Jumat, Mei 15, 2009

Suara Umat

Kritik Koalisi PKS

Assalamu'alaikum

Saya dan mungkin sebagian besar simpatisan dan kader partai-partai Islam sangat prihatin dengan hiruk pikuk koalisi partai-partai di kubu SBY. Pasalnya, semua partai papan tengah yang ikut di koalisi SBY adalah partai-partai Islam, termasuk PKS.

Buat saya, soal pilihan koalisi mereka ke SBY tidak masalah. Mungkin mudharatnya lebih kecil daripada koalisi dengan kubu capres yang lain. Tapi, ada catatan yang saya ingin ungkapkan dan mudah-mudahan ada jawaban dari pihak yang terkait. Yaitu, perilaku politik para elit partai Islam dalam dinamika penunjukkan cawapres oleh SBY. Dan pelopor mereka adalah PKS.

Saya sebenarnya berharap kalau PKS bisa menjadi lokomotif untuk melakukan koalisi baru dengan mengambil momentum bagus itu untuk membuat koalisi Islam atau apalah namanya. Dari situ, koalisi baru ini mengusung capres dan cawapres wajah baru yang berasal dari partai Islam. Saya yakin, ada peluang mereka bisa menang.

Tapi sayangnya, semua manuver itu, terutama oleh PKS, cuma karena kepentingan kecil. Bukan hal besar seperti arah kebijakan ekonomi lima tahun kedepan, dan lain-lain. Perkara yang diributkan sampai menyedot begitu banyak perhatian publik ternyata tak jauh dari soal kepastian pembagian jatah yang belum diungkapkan langsung oleh SBY.

Saya terus terang kaget ketika di salah satu portal berita online memuat wawancara dengan petinggi PKS yang menjabat sebagai ketua majelis Syuro, Hilmi Aminuddin. Dia mengatakan sesuatu yang bagi saya sangat tabu dan tidak pantas, walaupun itu cuma perumpamaan. Yaitu, 'Ada duit, ada barang'.

Saya tidak tahu maksud secara mendalam pribadi petinggi PKS ini. Tapi, dengan pernyataan itu, seolah membuka bahwa selama ini PKS hanya mengejar jatah barang dan uang. Barangnya saya tidak tahu, tapi uangnya mungkin bisa dipahami sebagai kompensasi untuk partai dari SBY.

Saya mohon supaya partai-partai Islam, termasuk PKS bisa melakukan pembenahan secara mendasar. Jangan sampai masyarakat khususnya generasi muda seperti saya, menjadi putus semangat untuk menyongsong kebangkitan Islam di Indonesia ini.

Wassalamu'alaikum

Siti Tasniyatun, Jakarta. (sititasniyatun@yahoo.co.id)
Read more »


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Majelis Pertimbangan Pusat Partai Amanat Nasional Amien Rais tetap pada pendiriannya bahwa Boediono bukan sosok yang tepat sebagai cawapres. Ia bahkan menyebut jika pasangan SBY-Boediono maju dan jadi terpilih malah akan menambah beban bagi pemerintah.


"Bagaimana bisa Boediono yang tanpa kaki politik langsung melambung jadi cawapres. Padahal kita punya pendapat kalau dari parpol lebih kuat posisi SBY dan di parlemen bisa diamankan," kata Amien Rais seusai pertemuan dengan pimpinan DPW dan DPC PAN DKI Jakarta di Hotel Sofyan, Jakarta Pusat, Rabu (12/5) malam.


Karena itu, Amien melanjutkan, ia belum dapat memahami sepenuhnya kenapa Boediono yang dipilih SBY. Amien menilai Boediono termasuk ekonom yang pro asing sehingga kurang dapat memperjuangkan kemandirian perekonomian bangsa.


"Saya mengatakan, Boediono tidak lagi jadi aset tapi jadi beban," ujar Amien. Ia mengatakan, dengan memasang cawapres Boediono, belum tentu bisa layak dijual bahkan malah bisa jadi hambatan sehingga paket SBY-Boediono mengempes.


Ia mengatakan telah menyampaikan unek-uneknya itu langsung saat menemui SBY tadi pagi. Dalam pertemuan itu, SBY telah memberikan penjelasan selama setengah jam, tetapi menurut Amien tak sepenuhnya masuk akal.
Read more »

Undangan Deklarasi SBY Ternyata Cantumkan Nama Cawapres Boediono



JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden PKS Tifatul Sembiring enggan angkat bicara soal Cawapres yang akan mendampingi SBY di Pilpres 2009.


Meski telah menerima undangan kedua dari acara deklarasi Partai Demokrat, yang rencananya digelar di Gedung Sabuga, Bandung, Jawa Barat, pada Jumat (15/5) malam, Tifatul mengaku tidak tercantum nama Cawapres dalam undangan tersebut."Undangan sudah kami terima untuk besok, Jumat (15/5).


Tapi nama Cawapresnya masih kosong. Karena belum resmi kan. Jadi ada SBY dan Cawapres, itu aja tulisannya," ungkap Tifatul dalam jumpa pers di kantor DPP PKS, Jalan Mampang Prapatan Raya, Kamis (15/5) malam.


Pernyataan Tifatul berbeda dengan informasi yang diperoleh Persda Network dari internal PKS. Sumber yang tidak mau disebutkan namanya itu mengatakan bahwa dalam undangan acara deklarasi PD tertulis nama Boediono sebagai Cawapres. "Tapi enggak tahu apakah nanti bakal ada dari PKS yang hadir," kata sumber tersebut.


Tifatul mengatakan sebagai partai yang menempati urutan keempat di hasil perolehan suara di Pemilu Legislatif, wajar jika kemudian PKS mengajukan Cawapres. Apalagi tiga pemenang Pileg teratas sudah bertekad mengajukan Capres. Dan berdasarkan hitung-hitungan, parpol pengusung koalisi memiliki persentase lebih besar jika seandainya tercipta koalisi antara PD dengan PKS, PAN, PKB, dan PPP."Jumlah kami semua ini kalau seandainya jadi (koalisi), Demokrat, PKS, PKB, PAN, dan PPP itu 56 persen. 26 persen itu dari Demokrat, berarti ada 30 persen pengusungnya. So itu wajar-wajar saja ya kalau kita mengajukan cawapres dari parpol pengusung," tegas Tifatul.S


ayangnya, Tifatul tidak mau menyebutkan tiga nama cawapres PKS yang sudah diajukan ke SBY. Begitu pula dengan satu orang profesional yang didukung untuk menjadi Cawapres. "Yang orang PKS saja kita enggak sebutin," imbuhnya.

Read more »

PKS-PD Bahas Nasib Koalisi Sore Ini


"Pertemuan itu akan membahas seputar lobi-lobi antara PKS dan SBY. Dalam pertemuan itu PKS akan menanyakan apa saja pertimbangan SBY memilih cawapres Boediono. Keinginan kita ya masih sama, dan kita harap SBY bisa memberi penjelasan," paparnya.

INILAH.COM, Jakarta - PKS sore ini akan menerima 3 utusan yang ditunjuk langsung oleh SBY. Lobi-lobi dan pembicaraan akan mengarah kepada alasan SBY memilih cawapres Boediono. Meski tak berhasil bicara langsung dengan SBY, PKS mengaku tak kecewa.

"Namanya juga orang yang diutus, ya kita harus gimana, ya diterima saja," kata anggota tim 5 PKS Mahfudz Siddiq saat dikonfirmasi INILAH.COM di Jakarta, Kamis (14/5).

Ketua FPKS ini mengaku diberitahu oleh Sekjen PD Marzuki Alie bahwa sore ini rencananya 3 utusan SBY akan datang ke DPP PKS. "Sekitar sore utusan itu akan datang ke DPP PKS, namun jam berapa kita bertemu masih belum tahu, kita tunggu saja," imbuhnya.

Ia belum mengetahui siapa saja 3 utusan SBY itu. Dalam pertemuan itu nanti akan diterima di antaranya oleh Presiden PKS Tifatul Sembiring dan Sekjen Anis Matta. "Pertemuan itu akan membahas seputar lobi-lobi antara PKS dan SBY. Dalam pertemuan itu PKS akan menanyakan apa saja pertimbangan SBY memilih cawapres Boediono. Keinginan kita ya masih sama, dan kita harap SBY bisa memberi penjelasan," paparnya.

Terkait apakah PKS akan menghadiri deklarasi SBY di Bandung, ia mengatakan itu tergantung pada hasil pertemuan dengan 3 utusan SBY nanti. Karena PKS baru hanya menerima undangan dari Demokrat secara lisan, undangannya belum PKS terima.

"Kita lihat perkembangan berikutnya, karena tak ingin fokus atau konsentrasinya terpecah pada saat memutuskan koalisi nanti. Pada dasarnya PKS menginginkan pada saat deklarasi dan pendaftaran capres-cawapres ke KPU, itu adalah calon yang yang sesuai dengan kesepakatan politik atau kontrak politiknya," pungkas Mahfudz. [ikl/ton
Read more »

PKS Luruskan Penolakan Terhadap Boediono


Seharusnya, sebelum memutuskan calon pendampingnya, baik SBY maupun Partai Demokrat berkomunikasi terlebih dahulu dengan mitra koalisi. Ini kan tidak. Bagaimana kami menjelaskan kepada konstituen PKS jika ikut koalisi di situ?”

Riliskan!com–Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meluruskan isu yang berkembang mengenai penolakan partai dakwah ini atas pilihan Boediono sebagai cawapres pendamping Susilo Bambang Yudhoyono.

Sekjen DPP PKS Anis Matta menyatakan bahwa hak memilih calon pendamping memang ada di tangan SBY dan Partai Demokrat yang memiliki suara besar dalam pemilu legislatif lalu. PKS, katanya, tidak keberatan. Namun, menurutnya, cara penentuan cawapres tersebut mengindahkan komunikasi politik yang baik.

“Seharusnya, sebelum memutuskan calon pendampingnya, baik SBY maupun Partai Demokrat berkomunikasi terlebih dahulu dengan mitra koalisi. Ini kan tidak. Bagaimana kami menjelaskan kepada konstituen PKS jika ikut koalisi di situ?” tanya Anis dalam jumpa pers di ruang rapat pimpinan FKPS DPR, Kamis (14/5).

