanyak 2 kursi, dapil Banten V (Lebak) 2 kursi, dapil Banten VI (Pandeglang) 2 kursi, dan dapil Banten II (Cilegon) satu kursi. (selengkapnya lihat grafis).

Sama dengan komposisi DPRD kabupaten/kota, wajah-wajah baru juga akan menghiasi wajah DPRD Banten (meskipun ada sebagian dari mereka sebelumnya anggota DPRD di kabupaten/kota). Dari 85 kursi, hampir 80 persen adalah wajah-wajah baru. Wajah-wajah baru ini ada yang berasal dari kalangan pengusaha, ketua parpol, mantan Ketua Panwaslu Banten, dan sebagainya. Yang mengejutkan juga, terdakwa dugaan suap pinjaman daerah Pemkab Pandeglang HM Acang dari PPP juga dipastikan lolos. Acang berhasil meraih suara signifikan di dapil Banten VI (Pandeglang).

Selain terdakwa dugaan korupsi lolos, ada kakak beradik yang juga lolos meski beda partai. Mereka adalah Rahmat Syis Abdulgani (PKB) dan Ali Nurdin (PKNU), keduanya berasal dari Tangerang. Sementara caleg dari keluarga Gubernur Ratu Atut Chosiyah yang lolos adalah Ratu Tatu Chasanah. Di tempat berbeda, anggota KPU Banten Didih M Sudi saat dikonfirmasi mengatakan, hasil rekapitulasi dijadwalkan akan disampaikan hari ini ke KPU pusat.

Read more »

Demokrat 5, Golkar dan PKS 4 Kursi

Serang (Radar Banten) - Perolehan kursi DPR-RI dari Daerah Pemilihan Propinsi Banten hanya di rebut oleh 7 Parpol dari total 22 kursi yang diperebutkan yaitu :
  1. Partai Demokrat ----------- 5 kursi
  2. Partai Golkar -------------- 4 kursi
  3. PKS ------------------------ 4 kursi
  4. PPP ------------------------ 3 kursi
  5. Hanura -------------------- 3 kursi
  6. PDIP ---------------------- 2 kursi
  7. Gerindra ------------------ 1 kursi

Hanura dan Gerindra merupakan parpol pendatang baru yang didirikan oleh mantan jenderal. Hanura dipimpin mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Wiranto, sementara Gerindra didirikan oleh mantan Danjen Kopassus Letjen (purn) Prabowo Subianto.

Partai Demokrat yang meraih 7 kursi itu berasal dari daerah pemilihan (dapil) Banten III sebanyak 3 kursi, Banten I satu kursi, dan Banten II juga satu kursi.

Sementara Partai Golkar meraih kursi di dapil Banten II sebanyak dua kursi, Banten I satu kursi, dan Banten III satu kursi.

Partai Keadilan Sejahtera meraih 2 kursi di Banten III, 1 kursi di Banten I, dan 1 kursi lagi di Banten II.

Sedangkan PPP yang meraih tiga kursi berasal dari Banten I satu kursi, Banten II satu kursi, dan Banten III satu kursi lagi.

Di antara jejeran parpol baru, kehadiran Hanura di Banten cukup mengejutkan. Meski baru kali pertama mengikuti pemilu, namun Hanura diprediksi akan menyabet 3 kursi DPR RI dari Banten, sama dengan perolehan kursi PPP. Hanura menyabet satu kursi di Banten I, satu kursi di Banten II, dan satu kursi lagi di Banten III (selengkapnya lihat grafis). Kejutan lainnya adalah lolosnya nama Sutradara Gintings (caleg PDIP) ke Senayan. Padahal Sutradara Gintings sudah meninggal dunia, menjelang pemungutan suara 9 April lalu. Di dapil Banten III, almarhum meraih suara terbanyak di antara caleg PDIP yaitu 29.413, sehingga dia lolos ke Senayan.

Lantaran sudah meninggal, kemungkinan besar kursi almarhum akan jatuh kepada Malawati yang meraih suara terbanyak setelah almarhum. Malawati -yang saat ini masih menjabat sebagai anggota DPRD Banten -meraih suara 20.666 yang unggul tipis atas caleg nomor urut dua PDIP Irvansyah yang meraih 20.265 suara.

Nasib kurang beruntung tampaknya menggelayuti Murdaya W Poo, Rusli Ridwan, dan Ikang Fawzi. Murdaya W Poo yang maju sebagai caleg PDIP merupakan pengusaha nasional yang mencalonkan diri di dapil Banten II. Namun perolehan suara PDIP dan suara Murdaya Poo di dapil Banten II masih terlalu kecil. Murdaya hanya mampu mengumpulkan akumulasi suara 79.730.

Begitupun dengan Rusli Ridwan. Ketua DPW PAN Banten ini tidak lolos karena kalah bersaing dengan PPP. Rusli hanya meraih akumulasi suara 130.539 yang kalah dengan akumulasi perolehan suara PPP dan Endin AJ Soefihara yang meraih 163.258 suara.

Nasib tidak jauh berbeda juga dialami Ikang Fawzi, caleg PAN yang bertarung di dapil Banten I. Ikang diprediksi tidak lolos ke Senayan karena memang perolehan suaranya tidak besar.

