Rabu, Maret 09, 2011

PKS, Partai Paling Nasionalis ?

Beberapa minggu belakangan ini berita mengenai iklan PKS memenuhi media massa cetak dan elektronik, website, blog serta media komunikasi lain, mulai dari milis, sms sampai diskusi warung kopi. Iklan yang benar-benar mengguncang media massa Indonesia, terlepas itu positif atau negatif bagi PKS.

Namun demikian terlihat secara jelas pesan yang disampaikan oleh PKS melalui iklan yang dilanjutkan dengan pertemuan keluarga pahlawan itu.

Pesan-pesan tersebut secara kuat menginduksi kesadaran kita bahwa, menghargai pendahulu bangsa ini, betapapun buruknya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya.

Tidak harus kita memuja dan memuji pahlawan setinggi langit dan meletakkannya setingkat santa atau manusia suci. Karena kita harus sadar betul, bahwa banyak sekali orang-orang yang telah berjasa besar dalam memajukan bangsa ini tidak terlepas dari semua keburukannya.

Kesediaan untuk mengakui jasa dan kebaikan pendahulu akan memunculkan sifat positif, bahwa bangsa ini akan maju jika kita bersedia menghargai usaha anak-anak bangsa dari generasi ke generasi.

Kita sebagai generasi penerus memang sudah seharusnya untuk menghargai jasa-jasa besar generasi sebelumnya, tanpa terjebak dengan kesalahan yang pernah dilakukannya.

Nilai-nilai dan jasa baik pendahulu kita seharusnya kita kenang dan kita teruskan bahkan kita tingkatkan. Sedangkan keburukan-keburukannya kita reduksi dari ingatan dan biarlah menjadi catatan sejarah yang tidak akan kita ulangi.

Sikap menghargai hal-hal positif di masa lalu akan lebih konstruktif untuk membangkitkan motivasi seluruh komponen bangsa daripada sekadar 'sok suci' dengan memaki-maki, padahal tidak punya kontribusi kecuali hanya berupa komentar yang kontra produktif.

Jika ingin maju, maka kita harus menyatukan potensi bangsa tanpa memandang perbedaan yang ada. Kita satukan energi dan fokuskan pada hal-hal positif yang telah dilakukan oleh seluruh komponen anak bangsa.

Satu kata bertuahnya adalah rekonsiliasi. Lupakan perbedaan, lupakan kesalahan dan hal-hal yang menyakitkan. Mari bergandengan tangan, berikan kelebihan-kelebihan kita dan saling tutupi kelemahan-kelemahan yang ada.

Pesan yang tidak kalah kuatnya adalah kesan tentang kesadaran para pengurus PKS yang patriotik: Bersedia berkorban. Tidak berbicara menggunakan kata-kata tetapi tindakan.

Setelah sekian ribu atau puluh ribu aksi sosial dan penolakan terhadap korupsi, sekaligus berperan besar dalam pengungkapannya maka sekarang mereka meneriakkan jargon rekonsiliasi.

Dengan kata-kata itu pulalah PKS dihujat oleh para aktivis sebagai pengkhianat walaupun mereka yang paling bersih. Babak belur dihajar opini sebagai anti reformasi, walaupun mereka yang paling depan dalam berjuang. Dituduh menerima amplop dari Cendana dan beribu caci maki dan sumpah serapah lainnya. Tapi itu semua diterima sebagai resiko dalam memperjuangkan kebaikan bangsa.

Sikap patriotik itu jauh lebih mulia daripada pendapat-pendapat dari orang yang ingin dikesankan bersih dari Orba, padahal dalam hatinya penuh ambisi dan rasa dengki. Mereka berani dengan lantang berteriak rekonsiliasi, bahkan memelopori saat kata itu belum disadari arti pentingnya.

Mereka seakan tidak takut kehilangan suara dalam memperjuangkan kesatuan bangsa demi kejayaan Indonesia. Tidak 'jaim' demi kursi yang diincar, siap tidak populer demi bangkitnya tanah air.

Seandainya disuruh memilih tentang rasa nasionalisme partai-partai yang berlaga pada Pemilu 2009, secara fair saya harus yakini bahwa PKS adalah yang paling nasionalis, walaupun sayang sekali dasarnya menggunakan agama tertentu.