Saat ditanya apakah PKS akan tetap berkoalisi dengan Demokrat atau ke kandidat yang lain, seperti JK-Wiranto, Anis menyerahkan pada pemegang otoritas, yakni Majelis Syuro PKS. Kesepakatan berkoalisi, menurutnya, dibangun bukan untuk jangka pendek. Salah satu prinsipnya, katanya, adalah pola komunikasi yang hendak dibangun sebagai dasar yang kokoh dan solid dalam berkoalisi. (sal)
Read more »

Kamis, Mei 14, 2009

PKS, Diantara Sikap Pilihan SBY?

Mestinya, PKS sudah lebih dari cukup untuk dapat memahami, bagaimana karakter, perilaku politik, arah, orientasi, dan dasar pandangan ideologi Presiden SBY. Waktu lima tahun sudah cukup. Sebagai mitra koalisinya. Untuk memahami semua aspek kebijakan, yang diwujudkan dalam pemerintahannya, selama kurun waktu yang ada, dan semuanya itu menjadi cerminan pribadi Presiden SBY, secara utuh. Semuanya, tentu sudah dapat dibaca dan disimpulkan, tanpa banyak membuang waktu, yang mengakibatkan munculnya destruksi atau damage terhadap PKS.

Kalau sekarang yang menjadi persoalan PKS, karena pilihan tokoh yang menjadi cawapres, dan SBY memilih Budiono, dan itulah pilihan yang sebenarnya Presiden SBY. Setidaknya, yang dimaksud sesuai dengan salah satu kriteria, cawapres, yang dibuat Presiden SBY, diantaranya adalah faktor ‘chemistry’, tak lain, tokoh Budiono itu, secara karakter, perilaku politik, arah, orientasi, serta pandangan ideologinya sama dengan Presiden SBY.

Disisi lain, posisi Budiono, seorang ekonom, yang pernah menjabat menjadi Menkeu di era Mega, dan menjadi Menko Ekuin, serta Gubernur BI, di era SBY, serta relasinya dengan World Bank, IMF, serta lobby Washington, yang pengaruhnya terhadap Indonesia sangat kuat, ditambah lagi dengan posisi Indonesia yang masih mempunyai utang luar negeri, yang jumlahnya hampir mencapai lebih 2000 trilyun, dan ditambah krisis global, yang ada sekarang ini, dan belum menampakkan kapan bakal berakhir, dan lebih-lebih kepentingan masa depan Partai Demokrat, maka seperti yang dikatakan oleh Ahmad Mubarok, Ketua Partai Demokrat, tidak mungkin SBY memilih cawapresnya dari partai politik mitra koalisinya.

Budiono adalah bagian representasi dari bangunan yang sudah lama, tertanam di Indonesia, sejak awal Orde Baru, di mana Indonesia masuk ke dalam sistem kapitalisme global, dan ada yang disebut kelompok ‘Mafia Berkely’, sejak zamannya Widjojo Nitisastro, yang menjadi generasi pertama, dan menjadi arsitek ekonomi Indonesia. Bersama kelompoknya, mereka akan terus dipertahankan oleh siapa saja yang bekuasa, khususnya untuk menjaga konsistensi hubungan Indonesia dengan lembaga-lembaga multilateral dan lobbi Washington.

Sekarang generasi berikutnya, yang akan menjadi ‘nakhoda’ dibidang ekuin, yaitu Sri Mulyani, dan pernah berkarir di perwakilan IMF, di kawasan Asia. Menjadi sangat pararel, di mana saat Budiono menjadi wakil presiden, dan yang menangani dibidang ‘ekuin’ tetap orang-orang yang menjadi kepercayaan dari kelompok ‘Berkely’ ini, sehingga konsistensi kebijakan ekonomi yang lebih pro-Barat, tetap terjaga.

Betapapun, Indonesia tetap mempunyai nilai strategis, dilhat dari segi geopolitik, bukan hanya letak geographisnya, tapi Indonesia memiliki sumber alam, yang luar biasa melimpah, dan asset yang besar, dan jumlah penduduknya, nomor empat di dunia, tetap penting di mata dunia. Inilah sedikit latar belakang SBY memilih Budiono menjadi wakil presiden yang akan dideklarasikan 15 Mei mendatang.

Persoalannya, mengapa PKS dengan sangat mudah, kesannya dapat digalang, melalui ‘orang-orang’nya SBY, saat sebelum pemilu berlangsung? Apa sebenarnya yang ditawarkan oleh Hatta Rajasa, orang yang mendapat tugas khusus melakukan missi pendekatan kepada PKS dan partai-partai Islam itu? Sehingga, mereka berbondong-bondong masuk ke kubu ‘Cikeas’, di mana saat itu, SBY dalam kondisi krisis, karena menghadapi raksasa ‘PDIP’ dan ‘Golkar’, dan keduanya menjadi ‘musuh’ SBY, dan momentumnya, terjadi perpecahan antara SBY dengan JK?
Ketika Presiden SBY menghadapi krisis, terutama sebelum menghadapi pemilu, berhasil menggalang partai-partai Islam, termasuk PKS yang lebih dahulu masuk ke dalam mitra koalisi. Disini ada faktor : ‘Hatta Rajasa’, yang melaksanakan missi dari Presiden SBY, yang secara persuasive dapat mempengaruhi elite PKS, dan mungkin sampai disini, Hatta Rajasa melepaskan ‘balon’, mungkin rekaan, dan menjadi ‘umpan’ terhadap PKS dan partai-partai Islam lainnya, bahwa dirinya menjadi ‘putera mahkota’ (cawapres), agar mereka masuk ke ‘bubunya’ Presiden SBY.

PKS dan partai-partai Islamnya, percaya bahwa Hatta Rajasa akan menjadi ‘wapres’, dan mereka mengharapkan dengan posisi Hatta itu, partai-partai Islam yang menjadi mitra koalisi, mempunyai akses politik, melalui jalur Hatta Rajasa. Hitung-hitungan yang sifatnya pragmatis itu, yang mungkin menjadi pegangan mereka, dan mendasari pilihan koalisi itu. Dan, tentu informasi dari Hatta itu, menjadi pegangan mereka. Bahkan, tokoh seperti Amin Rais pun, menghadap SBY, karena hanya mengandalkan informasi dari Hatta Rajasa.

Pemilu sudah usai, dan posisi Demokrat sudah kokoh, serta mendapatkan dukungan suara, yang cukup 20.85 persen. SBY, bebas menentukan pilihannya, dan pilihan itu jatuh kepada Budiono,seorang ekonom, yang diyakini mampu mendampinginya, dan membantu memberikan arah kebijakan dibidang ekonomi, guna mengatasi krisis ekonomi. Missi Hatta Rajasa, sudah usai, dan momentumnya, hanya tinggal deklarasi yang akan digelar di Bandung.

SBY dan Budiono, kuasi dari militer-sipil, yang sama-sama memiliki pandangan yang sama, pro-Barat, dan keduanya Islam ‘abangan’, yang cenderung sekuler. Inilah yang mungkin dapat diterima oleh fihak Barat, yang memiliki kepentingan di Indonesia, yang merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dan inilah yang disebut dalam terminologi mereka sebagai Islam ‘moderat’ oleh Barat.

Lalu, apa yang harus dilakukan oleh PKS, menghadapi situasi politik yang ada ini, memilih tetap melakukan koalisi dengan Demokrat, membentuk poros koalisi sendiri dengan partai-partai Islam, bergabung dengan Golkar dan Hanura, mendukung pasangan JK/Warinto, atau pilihan terakhir, fokus di parlemen, disertai terus melakukan control terhadap pemerintahan yang ada, dan melakukan ‘hisbah’ (amar ma’ruf nahi munkar), sehingga tetap terjaga citra PKS, sebagai partai yang mengadepankan citra bersih, peduli dan professional.

Pilihan terakhir yang paling mungkin , yaitu fokus di parlemen, dan terus melakukan kapitalisasi potensi dan kekuatan, dan membangun sumber daya manusia (SDM), khususnya untuk menghadapi masa depan, yang penuh dengan tantangan, dan membangun infrastuktur bagi perjuangan dan menegakkan da’wah.

Ini pilihan yang paling sedikit efek ‘damage’nya, dibandingkan harus terus disibukkan dengan koalisi, dan memburu kekuasaan, yang sebenarnya, PKS masih perlu adanya persiapan yang sangat dibutuhkan sebagai sebuah partai politik, yang tujuannya ingin mengelola kekuaasan negara. Biarkan rakyat memilih di pilpres di bulan Juli nanti, sesuai dengan hati nurani mereka. Wallahu ‘alam.
Read more »

Rabu, Mei 13, 2009

Desa Digelontor Rp 31,5 Miliar



TIGARAKSA - Desa-desa di Kabupaten Tangerang kembali mendapat dana segar dari Pemkab Tangerang melalui Bagian Pemerintahan Desa.


Di tahun ini, alokasi dana desa (ADD) tersebut naik sekitar Rp 3,5 miliar. Jika pada tahun sebelumnya tiap desa kebagian dana sekitar Rp 28 miliar, di tahun 2009 ini, tiap desa mendapat kucuran sekitar Rp 31,5 miliar.


Dana tersebut dialokasikan Pemkab Tangerang dalam APBD 2009. Rencananya, pengucuran dana tersebut dilakukan sekitar bulan Juni hingga Juli mendatang. Untuk diketahui, di Kabupaten Tangerang terdapat 251 desa, termasuk lima desa di Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan.


Kepala Bagian Pemerintahan Desa Pemkab Tangerang M Arsid berharap dana tersebut bermanfaat dan tepat sasaran dalam penggunaannya. Sebab, sangat memungkinkan pemanfaatan bantuan tersebut tak sesuai juklak dan juknis yang ditentukan Pemkab Tangerang.“Karenanya, saya harap masyarakat juga dapat mengawasi pemanfaatan dana ini,” kata Arsid, Selasa (12/5).


Ia menyebut, total dana yang dikucurkan itu meliputi ADD sebesar Rp 23 miliar, dana bantuan operasional Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Rp 2,5 miliar, dan dana tunjangan untuk perangkat desa Rp 6 miliar.


Arsid mengungkapkan, porsi kucuran tiap desa berbeda-beda, tergantung nilai pendapatan pajak yang diperoleh masing-masing desa, potensi desa, luas wilayah dan jumlah penduduk.