Rekan Ikang yaitu Dedy S Gumelar -yang akrab disapa Miing Bagito -lebih beruntung. Miing yang maju lewat PDIP diprediksi akan lolos karena memang suara perolehan PDIP dan dirinya lumayan besar.

DOMINASI WAJAH LAMA Caleg-caleg yang diprediksi akan melenggang ke Senayan ini memang mayoritas wajah-wajah lama. Diantaranya adalah :

  1. Mamat Rahayu (Golkar),
  2. Syamsu Hilal (PKS)
  3. Zulkieflimansyah (PKS)
  4. Jazuli Juwaini (PKS)
  5. Yoyoh Yusroh (PKS)
  6. Endin AJ Soefihara (PPP)
  7. KH Aziddin (Hanura). Sebelumnya, Aziddin adalah anggota DPR RI hasil Pemilu 2004 dari Partai Demokrat. Namun Aziddin dinonaktifkan dan keluar dari Partai Demokrat. Sejak keluar itu, Aziddin bergabung di Hanura dan menjadi salah satu ketua DPP Hanura.

Sementara wajah-wajah baru di antaranya :

  1. Irna Narulita (istri Bupati Pandeglang DImyati Natakusumah) dari PPP,
  2. Iti Octavia Jayabaya (anak Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya) dari Partai Demokrat,
  3. Tb Iman Ariyadi (Golkar),
  4. Dedi S Gumelar (PDIP),
  5. Iqbal Alan Abdullah (Hanura), dan sebagainya.

Prediksi perolehan dan nama-nama caleg yang lolos ini memang baru sebatas prediksi. Keputusan final ada di tangan KPU. Zulkieflimansyah saat dihubungi Radar Banten, beberapa hari lalu, mengatakan, akan memperjuangkan daerah yang akan diwakilinya di parlemen. Begitupun dengan caleg lolos lainnya yang juga mengaku akan lebih banyak menyedot dana-dana pusat ke Banten.

Read more »

Caleg Stress: Ekses Atau Produk Demokrasi?

Berbagai berita yang kita ikuti mengenai perilaku para caleg yang gagal meraih suara cukup untuk menjadi aleg sungguh membuat kita semua harus mengelus dada. Prihatin sangat. Bayangkan, ada di antara mereka yang mendatangi konstituennya untuk menagih kembali berbagai benda yang telah ia hadiahkan, ada yang seharian dicari oleh keluarganya lalu akhirnya ditemukan di pinggir jalan sedang meminta-minta kepada setiap orang yang lewat sambil berkata: ”Kembalikan uang saya. Kembalikan uang saya.” Ada yang menutup jalan umum sehingga orang tidak bisa melewatinya dengan alasan bahwa jalan itu membentang di atas tanah milik keluarganya. Ada yang bahkan ditemukan mengakhiri hidupnya alias bunuh diri dengan cara mengenaskan. Sungguh suatu parade perilaku ganjil yang amat menyedihkan. Ada apa dengan masyarakat kita? Benarkah kesalahan patut dilayangkan kepada para caleg gagal itu sendiri? Benarkah orang lain, terutama yang dekat dan kenal kepada para caleg gagal itu, tidak punya andil dalam segenap ”sinetron” ini? Benarkah sistem Demokrasi tidak punya andil dalam melahirkan masalah ini? Apakah para caleg stress ini hanya sekedar ekses sistem demokrasi? Atau malah mereka merupakan produk logis sistem buatan manusia tersebut?

Menurut Wikipedia Demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan dimana kedaulatan berada di tangan rakyat. Ia berasal dari bahasa Yunani ”demokratia” yang berarti ”pemerintahan populer”. Ia berasal dari kata ”demos” yang berarti rakyat dan kata ”kratos” yang berarti ”kuasa, kekuatan.”

Lalu masih menurut Wikipedia: ”Even though there is no universally accepted definition of 'democracy', there are two principles that any definition of democracy includes. The first principle is that all members of the society (citizens) have equal access to power and the second that all members (citizens) enjoy universally recognized freedoms and liberties.” ("Meskipun tidak ada definisi 'demokrasi' yang diterima secara universal, terdapat dua prinsip yang mencakup definisi manapun tentang demokrasi. Prinsip pertama adalah bahwa semua anggota masyarakat (warga negara) memiliki akses yang sama kepada kekuasaan/kedaulatan dan yang kedua bahwa semua anggota (masyarakat) secara universal menikmati kebebasan dan kemerdekaan.")

Ada dua kata kunci di sini: kekuasaan/kedaulatan dan kebebasan/kemerdekaan. Mari kita coba sedikit dalami kedua kata kunci ini.