PKS masih harus meyakinkan kepada kalangan non Islam, bahwa perjuangan PKS benar-benar tulus untuk bangsa Indonesia secara keseluruhan bukan hanya untuk golongannya. Pertanyaan besarnya adalah apakah PKS serius memperjuangkan aspirasi kami ?

http://www.inilah.com/berita/citizen...ng-nasionalis/
----------------------
Read more »

Dukungan Angket PKS Tidak Untuk Jatuhkan SBY

Sleman (ANTARA News) - Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid menyatakan dukungan partai ini terhadap hak angket kasus mafia pajak dan angket Century bukan dimaksudkan untuk menjatuhkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Dukungan PKS terhadap dua angket tersebut bukan untuk menjatuhkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, namun untuk melaksanakan kontrak politik yakni menciptakan pemerintahan yang bersih," kata Hidayat Nurwahid seusai mengikuti pembukaan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PKS di Sleman, Yogyakarta, Kamis malam.

Menurut dia, PKS siap keluar dari koalisi jika memang itu dibutuhkan dalam konsistensi kontrak politik tersebut.

"Namun kami tidak yakin jika karena mendukung angket tersebut akan membuat PKS terancam dan kadernya di kabinet di `reshuffle`," katanya.

Ia mengatakan, jika PKS keluar dari koalisi, siapa yang akan masuk mengantikannya. "Kalau PDIP yang masuk, itu jelas akan membingungkan publik karena selama ini mereka yang mengusulkan dua angket itu (Century dan Pajak), sehingga sangat disayangkan dengan langkah itu," katanya.

Hidayat mengatakan, dirinya tidak yakin bahwa hanya karena polemik di dua angket itu akan membuat PKS terancam dan di "reshuffle" dari kabinet.

"Saya kira beliau punya pemikiran yang panjang , tak serta merta hanya soal dua ini lalu melakukan `reshuffle`. karena tujuan kami sebenarnya untuk memperkokoh koalisi dan membuat citranya semakin baik mewujudkan `clean governance`," katanya.

Hal sama juga disampaikan Mentri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring yang mengatakan PKS siap saja keluar dari koalisi dan juga direshufle dari kabinet Indonesia bersatu II.

"Langkah kami mendukung dua angket itu bukan untuk menjatuhkan SBY tapi untuk melaksanakan kontrak potilik mewujudkan 'good' dan 'clean governance'," katanya.

Ia mengatakan, `reshuffle" hak prerogatif presiden yang tak bisa diotak-atik sehingga semuanya diserahkan kepada presiden.

"Kami serahkan semua itu ke presiden yang jelas sekarang tetap bekerja sebaik-baiknya sesuai bidang yang ada," katanya. (ANT/K004)

Editor: B Kunto Wibisono


COPYRIGHT © 2011

Read more »

Beranikah SBY Copot PKS dari Koalisi?


Headline


INILAH.COM, Jakarta - Beranikah presiden SBY menendang keluar PKS dari Setgab Koalisi setelah Partai Demokrat kehilangan kesabaran atas sikap PKS yang mendua terhadap koalisi? Beranikah Cikeas bertindak?

Moh Shofan MA, pengamat politik dari Yayasan Paramadina mengungkapkan, publik kini menunggu aksi Presiden SBY terhadap PKS yang bisa dikategorikan ‘membangkang’ terhadap koalisi.

“Beranikah SBY menendang keluar PKS dari koalisi? Kalau cuma Demokrat yang kecewa dan frustasi, namun SBY tetap merasa enjoy, ya buat apa? Sekali lagi, beranikah SBY menyingkirkan PKS dari setgab koalisi? Saya yakin tidak,” paparnya.

SBY, katanya, selalu mencari harmoni dan menghindari konflik. Karena itu, PKS berani bersikap lain dari Demokrat lantaran merasa memiliki bargaining dan nyali politik Islami.

Sejauh ini, PKS tetap menyatakan setia kepada koalisi meski menusuk jantung koalisi dengan aksi mendorong angket pajak di DPR. Demokrat juga mengaku lelah dan muak dikhinanati PKS. Puncak kekesalan Demokrat adalah ketika PKS mendukung usulan hak angket pajak saat voting, Selasa (22/2/2011) malam.