Diinformasikan, berdasarkan juklak dan juknis yang ditetapkan Pemkab Tangerang, dana tersebut 70 persennya untuk program pemerintahan desa sesuai dengan anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) dan 30 persennya dialokasikan untuk operasional
Read more »

Soal Boediono, SBY Bergeming



Meski Direaksi Keras Anggota Koalisi

JAKARTA - Niat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggandeng Gubernur BI Boediono sebagai calon wakil presiden pada pemilihan presiden mendatang dipertanyakan sebagian parpol peserta koalisi. Namun SBY sudah mantap dengan pilihannya tersebut. Kubu SBY yakin parpol-parpol peserta koalisi akan memahami pilihan dari calon presiden Partai Demokrat ini.
Ketua Departemen SDM Partai Demokrat Andi Mallarangeng mengatakan munculnya reaksi keras sejumlah parpol disebabkan informasi yang diterima tidak utuh. “Mungkin mereka sama-sama dapat informasinya sepotong-potong dan tidak menyeluruh, sehingga cepat bereaksi,” kata Andi Mallarangeng di kantor presiden, Selasa (12/5).
Begitu mengetahui ada reaksi penolakan dari sejumlah parpol, SBY langsung memerintahkan jajarannya untuk memberikan penjelasan kepada para pimpinan parpol tersebut. “Tadi sore (kemarin-red), sudah diberi penjelasan. Rasa-rasanya baik. Jadi tidak ada masalah yang serius,” kata juru bicara presiden itu. Namun Andi mengingatkan bahwa nama Boediono baru bersifat alternatif. Belum ada keputusan resmi dari SBY. “Ya tunggu saja nanti tanggal 15 kita deklarasikan di Bandung,” katanya.
Selain penjelasan informasi sore kemarin, siang nanti, Partai Demokrat akan mengumpulkan secara formal parpol peserta koalisinya, yakni PKB, PKS, PAN, dan PPP. “Besok (hari ini-red) kita rapat dengan parpol peserta koalisi di Hotel Sultan,” ujar Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarif Hassan. Salah satu agendanya mengenai cawapres. Suami presenter Ingrid Kansil itu mengatakan bahwa sebenarnya SBY belum pernah secara formal menyampaikan nama cawapres.
Karena itu, Syarief meminta parpol-parpol sabar menunggu pengumuman resmi dari SBY. Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menambahkan reaksi-reaksi dari parpol peserta koalisi tersebut menjadi masukan bagi Partai Demokrat. “Tapi, statusnya tentu proposal. Saya harap partai-partai sahabat memberikan kepercayaan kepada mempelai pria (SBY) untuk memilih yang paling tepat dari yang baik-baik semua,” kata Anas. Reaksi Parpol Koalisi Sebagian peserta koalisi kubu Cikeas merasa kecolongan dengan keputusan SBY memilih Boediono sebagai cawapres.
Partai-partai berasas Islam dan berbasis massa Islam itu bersikukuh, calon pendamping SBY harus dari kalangan parpol. Bahkan, mereka berjanji siap legawa, bila SBY memilih salah satu dari cawapres yang diajukan masing-masing parpol itu. “Kalau soal figur terserah SBY. Tapi, harus dari kalangan parpol.
Kami tidak keberatan, apakah dari usulnya PKS atau yang lain. Kami tidak bertengkar soal cawapres,” kata Sekjen DPP PAN Zulkifli Hasan saat memberi keterangan pers di Gedung DPR, kemarin. Penegasan Zulkifli itu sekaligus membantah anggapan telah terjadi persaingan antar parpol pendukung incumbent soal cawapres yang dapat berujung pada perpecahan. Seperti diketahui, masing-masing parpol menyodorkan nama cawapres kepada SBY. PAN mendorong Hatta Radjasa, PKS menawarkan Hidayat Nur Wahid, sedangkan PKB menjagokan Muhaimin Iskandar. Menurut Zulkifli, kabar SBY telah memutuskan Boediono sebagai pendampingnya sangat mengejutkan partainya yang akan berkoalisi dengan Demokrat. “Ini akan dikomunikasikan ke pimpinan partai,” katanya.
Turut hadir dalam kesempatan itu, Sekjen DPP PKS Anis Matta, Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq, Ketua DPP PPP Lukman Hakim Saifuddin, dan Wasekjen DPP PKB Jatim Imam Nahrawi. Sekjen DPP PKS Anis Matta menegaskan, PKS siap menerima keputusan cawapres SBY asalkan dari parpol peserta koalisi dan merepresentasikan umat Islam.
Dia mencontohkan duet Gus Dur-Megawati Soekarnoputri (1999 -2001), Megawati Soekarnoputri-Hamzah Haz (2001 -2004), dan SBY-Jusuf Kalla (2004 -2009). “Jusuf Kalla notabene dari HMI dan didukung alim ulama,” cetusnya.
Menurut Anis, duet SBY-Boediono tidak sejalan dengan aspirasi arus bawah partainya yang menghendaki tetap ada keterwakilan Islam. “Kami ingin menentukan sikap sesama partai-partai lain dalam koalisi dan menyusun sikap baru jika keputusan ini dipaksakan,” katanya.
Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq menambahkan, Tim 9 Partai Demokrat akan mengundang parpol-parpol bakal mitra koalisi untuk membahas persiapan deklarasi SBY dan cawapresnya pada 15 Mei mendatang di Bandung. “Jadi, nanti sekaligus kami tanyakan ke Tim 9, mudah-mudahan bisa direspons dan sebelum 15 Mei sudah klir. Kalau gak klir, kami nggak tahu apa tanggal 15 Mei itu jadi atau tidak,” ancamnya.
Mahfudz menyebut Demokrat dan SBY tidak menunjukkan respons positifnya, PKS memiliki usulan koalisi. Gerindra pun bisa diikutkan dalam skenario baru ini. Dalam hitung-hitungan mereka, perolehan kursi ke empat partai plus Gerindra, sudah mencapai 192 kursi (34 persen).
Bahkan, kalau digabung dengan pasangan Jk-Wiranto (123 kursi), kekuatannya secara keseluruhan mencapai 315 kursi (56,25 persen). Tak seperti PKS dan PAN yang tampak bersikap keras, PPP dan PKB justru berusaha menampilkan kesan kompromistis. Ketua DPP PPP Lukman Hakim Syaifuddin menyampaikan, sejak awal partainya menyarankan agar SBY mengambil cawapres dari kalangan parpol. Tapi, dia memahami bahwa penentuan cawapres sepenuhnya menjadi kewenangan capres. “Sebab, keduanya akan menjadi dwi tunggal menjalankan pemerintahan lima tahun ke depan,” katanya.
Meski begitu, Lukman berharap ada komunikasi yang baik antara SBY dengan parpol-parpol pendukung koalisi. Apalagi, mencuatnya Boediono sebagai cawapres SBY, telah menimbulkan banyak pertanyaan. “Ada baiknya kalau SBY bisa memberi penjelasan setelah klarifikasi terlebih dulu apa betul Boediono yang menjadi cawapres. Bisa jadi itu isu yang tak berdasar. Tapi kalau benar apa alasannya,” ujar Lukman.
Wasekjen DPP PKB Imam Nahrawi mengatakan parpol-parpol peserta koalisi seharusnya diajak bicara. Itu adalah penghargaan awal dari Demokrat dan SBY kepada parpol-parpol mitra koalisi. Selanjutnya, baru cawapres itu diumumkan bersama-sama. “Kami ingin hubungan harmonis. Kalau belum pilpres saja sudah begini, bagaimana nanti saat pilpres.
Sebelum 15 Mei kita harus duduk bersama satu meja dengan SBY, sehingga semua bisa ikhlas mengawal pilpres dengan baik,” bebernya. Secara terpisah, Ketua DPP PKB Muhaimin Iskandar menegaskan keberatan parpolnya bukan terkait sosok Boediono. Tapi, lebih karena tidak dilibatkan dalam pembicaraan.
Kalau PKS berkeras menolak Boediono, Hidayat Nur Wahid justru tidak mempersoalkan. Cawapres yang dicalonkan PKS itu menilai Boediono cukup pantas menjadi pendamping SBY. “Tentunya presiden memahami dan mempertimbangkan siapa yang akan mendampinginya,” kata Hidayat (jpnn)
Read more »

Gugatan Pemilu Ditutup, PKS Terbanyak

INILAH.COM, Jakarta – Mahkamah Konstitusi secara resmi menutup pendaftaran gugatan dari kasus Pemilihan Legislatif 2009, pada tepat pukul 23.50 WIB, Selasa (12/5). Hingga kini, lembaga itu masih terus bekerja menyeleksi berkas gugatan berserta bukti-bukti yang diajukan.

Hingga ditutupnya pendaftaran gugatan, sekitar 200 orang masih berkumpul di gedung MK, Jakarta. Kesibukan masih terlihat pada petugas hingga Rabu (13/5) dini hari. Mereka masih sibuk menyeleksi dan memilah-milah berbagai berkas yang diajukan.

Ketua MK Mahfud MD belum dapat memastikan jumlah kasus yang didaftarkan. “Sekarang lagi dihitung. PKS dan PAN yang paling banyak membawa bukti. Untuk kepastiannya, paling tidak satu jam ke depan,” ucapnya, usai penutupan pendaftaran, di gedung MK, Jakarta, Rabu dini hari.

Hingga kini, menurutnya, telah terdata 63 perkara dengan jumlah kasus per daerah pemilihan. Para pemohon berasal dari 40 parpol dan 24 dari DPD. “Tapi, ya kira-kira di atas 100 lah. Setelah ini, kita akan mengadministrasikan ke KPU, 3 x 24 jam kerja. KPU akan memberi tanggapan dan akan kami sidangkan Senin, 18 Mei,” paparnya.

Secara spesifik, jumlah kasus berikut jenis dan penggugatnya akan diumumkan Rabu, sekitar pukul 12.00. “Untuk kasusnya besok pagi ya,” tandas Mahfud kepada wartawan. [nuz]

http://inilah.com/berita/politik/2009/05/13/106483/gugatan-pemilu-ditutup-pks-terbanyak/
Read more »

Saatnya Koalisi Islam-Reformis melawan Koalisi Nasionalis Sekuler- Neoliberal

Partai Islam atau yang berbasis masa Islam (PKS, PAN, PKB,) saat ini lebih terpesona kepada kemenangan Demokrat yang mengandalkan popularitas figur SBY. Merekapun ramai-ramai bergabung dalam koalisi bersama Demokrat. Koalisi ini semula diharapkan merupakan kombinasi yang pas antara arus nasionalis dan Islam serta perpaduan partai-partai reformis atau yang lahir di era reformasi. Di kubu lain, Golkar dan PDI-P menjadi motor terwujudnya Koalisi Besar di parlemen bersama partai kecil lainnya (Gerindera, Hanura dan PPP) yang berhadapan langsung dengan koalisi Demokrat-PKS-PAN-PKB.