Islam memandang bahwa kekuasaan/kedaulatan pada hakikatnya berada di dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa. Manusia pada kenyataannya tidak benar-benar kuasa, siapapun dia. Sebagaimana langit dan bumi dengan segenap isinya tunduk pada kekuasaan Allah, maka manusiapun tunduk kepada kekuasaan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Siapa sih sebenarnya manusia sehingga ia merasa berhak meng-claim bahwa dirinya boleh berkuasa/berdaulat di muka bumi ini? Apalagi jika dalam menampilkan kekuasaannya ia mengabaikan dan sengaja melupakan kekuasaan/kedaulatan Allah swt. Sungguh zalim Fir’aun tatkala ia diizinkan Allah mencicipi sedikit kekuasaan atas sejengkal bumiNya bernama Mesir lalu ia menjadi melampaui batas sehingga memproklamasikan dirinya sebagai Tuhan yang maha tinggi dari segenap rakyat Mesir.


فَكَذَّبَ وَعَصَى ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَى فَحَشَرَ فَنَادَى فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى

Tetapi Fir'aun mendustakan dan mendurhakai. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (Seraya) berkata: "Akulah tuhanmu yang paling tinggi". (QS AnNaziat ayat 21-24)

Inti faham demokrasi yang menekankan bahwa manusialah yang berdaulat atau berkuasa sangat berbeda (baca: bertentangan) dengan faham Islam yang berulangkali di dalam Al-Qur’an menekankan bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk lemah sedangkan yang sejatinya berkuasa di langit maupun bumi ialah Allah swt. Sedemikian pentingnya memastikan bahwa manusia selalu perlu untuk berusaha tunduk kepada kekuasaan Allah sehingga Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan doa yang berbunyi:


ياَ حَيُّ ، يَا قَيُّومُ ، بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ ، أَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلِّهِ ،
وَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ ، وَلَا إِلَى أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ

“Wahai Allah Yang Maha Hidup, wahai Allah Yang Senantiasa Mengurusi, tidak ada tuhan selain Engkau, dengan rahmatMu aku memohon pertolongan, perbaikilah keadaan diriku seluruhnya dan jangan Engkau serahkan aku kepada jiwaku (walau) sekejap mata, tidak pula kepada seorang manusiapun.” (HR Thabrani 445)

Dienul Islam (sistem ajaran Islam) sejak hari pertama menekankan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dan tidak berdaya. Ia tidak akan pernah menjadi kuat bila ia menyerahkan dirinya kepada sesama makhluk (ciptaan) lainnya, termasuk dirinya sendiri. Ia baru menjadi bernilai saat dirinya –melalui iman- menjalin hubungan yang kuat dengan Allah swt. Ia baru menjadi agak kuat saat dirinya tersambung dengan Allah Yang Maha Kuat. Ucapan yang menghubungkan dirinya dengan Allah Yang Maha Kuat disebut Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam sebagai harta dari harta kekayaan surga.


فَقَالَ لِي يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْتُ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ مِنْ كَنْزٍ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَدَاكَ أَبِي وَأُمِّي قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam kepadaku: ”Hai Abdullah ibn Qayis.” Aku menjawab: “Aku penuhi panggilanmu.” Beliau bersabda: ”Maukah kamu aku tunjukkan suatu kalimat yang termasuk harta dari harta kekayaan surga?” Aku menjawab: ”Tentu.” Beliau bersabda: ”Katakanlah Laa haula wa laa quwwata illa billah (Tiada daya dan tiada kekuatan selain bersama Allah ta’aala).” (HR Al-Bukhari 13/105)

Jangan-jangan para caleg gagal yang kemudian menjadi stress disebabkan mereka meyakini bahwa dirinya sedang berebut akses untuk menjadi manusia yang bakal berkuasa/berdaulat di tengah masyarakat. Mereka tidak menyadari bahwa pada hakikatnya hanya Allah-lah yang sungguh-sungguh berkuasa di muka bumi termasuk di langit. Ada suatu keinginan kuat (baca:nafsu) untuk berkuasa atas manusia lainnya. Sebab mereka menyangka bahwa dirinyalah yang layak untuk memimpin/mewakili fihak lain dalam menyalurkan aspirasi. Lalu berdasarkan dugaan (baca:mimpi) ini iapun mencalonkan diri untuk turut berlomba merebut suara masyarakat. Padahal sepatutnya ia merisaukan dirinya yang dengan lancangnya berani maju untuk bertarung merebut kursi jabatan sedangkan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:


لَنْ نَسْتَعْمِلَ أَوْ لَا نَسْتَعْمِلُ عَلَى عَمَلِنَا مَنْ أَرَادَهُ

Kami tidak mengangkat orang yang berambisi berkedudukan.” (HR Abu Dawud 3108)

Sistem demokrasi melahirkan orang-orang yang sengaja ditumbuhkan ambisinya untuk berebut jabatan dan kedudukan. Bahkan difasilitasi untuk berlaku sombong dengan budaya kampanye dimana masing-masing calon kemudian dipersilahkan mempromosikan kebaikan-kebaikan dirinya di hadapan khalayak ramai. Cepat atau lambat tertanam di dalam hatinya bibit penyakit ’ujub (bangga diri) bahkan takabbur (sombong). Lalu mimpi yang asalnya kecil semakin membesar dan akhirnya membentuk keyakinan diri pasti bakal menang.