Seperti diberitakan, berdasarkan hasil voting sidang paripurna, hak angket pajak dinyatakan ditolak. Sebanyak 266 anggota menyatakan menolak hak angket pajak. Sedangkan yang mendukung hanya 264 anggota.

Partai Demokrat pun mempersilakan PKS berjiwa ksatria menyatakan keluar dari Setgab Koalisi dan memilih menjadi oposisi bersama PDIP. Sikap PKS yang ambigu seperti itu dinilai tidak etis. “Jabatan menteri dan lainnya mau tapi pemerintah dikhianati terus, ini munafik," ujar fungsionaris DPP Partai Demokrat Tri Yulianto.

Kubu Demokrat menilai, sikap 'mbalelo' PKS sudah tak bisa ditolerir lagi. Sebab sudah dua kali PKS berseberangan dengan Partai Demokrat yaitu ketika hak angket Century dan usulan hak angket pajak.

Namun demikian, meski PKS dinilai Demokrat tidak etis, selama SBY tak menyingkirkan PKS dari koalisi, maka wajar saja jika partai itu tetap merasa aman di dalamnya. Itulah politik! [mdr]

Read more »

PKS Konsisten Dengan Sikap Anti Korupsi Dan Layak Dikeluarkan Dari Koalisi!

JAKARTA, RIMANEWS ---– Partai politik (parpol) pendukung koalisi mendorong Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk keluar dari koalisi. Keputusan ini terkait sikap partai tersebut yang tidak merasa bersalah terkait langkahlangkah politik yang sering berseberangan dengan parpol lain yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan (Setgab).

Ketua DPP Partai Amanat

Nasional (PAN) Bima Arya Sugiarto menandaskan, jika menyimak dari pernyataan para pimp

inannya, PKS sangat siap mengambil peran yang berbeda di luar pemerintahan.” Itu harus dihargai karena artinya PKS konsisten dengan langkah-langkahnya yang sangat kritis terhadap pemerintahan koalisi,”katanya. DPP Partai Demokrat juga mempersilakan PKS keluar koalisi secara ksatria daripada terus memolemikkan apa hakikat dari koalisi.

Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Saan Mustopa mengungkapkan, pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah sangat jelas bahwa koalisi yang dibangun untuk menyukseskan pemerintahan. Karena itu, jika lebih memilih untuk terus berbeda dengan pemerintahan dan koalisi pada umumnya, langkah terbaiknya adalah memutuskan berada di luar koalisi.”PKS kan sudah bilang bahwa siap menjadi oposisi dan lebih nyaman berada di luar. Silakan itu diputuskan untuk menjadi oposisi tunggal yang selalu dibanggakan,” kata Saan di Gedung DPR,Jakarta,kemarin.

Sekretaris Fraksi Demokrat ini menegaskan, apa yang disampaikannya bukanlah wacana baru ataupun tuntutan yang mengada-ada. Dia mengacu pada pidato Presiden SBY yang juga jelas menyatakan ada beberapa partai yang tidak komitmen menjalankan kontrak koalisi. Menurut dia, apa yang telah diutarakan Presiden SBY mengenai keresahannya atas beberapa partai koalisi bukan saja atas rekomendasi dari Partai Demokrat.

Presiden SBY, lanjutnya, juga mendengarkan aspirasi dari mitra koalisi lain seperti PAN dan PKB yang selama ini juga merasakan keresahan yang sama.”Jadi apa yang kita sampaikan adalah sikap rasional kita, bukan emosional. Ini sudah didiskusikan secara matang,” ungkapnya. Sekretaris Setgab Syarif Hasan juga menilai,PKS layak keluar dari koalisi karena tidak hanya membangkang soal sikap hak angket mafia pajak, tapi juga tidak memiliki komitmen pada Setgab.

Hal ini berbeda dengan sikap Partai Golkar yang masih menghormati Setgab. Dia pun mengingatkan, bila PKS tak memiliki komitmen, kemungkinan Presiden SBY akan mengeluarkannya dari koalisi. ”Kalau masih tidak komit, pasti akan keluar lah. Bisa terjadi kalau memang PKS masih mau mengubah mindset politiknya bahwa mereka akan komit terhadap koalisi, kemungkinan ada saja,” ungkap politikus senior Partai Demokrat yang kini menjabat menteri koperasi dan UKM ini.