Kelihatannya peta politik tersebut akan berubah drastis. Diawali dengan deklarasi pasangan capres-cawapres Jusuf Kalla-Wiranto yang diajukan oleh Golkar-Hanura. Pencalonan ini tampaknya akan membuyarkan gagasan Koalisi Besar, karena PDI-P dikecewakan yang kedua kalinya oleh Golkar. Dalam pencalonan ini Golkar yang sebelumnya terlibat aktif dalam komunikasi politik dengan PDI-P meninggalkan PDI-P.

Pada 2004 hal yang serupa juga terjadi, ketika Golkar meninggalkan sendirian PDI-P di barisan oposisi. Efeknya, saat ini jalinan komunikasi dan prospek koalisi antara Partai Demokrat dan PDI-P semakin mengerucut. Hal ini ditandai dengan intensitas komunikasi para petinggi kedua partai tersebut dan statemen SBY saat berpidato di acara syukuran kemenangan Demokrat di Cikeas bahwa: koalisi dengan PDI-P sangatlah terbuka. Bahkan kabarnya SBY sudah menentukan Boediono sebagai pasangannya, atas usulan kubu PDI-P. Dan mitra koalisi Demokrat sebelumnya (PKS, PAN dan PKB) tampaknya tidak diajak bicara dalam penentuan pasangan SBY ini, yang jauh-jauh hari sudah menentukan arah dukungannya ke SBY dan telah menyodorkan nama-nama cawapres dari partai masing-masing. Dapat kita simpulkan bahwa koalisi Demokrat – PDI P lebih cenderung berdasarkan kepentingan kekuasaan dan hitungan matematis kalah-menang tanpa dilandaskan kepada platform dan program.

Pertanyaan yang harus dipikirkan oleh partai Islam adalah: masih pantaskah partai Islam berada dalam koalisi bersama Demokrat dalam konstelasi seperti ini setelah masuknya PDI-P?
Jawabannya: Sudah tidak ada gunanya berada dalam koalisi bahkan harus keluar dari koalisi yang tidak jelas ini.

Pertama, harapan partai Islam dan berbasis massa Islam dalam membangun koalisi yang bercorak nasionalis – Islam di pemerintahan dan parlemen akan gagal. Karena nantinya yang akan berperan besar dalam koalisi ini tentunya adalah Demokrat dan PDI-P yang bermodal suara besar dan keduanya sama-sama bercorak nasionalis-sekuler.

Nantinya peran partai Islam dan berbasis massa Islam (PKS, PAN, PKB) hanya sebagai pelengkap sorak-sorai koalisi, tanpa mampu berperan signifikan dalam arah pemerintahan lima tahun kedepan.

Kedua, selama ini PDI-P dan partai nasionalis lainnya getol menolak produk-produk hukum yang bernuansa syari`ah. Sebagai contoh kasus berlarut-larutnya pengesahan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi, serta perda-perda anti kemaksiatan di berbagai daerah. SBY pun dalam kebijakannya selama ini tidak berpihak kepada kepentingan umat Islam. Contoh kecilnya saja, ketidakjelasan sikap pemerintahan SBY dalam kasus Ahmadiyah. Walaupun seluruh komponen umat Islam yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI) getol menuntut pembubaran Ahmadiyah dan MUI telah memfatwakan kesesatan Ahmadiyah. Justru yang terjadi SBY represif terhadap elemen umat Islam yang aktif menuntut pembubaran Ahmadiyah (kasus penangkapan Habieb Riziek dari FPI).

Perpaduan dua partai bercorak nasionalis-sekuler (Demokrat - PDI P) yang didukung kekuatan militer jaringan SBY akan membahayakan bagi gerakan dakwah dan kepentingan umat Islam. Arah kebijakan pemerintah Indonesia lima tahun kedepan akan dikendalikan dua partai besar berhaluan nasionalis-sekuler atas dukungan militer. Dan semakin jauh dari kepentingan dakwah dan umat Islam. Bahkan kondisi represif terhadap umat Islam kemungkinan besar terulang lagi seperti era pemerintahan nasionalis-sekuler-militer masa lalu (Soekarno dan Soeharto).

Ketiga, Megawati dan PDI-P terbukti gagal dalam menjalankan agenda reformasi terutama pemberantasan KKN selama era pemerintahannya (2002-2004). Bahkan praktek KKN di eranya cenderung bertambah subur, ditandai dengan kasus BLBI dan penjualan asset-aset negara kepada pihak asing. Mungkinkah proses reformasi dan kemandirian bangsa ke depan akan berjalan efektif ? Jawabnnya akan sangat sulit karena PDI-P yang terbukti gagal akan berperan cukup besar dalam pemerintahan koalisi PDI-P dan Demokrat.

Keempat, Demokrat dan PDI-P adalah dua partai yang tidak mendorong kepada kemandirian bangsa dan berisi orang-orang yang berpihak kepada kapitalis asing dan kepentingan asing. Terbukti PDI-P melakukan penjualan aset-aset negara saat berkuasa dan SBY dikelilingi orang-orang yang bermadzhab ekonomi neo-liberal. Maka kedepannya pemerintah hanya akan menjadi perpanjangan tangan komprador asing daripada kepentingan rakyatnya. Dan bersiaplah Indonesia akan tergadai kepada kapitalis asing dan menjadi pengekor kepentingan negara asing.
Sudah saatnya partai-partai Islam dan berbasis massa Islam (PKS, PAN, PKB) yang tergabung dalam koalisi dengan Demokrat, mengajukan dua pilihan kepada SBY dan Demokrat: tetap bersama partai-partai Islam dan berbasis massa Islam (PKS, PAN, PKB) tanpa PDI-P dalam mewujudkan koalisi nasionalis-Islam-reformis, atau pilihan kedua partai Islam keluar dari koalisi dan membentuk koalisi Islam sendiri.

Saatnyalah partai-partai tersebut harus bersikap tegas terhadap SBY dan Demokrat, jangan hanya mencari jalan aman dan jatah kursi kekuasaan. Karena sesungguhnya partai Islam mempunyai modal dan kesempatan yang cukup besar dalam membangun koalisi partai Islam dan mengajukan capres sendiri serta membangun pemerintahan sendiri.

Pertama, gabungan perolehan suara partai dan kursi legislatif dari PKS, PAN, PKB, ditambah PPP, dan lainnya merupakan modal yang cukup dalam mengajukan capres sendiri.

Kedua, mesin politik dan ikatan emosional dengan ormas-ormas Islam yang membidani lahirnya partai-partai Islam menjadi kekuatan besar bagi kemenangan partai Islam. Syaratnya partai-partai Islam dan ormas-ormas Islam harus menghilangkan ego dan sekat-sekat diantara mereka dengan memilih pasangan capres dan cawapres yang diterima semua kalangan dari partai dan ormas Islam. Mereka mempunyai sederet nama calon pemimimpin bangsa yang kapabel dari partai dan ormas, seperti: Hidayat Nurwahid, Hatta Rajasa, Amien Rais, Din Syamsudin, Hasim Muzadi, Muhaimin Iskandar, atau Prabowo Subianto yang dekat dengan kalangan hijau, dll. Koalisi Islam ini dapat menggerakkan mesin partainya masing-masing dalam pemenangan Pemilu Presiden, sekaligus bisa menggerakkan ormas-ormas Islam besar (NU, Muhammadiyah, Persis,dll).

Gabungan kekuatan partai dan ormas-ormas Islam menjadi kekuatan sangat besar dalam memenangkan Pemilu dan membangun pemerintahan. Jika koalisi ini terwujud maka nantinya ada tiga pasangan capres-cawapres: SBY-Boediono, Jusuf Kala-Wiranto dan pasangan dari koalisi Islam. Pasangan dari koalisi Islam berpeluang besar lolos ke putaran kedua. Pada putaran kedua suara dan dukungan Jusuf Kala-Wiranto bisa ditarik ke kubu koalisi Islam melawan SBY-Boediono.

Maka peluang kemenangan koalisi Islam sangatlah besar.

Ketiga, sudah saatnyalah elemen kekuatan Islam memimpin Indonesia menuju reformasi yang diwarnai nilai-nilai religius. Umat ini sudah terlalu lama mempercayakan kepemimpinannya kepada kalangan nasionalis-sekuler-militer, apa yang diperoleh umat Islam ? selain perlakuan diskrimintif dan represif terhadap gerakan dakwah dan kepentingan Islam. Partai dan ormas Islam harus merapatkan barisan meraih tampuk kepemimpinan negeri ini. Jangan percayakan negeri ini lagi kepada kekuatan nasionalis sekuler – neoliberal.

Keempat, Pemilu 2009 menjadi kesempatan yang baik bagi kekuatan Islam untuk memimpin karena kekuatan nasionalis sekuler belum terakumulasi dengan baik. Akan sulit kondisinya bagi kekuatan Islam jika kalangan nasionalis sekuler berkuasa pada pemilu 2009 ini. Lima tahun kedepan kekuatan ini akan menguat dengan dukungan kekuasaan dan kesempatan selanjutnya bagi kalangan Islamis untuk memimpin semakin tertutup.

Kalaupun koalisi Islam tidak memenangkan Pilpres, maka oposisi adalah pilihan yang mulia, sebagai penyeimbang kebijakan-kebijakan pemerintahan nasionalis-sekuler. Saatnya koalisi Islam-reformis berani bertarung dalam memimpin Indonesia melawan koalisi nasionalis sekuler-neoliberal - militeristik (Demokrat-PDI P).

Saatnya umat Islam menebarkan nilai-nilai rahmatan lil `alamin lewat kepemimpinan Indonesia lima tahun ke depan.

Allahu Akbar….
Kusworo Nursidik, Mahasiswa International Islamic Call College Libya
Read more »

PKS Tolak Boediono Jadi Pasangan SBY

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memperlihatkan sinyal tidak setuju dengan isu terpilihnya Gubernur BI Boediono sebagai cawapres yang akan mendampingi capres Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Untuk itu, PKS akan meminta klarifikasi langsung dengan SBY.