Ketika harapan bahkan keyakinan diri telah begitu membumbung kemudian dibenturkan dengan fakta bahwa hasil akhirnya adalah kekalahan, maka disinilah awal munculnya bencana. Belum lagi semua musibah kejiwaan ini berlalu, lalu diperparah pula dengan musibah keuangan dimana sang caleg ”terpaksa” meminjam ke sana kemari uang untuk biaya kampanye, beli poster, spanduk, bayar pesuruh untuk memasangnya di berbagai tempat strategis dengan mengumbar janji pula jika dirinya akhirnya menang maka semua fihak yang telah berpartisipasi membantunya bakal dikasih imbalan. Ketika semua mimpi tersebut kandas dalam realita pahit, maka lengkaplah sudah derita sang caleg. Alih-alih ia berhasil melunasi hutang-hutangnya, bahkan ia tidak jadi memperoleh jabatan aleg yang diharapkannya mendatangkan penghasilan besar untuk kesejahteraan masa depannya.

Kata kedua yang perlu kita kaji ialah kata kebebasan/kemerdekaan. Islam memiliki pemahaman yang sangat jelas dan unik mengenai kebebasan/kemerdekaan. Dalam sebuah kalimat hal ini diwakili oleh ucapan Rib’iy bin Amer ketika menjelaskan kepada Panglima Persia Rustum:

“Kami (umat Islam) diutus Allah untuk membebaskan manusia dari:

1. Penghambaan sesama hamba untuk menghamba kepada Allah semata
2. Sempitnya dunia kepada lapangnya dunia dan akhirat
3. Lalimnya agama-agama dunia kepada adilnya Al-Islam”

Dalam Sistem Demokrasi perkara legal dan ilegal (baca: halal dan haram) ditentukan oleh sekumpulan manusia yang dipercaya mewakili masyarakat luas. Mereka dijuluki sebagai para legislator. Di Amerika mereka disebut para law-makers (pembuat hukum). Sedangkan dalam sistem Islam manusia berperan sebagai pelaksana hukum sebab urusan halal dan haram sudah ditentukan oleh Allah swt. Manusia tidak berhak menetapkan perkara halal dan haramnya sesuatu. Sehingga Al-Qur’an menyebut kalangan manusia yang mengambil hak menentukan halal dan haram untuk dipatuhi masyarakat sebagai tuhan-tuhan selain Allah:

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ

”Mereka (ahli Kitab) menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah.” (QS AtTaubah ayat 31)

Ketika ayat ini turun seorang sahabat mantan Nasrani bernama Adi bin Hatim protes. Ia bilang bahwa orang Nasrani tidak menyembah para pendeta. Lalu Nabi shollallahu ’alaih wa sallam balik bertanya: ”Benar. Bukankah kaum Nasrani tunduk sepenuhnya ketika para pendeta mereka menghalalkan atau mengharamkan sesuatu?” Adi mengiyakan. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam lalu bersabda: ”Itulah bentuk penghambaan mereka teradap para pendeta tersebut.”

Hal ini pula yang terjadi dalam sistem demokrasi. Masyarakat luas diharuskan tunduk kepada daftar legal dan ilegal yang ditentukan oleh sesama manusia yang kebetulan diposisikan sebagai para legislator. Berarti masyarakat luas tunduk kepada hukum yang ditetapkan oleh sesama manusia. Dalam bahasa Rib’iy bin Amer ini merupakan bentuk penghambaan manusia kepada sesama manusia. Dalam Islam segenap masyarakat diajak untuk bersama hanya tunduk kepada ketetapan hukum yang berasal dari Allah. Allah Maha Adil, tidak mungkin apa-apa yang ia halalkan buruk bagi manusia. Dan sebaliknya apa-apa yang Dia haramkan karena mengandung mudharat bagi manusia. Allah tidak punya kepentingan apapun dalam menetapkan hukumNya. Bahkan karena sifatNya Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, pastilah semua isi hukumNya merupakan ekspresi kasih sayangNya bagi ummat manusia.

Para caleg dalam sistem demokrasi berpotensi menjadi stress karena mereka dibebankan untuk menetapkan hukum bagi masyarakat luas. Jelas ini merupakan tugas amat sangat berat, jika tidak bisa dikatakan mustahil. Bagaimana mungkin sekumpulan orang bisa merumuskan daftar legal dan ilegal yang bersifat adil bila para legislator sendiri tidak mungkin terbebas dari kepentingan (baca: hawa nafsu) pribadi dan golongannya masing-masing?

Ya Allah, bimbinglah kami untuk sepenuhnya kembali kepada hukum Engkau dan sistem Islam. Peliharalah kami dari ketergantungan kepada hukum buatan manusia dan sistem selain ajaranMu. Amin.
Read more »

PKS di Persimpangan Jalan

Sebuah jalan dakwah, jalan kebenaran, pastilah akhirnya menemukan ujian di setiap marhalah yang ia lewati untuk mengetahui seberapa kuat ketahanan dirinya. Ketika ia lulus dari ujian itu maka ia telah melompat ke tingkat yang lebih tinggi dalam perjuangannya. Inilah titik pertaruhan itu, sebuah gerakan diuji disini. Ketika ia sukses melewati ujian itu bisa jadi jalan ke depan ibaratnya semakin menyala terang dalam kejelasan, sementara bila ia gagal, maka pada titik ini tidak sedikit pergerakan yang menemukan titik akhirnya pada ujian ini. Ia bisa jatuh, terseok-seok, mungkin tidak bangun lagi.


Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebuah partai yang mengusung dakwah Islam terlanjur lahir, bahkan tidak muluk-muluk bila dikatakan terlanjur mengukir sejarahnya. Ia terlanjur dikenal, terlanjur ibaratnya tidak sekedar nyemplung ke dalam dunia perpolitikan Indonesia, bahkan ia bisa dibilang telah mewarnai lautan politik itu dengan warna-warna emasnya.


Kini, momentum pergantian kekuasaan 2009 memberi sebuah celah sejarah, dimana kesalahan dalam memasukkan koin di sini akan berakibat fatal terhadap kelangsungan hidupnya, tidak menutup kemungkinan juga sebaliknya, kecermatan, kecemerlangan strategi sehingga menghasilkan keputusan yang benar-benar strategis disini akan mampu mengangkatnya menjadi sosok pahlawan yang tak kan mudah dilupakan orang.


Momentum bersejarah 2009 telah hadir. Pemilu Legislatif telah usai. Pemilu yang diwarnai berbagai in trick politik telah selesai, meski diam-diam kita tetap percaya bahwa tidak semua politisi di negeri ini busuk dengan trick-tricknya mengelabuhi rakyat. Selalu, harapan adanya orang baik di negeri ini masih ada. Kini kita segera menyambut momen yang tidak kalah penting, pemilihan presiden.


Terhembus isu PKS akan berkoalisi dengan Demokrat, PDIP, atau partai-partai lain. Isu ini mengundang banyak komentar. Tentu saja ini ddihubungkan dengan citra PKS sebagai partai yang mengaku partai dakwah. Partai apa yang akan dipilih PKS untuk menyempurnakan kerja-kerja dakwahnya ke depan?


Disisi lain ada pertanyaan dan usulan: Bagaimana kalau berkoalisi dengan partai-partai Islam?


Ibarat berjalan, PKS kini tengah di persimpangan jalan. Tidak hanya membentang dua cabang jalan kini dihadapannya, bisa tiga, empat, atau berapapun jalan sesuai kemampuan partai ini melihatnya.


PKS dikenal berideologi Islam yang solid, mapan, dan tidak tergoyahkan. Disatu sisi ia juga sudah mengumandangkan wacana keterbukaan sehingga bisa lebih membaur. Di sisi lain, lihatlah realita pemenang pemilu legislatif kemarin, 3 besar partai yang menang tidak ada satupun yang berasas Islam. Kira-kira, di persimpangan jalan ini, PKS akan memilih jalan apa? Ada banyak kemungkinan yang bersliweran dalam benak PKS sekarang. Bila ia berhenti terlalu lama, roda politik Indonesia mungkin sudah akan segera menggilasnya.


Poros Partai Islam Indonesia


Satu wacana menarik yang mulai mendengung-dengung saat pintu koalisi telah terbuka untuk menghadapi pemilu presiden Juni mendatang. Partai-partai Islam (baik secara asas maupun basis massa adalah Islam) seperti PPP, PKB, PKNU, PBB, PAN, dan PKS sendiri memiliki peluang besar untuk berkoalisi dan membentuk gabungan partai Islam Indonesia – Poros Partai Islam.


Pertama, mayoritas penduduk Indonesia adalah Islam. Kenapa selama ini kita terpecah-belah dalam banyak partai sementara kita sama-sama mengusung nilai Islam? Sebuah pendapat yang cukup rasional dan realistis.


Kedua, Kebangkitan Islam Indonesia. Sebenarnya ini bukan hal baru lagi, tengoklah saat ini poduk-produk Islam semakin diminati. Kepemimpinan Islam, ekonomi syariah, pendidikan dengan sistem Islam semakin mudah ditemui di negeri kita. Mulai merebaknya wacana back to Islam pada dasarnya memberi angin segar pada dunia Islam untuk bengkit. Begitu pun dengan momentum nasional ini, saatnya Islam menjadi pemimpin Indonesia. Wacana kepemimpinan Islam mulai menguat di kalangan umat Islam sendiri, sehingga bila partai-partai Islam bersatu dan mengusung satu kepemimpinan, kepemimpinan Islam, memiliki peluang besar untuk menang dalam pilpres nanti.


Ketiga, perolehan suara partai-partai Islam Indonesia di pileg kemarin bila digabung akan menjadi satu kekuatan yang signifikan sebagai penyalur aspirasi masyarakat Indonesia. Jumlah suara dari partai-partai Islam tersebut bila digabung bisa menghasilkan lebih dari 30%. Ini cukup kuat untuk menjadi daya dorong maupun daya tekan dalam hal mempengaruhi kebijakan pemerintah.


Setidaknya tiga poin di atas cukup menjadi alasan logis para pendukung terbentuknya Poros Partai Islam Indonesia, selain alasan ideologis yang paling mendasar: PKS kan berideologi Islam, kenapa memilih berkoalisi dengan partai-partai yang asasnya atau basis massanya yang bukan Islam? Sudah cukupkah ini menjadi jalan terang bagi PKS untuk menerima usulan membentuk Poros Partai Islam untuk mengislamisasikan Indonesia sesuai visinya membentuk negara madani? Bersatu dengan saudara-saudara sendiri melawan kekuatan ’non-Islam’ dengan gerakan yang diperkirakan jauh lebih masif?