Wakil Direktur Pusat Analisis dan Riset Rakyat (Parra) Indonesia Ishan Jauhari menilai, dari tujuh isu krusial nasional yakni pemilihan Gubernur BI, pemilihan Kapolri, pemilihan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI), pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dana aspirasi, Undang-Undang Pemilu, dan hak angket perpajakan, sikap PKS bersama Partai Golkar yang paling tidak konsisten.

Setelah dilakukan analisis dan penilaian, secara akumulatif dua partai tersebut banyak perbedaannya dibanding kesamaannya dengan suara mayoritas dan arahan koalisi. Ishan membeberkan, Partai Golkar cuma dapat skor 17 dan PKS dapat 18. Nilai ini sangat rendah dibanding PKB yang mendapatkan skor 30,PPP (31), dan PAN (34). ”Jika analisis ini dijadikan dasar, memang sangat wajar jika ada desakan agar Presiden SBY bertindak tegas dan merombak struktur Setgab dan kabinet agar lebih efektif,”tandasnya. Sementara itu, PKS menegaskan tidak akan mengubah sikap meskipun menanggung risiko hengkang dari koalisi.

Sekretaris Jenderal DPP PKS Anis Matta menegaskan, pihaknya selalu siap untuk menerima apa pun hasil evaluasi yang dilakukan Presiden. ”Di luar atau di dalam (koalisi) sama saja.Kita santaisantai saja, tidak khawatir,” ucap Anis di Gedung DPR, Jakarta,kemarin. Namun, dia menggariskan, apabila keberadaan PKS di dalam koalisi diakhiri, harus dilakukan secara baik-baik atau tertulis karena kontrak politik untuk koalisi dengan Presiden SBY juga dilakukan secara tertulis.

”Kalau harus cerai, cerai dengan baik.Ada dokumen tertulis yang bisa dilihat,” ujar Anis. Dia lantas menandaskan, permasalahan dalam koalisi terletak pada pola komunikasi. Persoalan strategis semestinya dibahas langsung oleh Presiden SBY dan seluruh pimpinan partai politik. Dalam dua kasus yakni angket Century dan mafia pajak, Anis mengakui tidak pernah ada kesepakatan. Misalkan kasus Century, PKS sebelumnya pernah bicara kepada Presiden SBY.

”Beliau bilang, silakan. Tapi,Demokrat bilang mundur. Ini membingungkan, kenapa ada perbedaan Presiden SBY dan Demokrat. Masalah ini yang harus dievaluasi,” tegasnya. Lebih jauh dia menilai,pola komunikasi dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) sudah melenceng. Wadah itu tidak lagi untuk komunikasi, tapi lebih pada sosialisasi kebijakan. ”Kita tidak ingin jadi pemadam kebakaran,”ujarnya. Berbeda dengan PKS yang memilih konfrontatif,DPP Partai Golkar memilih sikap lunak dalam menghadapi rencana tata ulang koalisi.

Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham menegaskan partainya menghormati pernyataan Presiden SBY dan siap untuk memperkuat koalisi.Namun, dia menggariskan bahwa koalisi seharusnya bukan sekadar mengawal kekuasaan, melainkan juga lebih bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Sikap Golkar yang mendukung angket Century dan mafia pajak, lanjut dia, harus dilihat sebagai upaya memperkuat visi Presiden SBY mewujudkan pemerintahan yang bersih.

”Kalau sebaliknya,melemahkan pemerintahan Presiden SBY. Siapa pun yang objektif dan rasional, pasti sependapat dengan Golkar,” katanya. Sebelumnya Presiden SBY mempersilakan mitranya keluar dari koalisi jika tidak bisa memenuhi etika dalam berkoalisi. Sebagai ketua koalisi, Presiden SBY mengingatkan bahwa 11 butir kesepakatan yang disebut sebagai Code of Conduct seharusnya bisa dijalankan oleh mitra koalisi,bukan sebaliknya.

Dalam pandangan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini,beberapa mitra koalisinya akhir-akhir ini tidak konsisten terhadap 11 kesepakatan yang telah diteken antara dirinya sebagai Presiden terpilih 2009-2014 dan partaipartai yang tergabung dalam mitra koalisi.Enam partai yang menandatangani kesepakatan pada Oktober 2009 itu yakni Partai Golkar,PKS,PAN,Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB),dan Partai Demokrat.