"Kalau Pak Boediono ditempatkan (untuk posisi) yang lain saya setuju saja. Saya mengakui dan menghormati beliau sebagai seorang profesional. Tapi kalau untuk cawapres, kenapa tidak diambil dari partai politik. Parpol yang mengusung SBY kan 30 persen," ujar Presiden PKS Tifatul Sembiring dalam jumpa pers, di Gedung Markas Dakwah PKS, Jakarta, Selasa (12/5).

Sebelum SBY mengambil keputusan akhir, Tifatul mengatakan, PKS ingin berbicara dulu dengan SBY, sebagaimana janji SBY yang akan mengajak PKS berbicara. "Beliau kan menjanjikan kepada kita mengajak bicara, sekarang belum mengajak bicara hanya memberitahukan pemberitahuan awal. Alternatif (cawapres) kan lebih banyak yang lain," tukas TIfatul.

Apalagi, lanjutnya, hingga kini kontrak politik antara PKS dengan Partai Demkrat belum ditandatangani, meski demikian partai dakwah itu tidak kecewa dan akan tetap berjuang.

Tifatul membantah, jika PKS meragukan kemampuan Boediono, sebagai perwakilan sosok kaum nasionalis, SBY seharusnya memilih cawapres yang mewakili kalangan umat Islam. "Kita menginginkan adanya keterwakilan umat dalam cawapres ini, paling tidak karena SBY calon dari nasionalis, kita ingin wakilnya dari calon Islamis untuk stabilitas kita ke depan, untuk kebaikan kita ke depan," ujarnya.

Ketika ditanya siapa calon Islamis itu, Ia menegaskan, ambil saja salah satu calon dari parpol yang berkoalisi. Dalam hal ini, PKS sudah mencalonkan tiga, dimana salah satunya adalah anggota Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid. (nov)
Read more »

Fakta-Fakta Tersembunyi Pemerintah SBY-JK (Ekonomi-1)



Kembali saya menanggapi iklan partai Demokrat versi terbaru yang memaparkan data-data “naik dan turun” short term untuk membentuk opini rakyat (sekaligus meraup suara). Dan pada kesempatan ini saya hanya ingin memaparkan data-data yang sesungguhnya (jika ada asumsi, saya menaikkan nilai prestasi dan menurunkan nilai kegagalan). Data dan janji-janji SBY-JK telah dituangkan dalam Peraturan Presiden No.7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004 -2009 atau RPM (Sumber Bappenas). Data-data apakah selama 4 tahun ini, bidang-bidang yang dikatakan turun benar-benar turun, dan prestasi naik benar-benar naik. Janji ini lalu saya bandingkan dengan data pencapaian yang telah diperoleh oleh Pemerintah, apakah janji terpenuhi, janji tercapai, atau sebaliknya belum berhasil membawa janji-janji dalam memajukan bangsa ini. Data ini hanya menunjukkan apakah iklan dan pembentukan opini yang sudah beredar di masyarakat merupakan realitas absolut atau realitas relatif dan semu.


Data Harga Bahan Bakar Minyak 2004 vs 2009 (Naik)


Harga 2004 2009 Catatan


Minyak Mentah Dunia / barel ~ USD 40 ~ USD 45 Harga hampir sama
Premium Rp 1810 Rp 4500 Naik 249%
Minyak Solar Rp 1890 Rp 4500 Naik 238%
Minyak Tanah Rp 700 Rp 2500 Naik 370%

Dengan kondisi harga minyak yang sudah turun dibawah USD 50 per barel, namun harga jual premium yang masih Rp 4500 per liter (sedangkan harga ekonomis ~Rp 3800 per liter). Maka sangat ironis bahwa dalam kemiskinan, para supir angkot harus mensubsidi setiap liter premium yang dibelinya kepada pemerintah. Sungguh ironis ditengah kelangkaan minyak tanah, para nelayan turut mensubsidi setiap liter solar yang dibelinya kepada pemerintah. Dalam kesulitan ekonomi global, pemerintah bahkan memperoleh keuntungan Rp 1 triluin dari penjualan premium dan solar kepada rakyatnya sendiri. Inilah sejarah yang tidak dapat dilupakan. Selama lebih 60 tahun merdeka, pemerintah selalu membantu rakyat miskin dengan menjual harga minyak yang lebih ekonomis (dan rendah), namun sekarang sudah tidak lagi rakyatlah yang mensubsidi pemerintah.


Pertumbuhan Ekonomi 2004-2009 (Turun)


Berdasarkan janji kampanye dan usaha untuk merealisasikan kesejahteraan rakyat, pemerintah SBY-JK selama 4 tahun belum mampu memenuhi target janjinya yakni pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 6.6%. Sampai tahun 2008, pemerintah SBY-JK hanya mampu meningkatkan pertumbuhan rata-rata 5.9% padahal harga barang dan jasa (inflasi) naik di atas 10.3%. Ini menandakan secara ekonomi makro, pemerintah gagal mensejahterakan rakyat. Tidak ada prestasi yang patut diiklankan oleh Demokrat di bidang ekonomi.


Pertumbuhan Janji Target Realisasi Keterangan
2004 ND 5.1%

2005 5.5% 5.6% Tidak tercapai
2006 6.1% 5.5% Tidak tercapai
2007 6.7% 6.3% Tidak tercapai
2008 7.2% 6.2% Tidak tercapai
2009 7.6% ~5.0% Tidak tercapai *

Keterangan dan sumber data:Realisasi 2009 merupakan prediksi pertumbuhan yang dirilis oleh Menkeu.Janji Target Pertumbuhan Ekonomi : RPM 2004-2009Realisasi Pertumbuhan Ekonomi : BPS RI – GDP (hal 1-3)


Tidak tercapainya angka pertumbuhan ekonomi di atas 6.6% menyebabkan program pengentasan kemiskinan dan pengangguran tidak dapat dicapai oleh pemerintah sesuai dengan janji dan targetnya. Padahal, strategi utama pembangunan ekonomi untuk mengentas kemiskinan dan pengangguran adalah mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berdimensi pemerataan melalui penciptaan lingkungan usaha yang sehat. Sehingga, jumlah masyarakat yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya nyaris tidak berkurang.


Tingkat Inflasi 2004-2009 (Naik)


Inflasi adalah kemerosotan nilai uang yang beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang. Semakin tinggi tingkat inflasi, maka harga barang dan jasa akan semakin mahal. Semakin mahal harga barang dan jasa, berarti semakin sulit masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara alami, setiap tahun inflasi akan naik. Namun, pemerintah akan dikatakan berhasil secara makro ekonomi jika tingkat inflasi dibawah angka pertumbuhan ekonomi. Dan faktanya adalah inflasi selama 4 tahun2 kali lebih besar dari pertumbuhan ekonomi.


Tingkat Inflasi Janji Target Fakta Catatan Pencapaian
2004 6.4%
2005 7.0% 17.1% Gagal
2006 5.5% 6.6% Gagal
2007 5.0% 6.6% Gagal
2008 4.0% 11.0% Gagal

Selama 4 tahun pemerintahan, Demokrat yang terus mendukung SBY tidak mampu mengendalikan harga barang dan jasa sesuai dengan janji yang tertuang dalam kampanye dan RPM yakni rata-rata mengalami inflasi 5.4% (2004-2009) atau 4.9% (2004-2008). Fakta yang terjadi adalah harga barang dan jasa meroket dengan tingkat inflasi rata-rata 10.3% selama periode 2004-2008. Kenaikan harga barang dan jasa melebihi 200% dari target semula. Sehingga, jelas ini bukanlah bagian prestasi ekonomi yang perlu dibanggakan oleh iklan Partai Demokrat.


Jumlah Penduduk Miskin


Salah tujuan utama pendirian negara Republik Indonesia adalah menciptakan kesejahteraan rakyat yang tercatup dalam UUD 1945. Fenomena kemiskinan merupakan hal yang tidak bisa dihindar meskipun di negara semaju Amerika, Jepang, Jerman dan Korea. Yang menjadi tolak ukur adalah seberapa besar rasio penduduk miskin di suatu negara dan seberapa banyak angka kemiskinan yang mengancam harkat dan martabat manusia yang seutuhnya.


Dalam kampanye dan janji SBY-JK yang tertuang dalam RPM 2004-2009, SBY gagal besar dalam mengentaskan angka kemiskinan. Jika nilai A = 80, B=70, C=60, dan D=50, maka pemerintah SBY-JK dalam mengentaskan kemiskinan mendapat nilai D alias gagal.


Berikut saya kutip janji pemerintah dalam RPM 2004-2009 (Bagian 4 halaman 1)


Sasaran pertama adalah pengurangan kemiskinan dan pengangguran dengan target berkurangnya persentase penduduk tergolong miskin dari 16,6 persen pada tahun 2004 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009 dan berkurangnya pengangguran terbuka dari 9,5 persen pada tahun 2003 menjadi 5,1 persen pada tahun 2009.


Penduduk Miskin Jumlah Persentase Catatan
2004 36.1 juta 16.6%
2005 35.1 juta 16.0% Februari 2005
2006 39.3 juta 17.8% Maret 2006
2007 37.2 juta 16.6% Maret 2007
2008 35.0 juta 15.4% Maret 2008
2009 8.2% ????

Sumber data:Janji Menurunkan Angka Kemiskinan : RPM 2004-2009Fakta Angka Kemiskinan : BPS 2008


Data-data di atas merupakan data dari lembaga pemerintah yakni Badan Pusat Statistik yang menunjukan angka kemiskinan Indonesia. Jelas, dengan kondisi ekonomi saat ini, janji SBY bersama Demokrat untuk mengurangi angka kemiskinan hingga 8.2% pada tahun 2009 hanyalah sekadar janji yang tidak realistis atau tidak sungguh-sungguh dalam mengelola negara. Hal ini sangatlah tidak efisien bagi pengelola negara ini, dari anggaran Rp 370 triliun (2004) menjadi lebih Rp 1.000 triliun (2008), pemerintah hanya mampu menurunkan 1.1 juta jiwa penduduk miskin. Anggaran yang naik lebih 270 persen hanya mampu menurunkan 3% penduduk miskin. Apakah ini merupakan prestasi??? Anggaran yang besar yang diperoleh pajak rakyat dan hasil kekayaan alam Indonesia tidak mampu mensejahterakan rakyat, namun hanya mampu mensejahterakan para konglomerat, pejabat pemerintah dan para dewan terhormat. Salah satu faktor adalah inefisiensi anggaran seperti tetap mensubsidi pengusaha kaya dan pemilik modal asing [klik ini untuk informasi lanjut].