Berikut ini mungkin bisa menjadi pertimbangan:


Pertama, tengoklah kondisi umat Islam Indonesia. Aliran pemikiran dalam Islam yang beraneka ragam, tradisi dan budaya Islam yang majemuk, serta kondisi masyarakat Islam yang plural, akankah bersatu dengan istilah Poros Tengan Umat Islam dengan kondisi tersebut?Ada orang yang sangat fanatik berpikir, ada yang tengah-tengah, ada yang justru bebas kebablasan. Ada yang setuju demokrasi, ada yang menolak mentah-mentah, ada yang masa bodo, dan sebagainya. Inilah kondisi riilnya, lantas pertanyaannya, akankah kerja-kerja ke depan produktif dengan masalah internal yang begitu rumit? Apa nanti justru umat Islam tidak terjebak dalam perdebatan masalah internal berkepanjangan? Saya berpikir justru nanti forum-forum mereka hanya berisi aturan-aturan normatif tanpa aplikasi yang riil dan solutif.


Kedua, lihatlah realita perolehan suara pemilu legislatif yang baru saja usai. Siapa pemenangnya? Partai Islam kah? Bahkan tiga besar perolehan suara jelas-jelas diperoleh partai yang asasnya bukan Islam. Ini bisa jadi menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim belum memiliki ketertarikan yang kuat untuk memilih partai Islam, dengan kata lain mereka belum memiliki kepercayaan penuh untuk diatur dan dikelola oleh partai-partai Islam. Islam belum memiliki kepercayaan untuk menjadi sistem yang kokoh dalam mengelola negara. Lantas, kalaupun nanti akan ada Poros Tengah partai Islam, bisakah mereka memaksakan konsep Islam yang mereka bawa untuk diterapkan di Indonesia yang plural dan majemuk ini? Adakah yang lebih realistis dari pandangan ini dalam melihat fenomena tersebut?


Ketiga, kalaupun akhirnya terbentuk Poros Tengah Islam, tidakkah justru itu akan mempersempit ruang gerak partai-partai Islam. Kesan eksklusif akan muncul, kesan mementingkan kelompok justru akan menajam, dan ini akan memperburuk citra Islam itu sendiri. Bukankah Islam tidak diturunkan untuk memikirkan dirinya sendiri?


Keempat, dengan terbentuknya Poros Tengah ini justru membuat kesan seakan-akan Islam bisa dijadikan sebagai musuh bersama. Para musuh Islam lebih mudah menjatuhkan Islam dengan melihat kesalahan sebagian kecil dari kelompok ini, karena ia sudah mewakili kelompok Islam itu sendiri.


Satu pertanyaan lagi muncul, kalau partai-partai Islam bersatu, lalu dimanakah posisi umat Islam yang tidak memilih partai ini, misal mereka memilih partai Demokrat, PDIP, atau Golkar? Dimanakah posisi mereka? Di luar poros tengah Islam, lantas mendapat predikat ’kafir’?
Saya yakin, kita butuh gerakan yang solid untuk memikul beban perjuangan ini, bukan sekedar bersatunya kelompok-kelompok Islam Indonesia, tapi lebih dari itu adalah kualitas kader-kader yang tergabung di dalamnya. Apa gunanya kelompok-kelompok Islam menyatakan bersatu tapi hati mereka masih saling mencurigai dan dengki.Wallahu ’alam.


PKS Berkoalisi dengan Partai Non-Islam (Asas dan Basis Massanya)


Mungkin komentar yang pertama akan muncul adalah ”PKS tidak ideologis, malah membantu kaum kuffar bukannya bergabung dengan umat Islam sendiri. Katanya partai dakwah? PKS telah menjual harga dirinya sebagai partai Islam. Bagaimana mungkin partai yang selama ini dikenal solid, teratur, rapi, dan Islami tiba-tiba menjadi partai yang mendukung partai yang asas dan basis massanya bukan Islam? Bolehlah berpolitik, tapi prinsip jangan luntur. Nampaknya ideologi PKS telah luntur oleh kilaunya dunia kekuasaan.”. Begitukah ?


Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah sudah cukup kuatkan PKS mampu mempengaruhi kebijakan partai-partai besar tersebut? Jangan-jangan PKS malah terwarnai oleh sistem yang buruk sehingga bukan kebaikan yang ia hasilkan justru kemudharatan.


Mari kita analisis lebih dalam. Dibalik keraguan di atas tentu ada sisi baik yang muncul dari koalisi dengan partai dengan asas maupun basis massa bukan Islam.


Pertama, PKS melakukan sebuah lompatan politik yang tidak semua partai Islam berani mengambilnya, berkoalisi dengan sebuah partai besar; mempertaruhkan ideologi dan harga diri, untuk mendapatkan citra kinerja dan memberikan kontribusi yang lebih riil, baik untuk masyarakat umum maupun Islam itu sendiri. Ibaratnya masuk ke sistem buruk, PKS membawa warnai beda, warna kebaikan. Ia mungkin akan diuji dengan pertaruhan ideologi dan harga diri, demi bisa memberikan kontribusi dan solusi bagi rakyat Indonesia. Namun ia bisa jauh lebih berkontribusi dengan ikut bermain daripada sekedar menonton bukan?