SBY Kirim Surat

Presiden SBY berencana melayangkan surat kepada anggota partai koalisi dalam waktu dekat. Melalui surat tersebut, Presiden SBY akan meminta ketegasan anggota partai koalisi untuk segera menentukan sikap apakah akan tetap bergabung dengan koalisi dan mendukung pemerintah atau keluar dari koalisi. ”Pesan tunggalnya sama, menanyakan kembali komitmen dan apakah mereka untuk tinggal atau pergi. Enggak ada jawaban abu-abu.

Ditanyakan dengan bahasa yang lugas,saya kira menjadi spirit surat itu,” kata Staf Khusus Presiden Bidang Politik Daniel Sparingga di Bina Graha kemarin. Daniel mengatakan, surat tersebut akan menjadi referensi serta pertanyaan final mengenai situasi sekarang ini, terutama setelah partai koalisi terpecah saat pemungutan hak angket Bank Century dan hak angket mafia pajak di DPR.

”Saya kira reshuffle hanya implikasi sederhana dari perubahan konfigurasi bila itu terjadi dan kompetitif. Dan itu percakapan yang mungkin menarik, tetapi hanyalah akibat dari apa yang terjadi dalam kerangka komunikasi,” papar Daniel. Pengajar Universitas Airlangga Surabaya ini mengingatkan ada satu hal yang mendesak yang harus segera dibereskan dalam waktu dekat yakni komitmen bersama partai koalisi.Dengan masa pemerintahan tersisa 3,5 tahun lagi, Presiden SBY berharap pemerintah berjalan lebih efektif tanpa ada ganjalan dari koalisi.

”Pemerintah ini usianya tinggal 3,5 tahun. Kalau mau bicara lebih terang, tinggal 2,5 tahun karena satu tahun akan terpakai untuk persiapan pemilu. Presiden SBY dan Pak Boediono tidak bisa membayar lebih mahal dari 1,5 tahun pertama ini. Mereka ingin memastikan ada pemerintahan yang lebih efektif dan itu mungkin terjadi di antaranya kalau koalisi ini bisa diandalkan,” katanya. Selain mengirim surat, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi juga sudah diberi mandat untuk berkomunikasi dengan menteri-menteri dari partai-partai yang bermasalah.

Daniel menambahkan, dalam satu dua hari terakhir,Presiden juga terus melakukan komunikasi secara maraton dan intensif, terutama dengan pimpinan partai politik. Kemarin,Presiden SBY juga sempat pertemuan tertutup dengan Ketua Umum DPP PKB yang juga Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar di Wisma Negara. Empat petinggi Partai Demokrat turut mendampingi Presiden yakni Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Mohammad Jafar Hafsah,serta Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat Andi Mallarangeng.

Tidak ada satu patah kata pun yang terlontar dari mereka seusai pertemuan. Anas,Marzuki,dan Jafar hanya melambaikan tangan kepada wartawan. Sebelumnya, Selasa (2/3), Ketua Umum DPP PAN Hatta Rajasa menemui politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Taufiq Kiemas. Mantan Sekjen DPP PDIP Pramono Anung saat dikonfirmasi mengakui bahwa hingga saat ini PDIP terus diajak komunikasi dan diberikan tawaran untuk masuk dalam kabinet.

Dia juga mengakui ada komunikasi dengan pihak koalisi terkait itu. Namun, dia menegaskan bahwa PDIP dalam kongres terakhir memutuskan untuk berada di luar pemerintahan. Pramono juga menegaskan, Megawati selaku ketua umum diberikan kewenangan jika untuk membuat formulasi ada perubahan sikap politik. Tetapi, Megawati selama ini telah menunjukkan sikapnya sebagai politikus yang konsisten. ”Jadi kata kuncinya tetap ada di Ibu Megawati,”ungkapnya. (Juf/SI)

Read more »

 

KABAR DPRa Cibugel

KIPRAH KEWANITAAN

KOLOM

Selamat datang di Situs Partai Keadilan Sejahtera - DPRa Cibugel , AYO BEKERJA UNTUK NEGRI.