*catatan:Angka penduduk miskin pada tahun 2008 merupakan hasil perhitungan hingga Maret 2008, padahal pada bulan Mei 2008 terjadi kenaikan harga BBM hingga 30% yang menambah angka kemiskinan (jauh di atas 35 juta jiwa). Dan meskipun pada bulan Desember dan Januari terjadi penyesuian harga BBM, jumlah penduduk miskin masih tinggi ketika begitu banyak pekerja yang di PHK. Bahkan berdasarkan perhitungan Universitas Gadjah Mada, jumlah rakyat miskin hingga September 2008 mencapai 36,8 juta.


Selain itu, sangat ironis bahwa pemerintah masih menggunakan standar penduduk miskin yakni masyarakat yang memiliki penghasilan dibawah USD 1 per hari. Padahal, dari anjuran dan standar Bank Dunia, standar penduduk miskin adalah berpenghasilan dibawah USD 2 dolar per hari. Jika pemerintah mau dengan jujur menggunakan standar tersebut, maka hampir 100 juta penduduk Indonesia adalah golongan miskin. Namun, rupanya pemerintah saat ini tidak mau mengakui hal yang tidak benar ini.


Turunkah Harga Kebutuhan Pokok Secara Absolut Seperti diiklan Partai Demokrat?


Dalam iklannya, Partai Demokrat sengaja mengambil kurun waktu tertentu dalam menampilkan penurunan harga barang seperti hanya melihat frekuensi penurunan BBM, perbedaan harga minyak goreng saat ini dan seterusnya. Sekarang saya hanya ingin menunjukkan perbedaan harga kebutuhan pokok sebelum dan setelah kinerja SBY yang terus didukung oleh Parta Demokrat dalam iklannya.


Berikut harga beberapa sembako (harganya dibawah rata-rata pada tahun 2009)


Harga Barang dan Jasa
2004 (Rp) 2009 (Rp)
Keterangan
Minyak Goreng per liter
5000
7000
Naik 40%
Beras per kilogram
3000
4700
Naik 55%
Telur per kg
7000
12000
Naik 70%
Terigu
3500
6500
Naik 85%
Tarif Angkutan Ekonomi
81 per Km
150 per Km
Naik 86%
Semua harga barang dan jasa naik selama 4 tahun (terbukti dengan tingkat inflasi rata-rata di atas 10% per tahun), kecuali tarif telekomunikasi yang turun lebih 80% dan harga komoditi elektronik yang mengikuti “Moore Law“. Sehingga, janganlah menipu masyarakat dengan iklan pembodohan yang berusaha mengiring opini masyarakat bahwa Demokrat bersama SBY berhasil besar dalam bidang ekonomi..
Standar Penduduk Miskin Rp 6000 per hari = Standar Pemiskinan Rakyat
Selama pemerintah masih menggunakan standar penduduk miskin adalah penduduk yang berpenghasilan Rp 6000 (masih dibawah 1 USD) per hari jauh dibawah 2 USD yang distandarkan oleh Bank Dunia, maka masyarakat Indonesia akan sulit bebas dari penjara kemiskinan. Pemerintah secara tidak langsung memiskinkan masyarakat dengan angka standar kehidupan yang masih rendah, disisi lain harga barang dan jasa terus naik.
Yang sangat menyedihkan adalah standar penduduk miskin yang digunakan oleh BPS adalah Rp.182.636,- per kapita per bulan pada pengumanan Maret 2008. Ini berarti pemerintah menekan belanja masyarakat miskin hanya Rp 6000 per hari. Sungguh Rp 6000 per hari bukanlah angka yang layak dikatakan miskin, tapi sesungguhnya adalah masyarakat yang sangat miskin dan melarat. Angaran 6000 per hari hanya cukup untuk membeli 1/4 kg beras (1250), gas (1000), 2 telur (2300), dan sisanya apakah cukup untuk membiayai listrik, air bersih, susu, tempat tinggal, sandang, pendidikan dan transportasi????
Jelas sekali, pemerintah hanya mempermainkan data standar kemiskinan hanya untuk menjaga citra agar tidak terburuk. Dengan standar ini, pemerintah dengan enteng memikirkan masalah pengentasan kemiskinan. Toh, standar penduduk miskin sudah diturunkan jauh dari realita kesengsaraan masyarakat. Angka yang seharus di atas 1 USD (lebih 10.000 per hari), pemerintah hanya sanggup dengan Rp 6000 per hari.Walaupun dengan standar kemiskinan yang memiskinkan masyarakat ini, tetap saja ada 35 juta jiwa penduduk Indonesia yang tidak mampu mengeluarkan uang Rp 6000 per hari untuk memenuhi nasi, sayur, lauk, penerangan, transportasi, rumah, sandang, apalagi gizi dan kesehatan. Sehingga, wajarlah ribuan orang berbondong-bondong membanjiri si “dukun cilik” Jombang, dik. M. Ponari………. Tidak ada cadangan dana untuk pengobatan apalagi pemenuhan gizi seperti susu.
Disparitas Miskin dan Kaya
Ada lebih 35 juta penduduk Indonesia yang tidak mampu mengeluarkan 6000 rupiah per hari untuk memenuhi pangan, sandang dan papannya. Hal ini sangatlah kontras dengan penghasilan yang diterima oleh para pejabat kita. Hal ini pun menjadi sangat tidak manusiawi, jika kita masih memiliki sifat boros dan menghambur-hamburkan uang dari orang tua kita atau penghasilan kita hanya untuk bersenang-senang, disisi lain masih ada 35 juta orang yang sulit memenuhi kebutuhan premiernya.
Mungkin bagi sebagian orang akan menganggap Rp 6000 hanya angka yang kecil karena uang sekecil itu hanya untuk uang jajan sehari-hari. Kita cenderung memenuhi semua keinginan kita, padahal belum tentu hal yang kita inginkan adalah hal yang kita butuhkan. Dengan tulisan ini, saya mengajak kita semua untuk belajar berhemat dan menghargai semua yang kita miliki dengan bijak, dan bantulah masyarakat-masyarakat miskin dengan membantu menyekolahkan anak-anak mereka, membeli susu, telur untuk memenuhi gizi mereka. Daripada Anda hanya berjalan-jalan menghabiskan puluhan ribu, lebih baik Anda pikirkan kembali…..35 juta pasang mata masih mencari dan meratap makan dan hidup seadanya.
Bagi parpol, saya juga sangat prihatin. Jutaan rupiah dianggarkan untuk satu slot iklan politik, milyaran rupiah dalam seminggu hingga puluhan bahkan miliaran rupiah iklan sementara lebih 35 juta orang hidup terkatung-katung. Puluhan triliun dana untuk pemilu, namun jika para caleg dan pemimpin hanya memikirkan uang dan kekuasaan, ini menjadi penghinaan sekaligus pengecewaan masyarakat kita. Terlebih, jika iklan-iklan yang ditayangkan tidak mencerminkan realitas absolut yang sesungguhnya terjadi di masyarakat. Jika hanya ingin menampilkan realitas relatif dan subjektif, maka dana miliaran iklan tersebut hanyalah bentuk penistaan akan kemiskinan 35 juta rakyat Indonesia atas nama Demokrasi….. Hmmmm…kembali Demokrasi menjadi tumbalnya….. Atas nama Demokrasi pun, rakyat menjadi miskin….Sungguh sangat disayangkan, makna demokrasi mulai dibelokkan bagi mereka yang ingin uang, kekuasaan, dan prestise.
Read more »

Inilah Politik : Yoyo vs Gasing Berkoalisi dari Lawan Jadi Kawan


Dari Poco-Poco hingga Yoyo dan Gasing

Belum genap 1 tahun perang kata antara kubu Megawati vs kubu SBY yang terkenal dengan istilah “Yoyo” vs “Gasing” menjadi konsumsi publik. Dalam Rakernas PDIP di Solo Januari 2009, Megawati mengatakan kebijakan pemerintah SBY seperti yoyo. Megawati berkata : “Pemerintah telah menjadikan rakyat seperti permainan, yaitu yoyo yang terlempar ke sana kemari. Kelihatannya indah, tetapi pada dasarnya membuat rakyat tak menentu hidupnya.” Pernyataan Megawati langsung dibalas SBYdengan sebuah Pantun yang intinya “Bu Mega harusnya mengaca dulu” di Jawa Timur. Dan secara terbuka, petinggi Demokrat seperti Sutan Bathoegana pun mengatakan “Iya, tapi, permainan `yoyo` itu jauh lebih baik ketimbang Pemerintahan Megawati pada masa lalu yang saya umpamakan seperti permainan `gasing`. Kan `yoyo` naik turun, sedangkan `gasing` berputar-putar saja di tempat, malah melobangi tanah hingga rusak”.

Sebelum pada tahun 2007, SBY dan Mega juga menarik perhatian publik dengan perang kata “Pemerintah SBY seperti Poco-Poco“, “Tebar Pesona“, “Jangan hanya bisa mengkritik, wong orang kerja keras.” Begitu juga balas membalas di iklan segede gajah tentang “Naik dan Turun” serta ditutup menjelang Pemilu dengan perang kata “BLT“. Belum lagi Megawati mengatakan SBY menikamnya dari belakang disisi lain SBY mengatakan dirinya terzalimi ketika Pilpres 2004. Itulah perang antara dua tokoh sentral yang mempengaruhi persepsi publik dan menyita perhatian yang besar dari masyarakat. Dan parahnya, sebagian masyarakat yang selalu mengaku cerdas terseret arus perang kata untuk mencapai ambisi kekuasaan.