Jelas, kalaupun koalisi ini akhirnya terjadi, bisa dipastikan PKS akan menuai banyak tekanan baik dari dalam internal organ ini maupun dari luar. Disinilah kader-kader PKS diuji ketsiqohannya terhadap qiyadah mereka. Namun dari sinilah PKS justru akan membuktikan kinerjanya lebih konkrit, bagaimana mungkin semboyan ”bersih, peduli, dan profesional” itu akan terbukti kalau tidak segera beraksi sebagai pemain? Sementara koalisi dengan partai besar memang jauh lebih menjanjikan untuk menjadi ’pemain inti’ daripada sekedar ’pemain cadangan’. Dan bukankah kontribusinya jauh lebih terasa? Itulah lompatan politik PKS: pencitraan dan kontribusi riil untuk masyarakat Indonesia. Bukankah dakwah hadir untuk memberi kemanfaatan pada umat? PKS mungkin tidak berkuasa secara struktural namun kontribusinya jauh bisa dirasakan masyarakat Indonesia dengan penetrasi kebijakan pemerintah.


Kedua, Citra sebagai Partai Terbuka akan semakin menguat. PKS tidak terlihat eksklusif dengan citranya sebagai partai Islam. Kemampuannya berbaur dengan partai yang tidak berasas Islam mampu menampilkan citra PKS yang kooperatif, akomodatif terhadap semua kepentingan, dan keluasan daya jangkau, tidak hanya untuk kalangan sendiri, namun juga masyarakat di luar kalangannya. PKS kemungkinan besar mampu meminimalisir kesan eksklusif dengan cara ini.


Ketiga, PKS ingin membuktikan kemampuan dan kesiapan mengelola negara tidak dengan mengunggulkan sisi normatif Islam, tapi dari sisi aplikatif dalam mengelola negara. PKS memberi bukti, bukan sekedar teori akan negara madani. Disinilah keunggulan Islam akan mampu dibuktikan. Melalui jalan ini PKS lebih mudah merebut simpati masyarakat untuk kemudian mempercayakan hidup mereka diatur dengan hukum Islam. Tentu saja ini bukan hal sederhana, butuh kerja keras, waktu panjang, tim solid, dan ketajaman imtuisi di samping kebutuhan mendasar lainnya. Misalnya nanti PKS berkoalisi dengan partai yang berkuasa, kemudian ia mendapat lahan kerja, maka ia mampu membuktikan kinerjanya yang lebih maksimal, daripada tidak berkoalisi dan tidak mendapatkan kesempatan membuktikan kinerja, bagaimana akan menghasilkan citra ”Bersih, Peduli, Profesional”?


Tentu saja kalau keputusan ini diambil, para anggota ”Dewan Syuro” PKS harus mempertimbangkan banyak hal agar penetrasi kebijakan ke pemerintah yang berkuasa nantinya optimal.Wallahu ’alam.


PKS menjadi Partai Oposisi Pemerintah


Jalan lain yang mungkin menjadi pilihan lain PKS adalah menjadi partai oposisi pemerintah selama 5 tahun ke depan. Menilik pengalaman dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengklaim dirinya menjadi partai oposisi dalam pemerintahan SBY lima tahun ini, kita mendapat banyak pelajaran di sana.


PDIP dalam pemilu 2004 kalah perolehan suaranya dari Partai Demokrat kemudian mengambil posisi sebagai partai oposisi dalam pemerintahan SBY. Selama ini Megawati selaku Ketua Umum PDIP banyak melakukan kritisi terhadap kinerja pemerintahan SBY. Sayangnya pengkritisian ini cenderung sekedar kritisi tanpa tawaran solusi yang konkret. Berbagai kebijakan SBY yang merugikan rakyat langsung mendapat kecaman gencar dari PDIP, secara otomatis memberikan citra yang bagus untuk PDIP, model seperti inikah juga yang akan diterapkan PKS bila menempatkan dirinya sebagai Partai oposisi 5 tahun mendatang?


Saat ini Demokrat memiliki peluang terbesar untuk memimpin Indonesia 5 tahun mendatang. SBY merupakan capres terkuat disana. Maka ada banyak hal yang mesti dipikirkan.Pertama, siapkah PKS dengan platform kenegaraan Indonesia? Artinya, kalau selama ini PKS gembar-gembor akan mendapatkan suara 20% dalam pemilu legislatif dan bila itu tercapai akan mencalonkan presiden dalam pemilu presiden – kenyataannya cita-cita 20% itu tidak tercapai sehingga pencalonan presiden pun gagal –, sudahkah PKS siap sesungguhnya dengan konsep kepemimpinan yang ia tawarkan?


Bila memang PKS telah memiliki konsep yang jelas terkait konsep kenegaraan yang ia bawa, ini akan menjadi senjata andalan kalau nantinya ia menempatkan dirinya sebagai partai oposisi dalam pemerintahan selanjutnya. Tentu saja dalam hal ini PKS sudah harus siap dengan data valid kekurangan dan kelebihan pemerintahan selama ini sehingga mengetahui betul bagian mana yang harusnya diperbaiki, dihapus, atau dipertahankan. Sementara SBY, yang sudah 5 tahun ini berpengalaman mengelola Indonesia, tentu memiliki platform kenegaraan yang mungkin sangat matang untuk 5 tahun berikutnya. Bila tidak hati-hati kekritisan itu malah bisa berbalik membunuh PKS sendiri.


Kedua, tawaran solusi apa yang akan ditawarkan PKS atas permasalahan bangsa yang mungkin tidak diakomodasi oleh pemerintah yang berkuasa. Ini menjadi catatan penting. Mungkin PKS memiliki banyak data tentang berbagai penyimpangan dan kebobrokan bangsa kita, namun bila ia sendiri tidak mampu menawarkan solusi, ini malah akan menjadi bumerang. Ia tidak mendulang suara justru masyarakat kecewa.


Ketiga, menjadi partai oposisi tidak berarti harus berdiri sendiri, tekanan terhadap pemerintah akan semakin kuat bila disampaikan oleh semakin banyak partai. Maka PR PKS dalam hal ini adalah seberapa kuat PKS mampu merangkul partai lain untuk menjadi partai oposisi sehingga kebijakan yang dihasilkan nantinya bisa lebih kuat daya dorongnya.


Perkembangan koalisi terakhir untuk partai Demokrat adalah bahwa partai-partai Islam Indonesia mulai merapat ke Demokrat, seperti PAN, PKB, PPP. Bila akhrinya PKS mengambil peran sebagai partai oposisi nantinya bisa jadi ini rawan konflik dengan partai Islam tersebut. Karena kritisi terhadap kebijakan pemerintah otomatis kritisi juga terhadap partai-partai Islam tersebut karena mereka mendukung Demokrat. Apakah ini malah tidak mengundang konflik dalam tubuh umat Islam sendiri?


Bila kita belajar dari PDIP, selama 5 tahun menjadi partai oposisi SBY, seberapa besar pengaruhnya terhadap kebijakan yang diambil SBY? Ini cenderung menunjukkan bahwa di Indonesia keberadaan partai oposisi belum terlalu signifikan dalam mempengaruhi kebijakan pemerintahnya. Walaupun mungkin saja ini akan berbeda bila PKS, sekali lagi, memiliki konsep yang lebih konkret dan aplikatif.


Realita PKS adalah partai dakwah menuntut PKS untuk bermanfaat sebanyak-banyaknya untuk umat. Bila hanya sekedar kekritisan yang ditawarkan tanpa solusi konkret yang bisa diterapkan, lebih baik PKS mengambil posisi ’damai’ dengan mendapat kesempatan untuk berbuat lebih banyak.Wallahu ’alam.


PKS sebagai Partai Independen


Seperti diungkapkan salah seorang politisi PKS, Agus Purnomo dalam detik.com bahwa mengambil posisi independen lebih nyaman, tetap saja ada banyak tantangan ketika PKS memilih posisi ini.Baiklah mungkin dengan menjadi partai independen PKS jadi lebih bebas, pertama, tidak terkena dampak buruk bila partai koalisinya tercitrakan buruk. Kedua, bisa lebih konsen dalam hal menyampaikan mandat rakyat. Ketiga, mungkin PKS bisa lebih konsen dengan agenda-agenda internal. Namun ini pun saya pikir tidak cukup menjanjikan untuk kelangsungan hidup PKS ke depan.


Partai independen dalam beberapa hal cenderung egois karena lebih fokus pada agenda-agenda partai, meskipun itu ditujukan mungkin untuk kepentingan negara. Dan ini bertentangan dengan wacana keterbukaan yang selama ini dihembuskan oleh PKS. Akan terjadi kontraproduktif dalam capaian-capaian yang digagas dengan cara yang digunakan. Menurut saya, justru PKS berjalan mundur bila mengambil pilihan ini.


Selain itu kesan ini mungkin akan terderivasi pada kesan semakin ekslusifnya PKS dari partai-partai yang lain karena menutup rapat-rapat pintu koalisi dengan partai lain. Kalau memang saat ini dakwah telah sampai pada mihwar muasasi menuju dauli, tidak layak kendaraan kita – PKS – justru menarik diri dari percaturan politik dengan menjadi partai independen.


Itu merupakan beberapa kemungkinan pilihan yang akan diambil PKS atas hasil pileg kemarin dan menghadapi pilpres Juli besok.


Bagaimanapun kesatuan itu lebih diprioritaskan daripada capaian-capaian besar di lapangan namun membuat kita berpecah belah.


Di sinilah jamaah dakwah ini diuji, di persimpangan jalan ini.


Wahtini

Aktivis Mahasiswa UNY
Read more »

 

KABAR DPRa Cibugel

KIPRAH KEWANITAAN

KOLOM

Selamat datang di Situs Partai Keadilan Sejahtera - DPRa Cibugel , AYO BEKERJA UNTUK NEGRI.