******

Tidak Ada Lawan dan Kawan Abadi

Perang kata dua tokoh ini mungkin akan segera berakhir di periode singkat ini atau untuk 5 tahun kedepan. Ini dikarenakan kubu SBY dan Mega sudah berusaha mengikat jalinan cinta untuk Pilpres 2009 seraya menghadang kubu JK-Win. Saya katakan singkat, karena dari gelagat politik di negeri masih menerapkan prinsip “yang penting berkuasa, tidak ada kata lawan atau kawan yang abadi, yang penting kekuasaan dan kepentinganlah yang abadi“. Ini telah dibuktikan melalui perjalananpolitik bangsa ini sejak pasca reformasi. Dimana awalnya Gusdur-Mega berselisih namun karena kepentingan akhirnya mendekat dan bersahabat. Bagaimana Amien Rais menjagokan Gusdur menjadi Presiden, lalu dicampakkan dan dipecat. Bagaimana Amien Rais dalam berbagai dialog dan buku dengan tebal lebih 300 halaman mengkritik “SBY-JK-Mega” merupakan tokoh yang tidak membawa perubahan, kapitalis dan entah apalagi, kini mendekat SBY karena chance SBY menang cukup besar. Begitu juga begitu mesranya SBY-JK maju dalam pilpres 2004 menghadang Mega-Hasyim, lalu kini terjadi perang kata, saling klaim keberhasilan, saling mengejek.

Kini semuanya berubah hampir 180 derajat, yang dulu lawan kini jadi kawan, begitu sebaliknya yang dulu kawan kini menjadi lawan. Dulu mereka seperti burung jalak dan kerbau dengan simbiosis mutualismenya dan kini bak benalu dengan inangnya dengan simbiosis parasitisme. Inilah politik anak negeri yang sulit dipegang lidahnya, dan memang lidah itu lincah dan tidak bertulang. Sehingga masyarakat mestinya jangan begitu mudah mendengar janji dari lidah-lidah yang tidak bertulang dari para politisi meskipun ia adalah seorang Presiden ataupun Ketua Partai. Yang bisa kita pegang janji adalah ketidakpastian dari janji mereka.

******

Politik itu Berubah Cepat bak Kilat

Beberapa hari menjelang pengumuman hasil Pemilu yakni 1 Mei 2009, PDIP-Golkar-Gerindra-Hanura bersama beberapa partai kecil menandatangani kesepakatan koalisi besar yakni koalisi di parlemen. Dengan begitu percaya diri Megawati meyakini bahwa : kesepakatan yang telah terbangun di antara partai-partai itu bukan sekadar koalisi untuk kepentingan politik jangka pendek semata. Sekali lagi kita catat kata Bu Mega “bukan untuk jangka pendek semata”.

Namun, apa yang terjadi semingguan kemudian?

Ketika Hatta Radjasa bertandang ke rumah Megawati pada 6 Mei 2009 membawa misi “Istana Negara”, terungkaplah bahwa ada tawaran politik dari Kubu SBY kepada kubu Megawati. Dari kubu PDIP mengungkapkan bahwa ada tawaran kursi kekuasaan periode 2009-2004 yakni Ketua Wantimpres SBY (untuk Megawati) + Ketua MPR-RI (u: Taufik Kiemas) +6 kursi menteri (u: kader PDIP), sehingga dengan tawaran kue kekuasaan ini, Koalisi Besar yang diusung 4 partai berada di ujung tanduk kehancuran. Dengan membawa nama Boediono sebagai Cawapres yang mewakili PDIP, untuk mendampingi Demokrat, maka janji dan kesepakatan koalisi besar untuk kekuasaan rupanya dapat diubah dan dibeli dengan kekuasaan juga. Kata-kata Megawati “koalisi yang buka untuk jangka pendek semata” menjadi usang dan kadaluarsa atau bisa dikatakan statement yang sudah membusuk

Yang menariknya adalah PDIP kini berusaha keluar dari kesepakatan Koalisi Besar yang awalnya sebagai koalisi untuk membendung “koalisi Lanjutkan”, namun kini justru mendekati “Koalisi Lanjutkan”. Komunikasi politik baru ini tentunya akan melukai partai koalisi besar lainnya yakni Golkar, Hanura, dan Gerindra. Hal ini juga dikarenakan koalisi besar hanya lebih mementingkan kepentingan kekuasaan semata, bukan kepentingan rakyat. Setelah JK-Win mendeklarasikan Capres-Cawapres, maka PDIP menjadi goyah, lemah, dan tidak berdaya tatkala Prabowo menginginkan tiket Capres bukan Cawapres. Deadlock kesepatakan PDIP-Gerindra inilah yang akhirnya dimanfaatkan oleh Demokrat melalui pancingan “Emang loe, gak capek jadi oposisi. Ayo gabunglah dengan kami, lawan JK-Win. Jika kita menang, loe gue kasih kursi Wantimpres, MPR RI, dan 6 kursi menteri….Ayo pikirkan. Lupakanlah ambisi koalisi besar.” Yah itulah lebih kurang inti dari tawaran politik dengan menggunakan istilah komunikasi politik.

******

Jalinan Cinta Yoyo dan Gasing

Tanggal 6 Mei 2009 menjadi hari bersejarah antara kubu ‘Yoyo’ (SBY) dan kubu ‘Gasing’ (Mega). Karena ada tawaran kursi kekuasaan yang dibawa oleh Hatta Radjasa, maka beberapa kemudian terjadi gerakan politik “bawah tanah” yang begitu cepat sehingga media massa tidak dapat mengejarnya. Secara sembunyi-sembunyi disebutkan bahwa terjadi pertemuan antara Taufik Kiemas (TK) dengan SBY di Bogor pada 7 Mei 2009. Meskipun berusaha ditutup-tutupin, rupanya gerakan mereka akhirnya tercium. Pertemuan antara petinggi “Yoyo” dan “Gasing” sudah dilakukan beberapa kali hingga tanggal 11 Mei 2009.

Baik dari kubu “Yoyo” maupun “Gasing” mengaku sedang melakukan pdkt untuk melangsungkan perkawinan ‘indah”. Secara terbuka SBY membuka keinginan untuk berkoalisi dengan PDIP pada 10 Mei 2009. Sehingga SBY mengurungkan niatnya untuk mengumumkan Cawapresnya pada tanggal 11 Mei 2009, tanggal yang ditunggu-tunggu oleh ratusan juta mata. SBY mengundurkan niatnya hingga tanggal 15 Mei 2009, tentu ada misi-misi tertentu.

Ketum Demokrat Hadi Utomo pun secara terbuka menyampaikan bahwa telah terjalin komunikasi yang intens antara Demokrat dan PDIP :

“Soal komunikasi dan lobi-lobi koalisi itu memang saat ini yang sedang kami laksanakan, dengan parpol manapun. Namanya juga kan pendekatan, bahwa menjalin silaturahmi itu kan tak mudah. Kalau pun nanti jika koalisi antara Demokrat dengan PDIP terwujud, pada dasarnya kami menginginkan koalisi yang sifatnya permanen,” kata Ketua Umum PD Hadi Utomo. (lihat sumber)“Tak ada musuh yang abadi. Tak ada kawan yang abadi, tak ada lawan yang abadi dalam berpolitik. Kalau kami melakukan kunjungan politik, tujuannya untuk kepentingan bangsa bukan kepentingan pribadi,” kata Hadi Utomo. (lihat sumber)

Dan bahkan komunikasi politik malu-malu kucing antara Yoyo dan Gasing telah mencapai 70% tertanggal 9 Mei 2009 seperti disampaikan Ketua DPP PD Ruhut Sitompul

“Pembicaraan tentang koalisi dengan PDIP sudah mencapai 70%. Dari PDIP masih harus ada menyelesaikan urusan internalnya dulu. Ya kita tunggu saja,” ungkap Ruhut Sitompul. (lihat sumber)

******

Jalinan Cinta atau ??

Meskipun akan kemungkinan merapatnya PDIP ke Demokrat karena PDIP lelah membentuk koalisi yang mana popularitas Megawati masih jauh dibawah SBY, maka timbul sejumlah pertanyaan besar. Apakah koalisi baru PDIP-Demokrat ini tidak mengobok-obok Koalisi Besar dan Koalisi yang telah terjalin antara Demokrat-PKS-PKB-PAN yang telah mengajukan para cawapresnya? Bagaimana perasaan PKS yang memiliki 59 kursi berbanding 93 kursi PDIP, padahal selama ini PKS dan PDIP berbeda haluan? Namun, yang pasti jawabannya adalah “mereka semua sama-sama menginginkan kekuasaan”.

Dalam pandangan saya, ajakan Demokrat agar PDIP merapat ke SBY merupakan salah satu langkah [langkah 1] dari upaya membendung majunya JK sebagai Capres. Hal ini terkait hasil survei terbaru LRI di 33 provinsi dengan jumlah responden 2.066 orang dengan menggunakan teknik sampling dan kuesioner terstruktur dimana angka JK tidak jauh berbeda dengan SBY yakni:

  • SBY-HNW memperoleh dukungan 36,2%,

  • Jusuf Kalla-Wiranto 27,6%

  • Megawati-Prabowo 19,1%

  • 17,1% responden belum menentukan pilihan. (lihat sumber)
Langkah lainnya [langkah 2] adalah pengunduran SBY mengumumkan cawapresnya yang harusnya dilakukan pada 11 Mei kemarin, namun diundur hingga 15 Mei 2009. Ini merupakan salah trik SBY untuk menguji seraya mencegah niat partai pendukung koalisi SBY bergabung ke kubu Prabowo Subianto. Kalau diumumkan 11 Mei dapat menimbulkan ketidakpuasan mitra koalisi Demokrat yang namanya Cawapresnya tidak dipilih SBY. PKS, PKB, PAN, sama-sama mengajukan kader-kader terbaiknya untuk dipilih SBY. Jika pada 11 Mei wakilnya tidak terpilih, maka ada kesempatan Prabowo menjalin mitra terutama PAN dan PPP yang mendukung pencapresan Prabowo.

Jadi, gerakan koalisi PDIP yang merapat ke Demokrat tidak hanya agenda kekuasaan semata untuk PDIP, namun salah satu langkah strategis SBY membendung langkah JK dan langkah Prabowo. Disisi lain, tentu sebagian pendukung SBY akan kecewa karena menerima kubu Megawati (kemungkinan Boediono) yang selama ini berbeda haluan dan mengkritik kubu Mega sebagai “penjual aset negara”. Disisi lain, sebagian pendukung PDIP akan kecewa karena bu Mega akan masuk ke prabon dan hanya menebar janji politik. Jika Boediono terpilih sebagai Cawapres SBY yang mewakili kepentingan PDIP, maka bukan tidak mungkin PKS dan PAN akan berang. Dan harusnya PKS dan PAN harus jeli dan cekatan membaca perkembangan politik, namun disisi lain mereka tidak bisa berbuat apa-apa, cuman bisa “menyodorkan nama cawapres” seperti melalui amplop “rahasia”.

Namun yang mungkin menurut saya adalah koalisi Yoyo atau Gasing bisa terjadi, karena politik itu adalah mencari kekuasaan dan kepentingan abadi. Maaf, bukan mencari kawan abadi. Yang pasti para politisi akan beralasan dengan selalu menyebut atas nama rakyat “koalisi ini semata-mata untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara“. Kita tunggu, pengumuman cawapres SBY pada 15 Mei 2009? Akankah gasing dan yoyo berjalan bersama? Bagaimana pula posisi PKS dan PAN?

Salam Perubahan,12 Mei 2009, ech-nusantaraku
Read more »

SBY atau Mega : Capres Bermental Korup, Bodoh atau Penakut?


“Jika sebuah bangsa hanya memperhatikan harta, mengabaikan cita-cita, maka bangsa itu bukanlah bangsa yang besar. Bangsa yang besar adalah bangsa yang hidup dengan cita-cita, memelihara jiwa sekaligus raganya. Tetapi harta bukanlah yang utama. Sebab bukanlah harta yang memerdekakan bangsadan rakyat kita, melainkan jiwa, sekali lagi jiwa kita yang membaja, semangat kita yang membara yang membawa kita semua ke dalam kemerdekaan, maka Bangunlah Jiwa Rakyat Indonesia, Bangunlah Badannya untuk Indonesia Jaya”Petikan petuah Bung Karno kepada rakyat untuk bangkit berjuang dengan semangat penuh gagah berani melawan imperaliasme dan kolonialisme.

JAngan Sekali-kali MElupakan sejaRAH itulah yang dipesankan Bung Karno kepada rakyat Indonesia yang lebih dikenal sebagai “JAS MERAH”. Sejarah menunjukkan perjalanan bangsa. Baik atau buruk jejak sejarah merupakan bahan pembelajaran dan perenungan generasi saat ini dan mendatang. Kita memang harus mempelajari sejarah bangsa dengan baik, cermat dan benar. Tujuannya tidak lain tidak bukan mengenang jasa dan heroisme para pejuang sekaligus agar kita tidak jatuh pada lubang kesalahan yang sama.

***
Terjajahnya Kembali Indonesia Sejak 1967 hingga 20....??

Sejak 1967, Negara Indonesia kembali terjajah oleh kekuatan asing dibawah persetujuan “keprabuan” Soeharto [Soekarno digulingkan CIA: versi Indonesia, versi Inggris]. Indonesia masuk dalam perangkap penjajahan secara ekonomi maupun mental. Saat itulah, pemerintah melegalkan “isi kebun negara” dijarah oleh korporasi asing dibawah naungan IMF, World Bank, IGGI (CGI), ADB, Paris Club, dan USAID serta diintai CIA, Amrik-CS. Kemandirian ekonomi kita dijerat dengan lingkaran setan – utang asing. Lembaga-lembaga perusak negara ini mendapat sokongan dari para ekonom neo-liberalisme-kapitalisme Indonesia yang dikenal “Mafia Barkeley”. Keprabuan negeri ini membiarkan lembaga asing “memancing” dengan “umpan” beracun disertai “kail” mematikan.

Selama 32 tahun, kail-kail inilah yang menjerat institusi, policy dan pribadi-pribadi di negeri yang “Gemah Ripa Loh Jinawi“. Inilah sejarah yang diungkapkan oleh John Pilgers dalam dokumentasinya “New Rulers of The World“. Hal senada juga diungkapkan seorang EHM John Perkins, atau Naomi Klein dalam bukunya “The Shock Doctrine : The Rise of Disaster Capitalism“. Keprabuan orde baru dengan virus kebusukan lembaga dan korporasi asing akhirnya memuntahkan borok dan dalam tempo waktu singkat “menghancurkan” ekonomi, politik, keamanan negeri. Badai krisis menguncang tahun 1997-1998 di kawasan Asia, dan Indonesia dengan kekayaannya hancur berkeping-keping, ekonomi terguncang dan utang membengkak yang luar biasa. Indonesia yang seharusnya menjadi bangsa dan negara kuat dengan kekayaan alam dan manusianya setelah 1/2 abad merdeka, rupanya lebih rentah daripada Filipina atau Thailand yang tidak se-”Gemah Ripa Loh Jinawi“.

Datanglah gelombang reformasi berdarah yang hampir slip ke jurang revolusi jilid 2. Gerakan reformasi ini berhasil meruntuhkan “keprabuan” orde baru yang sarat KKN , dan menjadikan rakyat sebagai inlander dari tangan penguasa dan pengusaha. Reformasi merupakan ajang perubahan mendasar sistem dan kebijakan negara dalam semua aspek meliputi ekonomi, hukum, politik, kebijakan luar negeri, sosial dan pendidikan. Cukup disayangkan karena kejatuhan “prabu” orde baru tidak diikuti reformasi yang sesungguhnya. Memang ada niat dan etikad baik perubahan dari arsitek pesawat terbang ‘Habibie’ dalam masa-masa singkat pemerintahannya. Begitu juga penerusnya yakni Kiai yang berpikiran reformis, ‘Gus Dur’. Namun, umumnya langkah-langkah mereka masih “abu-abu”. Dan ketika mereka mengambil langkah putih, usaha mereka kandas dibawah hujan musuh-musuh politik dan kepentingan.

Dua “satrio” yang masing-masing menjabat tidak lebih dari 1.5 tahun relatif berhasil meninggalkan beberapa pijakan reformis agar penerusnya menjalankan pemerintah yang lebih baik. Namun, ‘nasib’ berbicara lain. Bukan kebijakan yang lebih baik untuk menjalankan amanah reformis, namun rupanya ’satrio’ selanjutnya seorang putri Proklamator (Megawati) membawa babak baru Indonesia masuk dalam era “penjajahan” jilid ke-3. Di masa beliaulah, Indonesia tampak begitu lemah dalam urusan tawar-menawar dengan pihak-pihak asing seperti IMF dan cs. Hal ini tampakam dalam berbagai kebijakan seperti bidang ekonomi dan hukum yang menyebabkan kerugian anggaran yang luar biasa terutama aset strategis maupun manajemen anggaran negara. Bahkan aksi yang tidak manusiawi ini tetapa dilakukan meskipun diprotes keras oleh Kwik Kian Gie (Kepala Bappenas), satu-satunya menteri yang menolak keras agenda-agenda yang dapat merugikan kepentingan bangsa dan negara. Tentu ini bukan kekeliruan Megawati sendirian, Menteri BUMN saat itu yakni Laksamana Sukardi bersama Menko Ekuin “Pak Profesor” berkontribusi besar terhadap kebijakan korupsi atau bodoh atau ketakutan pada asing dan pemilik modal.

***
Tidak bisa dipungkiri bahwa masa depan negara dan bangsa sekarang cenderung berada di titik nadir. Dengan berbagai alasan seperti krisis global dan kenaikan minyak dunia, jumlah masyarakat miskin secara absolut meningkat, jauh dari harapan, proyeksi dan janji RPJM 2005. Meskipun secara yuridis kita telah merdeka lebih 6 dekade, namun defacto-nya jumlah rakyat dalam kondisi “terpenjara” juga tidak kunjung berkurang. Sehingga fenomena pengangguran merebak di mana-mana, rakyat kecil harus mengurangi frekuensi makan menjadi 2 bahkan 1 kali per hari, busung lapar dan kurang gizi masih terdengar di negeri yang kaya ini, angka putus sekolah serta berbagai penyakit ringan yang merenggut nyawa karena si sakit tidak punya biaya berobat. Inilah konspirasi, kegagalan dan dosa terbesar IMF, Bank Dunia, ADB yang disungkem-sungkem oleh para penguasa yang berpaham neo-liberalisme dan kapitalisme. Para penguasa bermental “IMF” secara tidak langsung mendukung korporatokrasi menjadikan Indonesia sebagai negara miskin dengan buruh (baca : budak dan kacung) murah.

Bagaimana para buruh pabrik dapat bekerja dan berpikir optimal, jika asupan makanan saja harus di”discount” (sehari cuma makan sekali atau maksimum 2 kali) karena rendahnya gaji/penghasilan yang mereka terima. Bayi-bayi buruh miskin yang harusnya mendapat susu dan gizi yang cukup harus rela tumbuh dalam keadaan gizi yang keropos. Gizi yang kurang menyebabkan pertumbuhan otak menjadi mandeg dan akhirnya secara bertahap kemampuan pikir mereka menurun. Kecerdasan anak yang menurun mengakibatkan ilmu pengetahuan dan moral yang diajari disekolah sulit diserap. [source:4]

Dan pada akhirnya, anak-anak ini menjadi manusia yang tidak cerdas, tidak memiliki kemampuan memadai untuk survive dan berkompetisi. Ketika si anak (miskin) tumbuh dewasa dan harus memenuhi kebutuhan hidup, kembali si anak tidak dapat berkompetisi dengan baik karena sejak awal si anak tersebut secara sistematis telah “dirancang” tidak cerdas. Akhirnya pengangguran, buruh kasar, kacung atau budak -lah yang menjadi pilihan si anak bernasib sial yang tinggal di negeri yang kaya ini.

Pemerintah Indonesia memang aneh. Ketika buruh di negara Eropa mendapat hak yang memadai dari regulasi pemerintahnya, justru pemerintah Kabinet Indonesia Bersatu pada awalnya ngotot merevisi UU Tenaga Kerja dimana buruh dijadikan bak budak dengan gaji dan kesejahteraan yang ditekan. Padahal para buruh ini bekerja keras membesarkan perusahaan-perusahaan besar yang dimiliki konglomerat dan si kaya. Bayangkan saja, gaji yang diterima si buruh ini dalam setahun tidak lebih besar dari biaya acara semalam untuk pesta ulang tahun anak konglomerat perusahaan itu. Inilah ketimpangan yang sangat mencolok. Inilah akibat globalisasi yang salah arah dan salah diadopsi oleh sebagian petinggi negara ini bermental “korup/bodoh/penakut”. Menjadi pertanyaan apakah ketimpangan dan ketidakadilan ini hasil dari kebijakan tempo dulu atau pemerintah saat ini ikut berkontribusi? [source :4]

***
Pemerintahan Megawati dan SBY : Korupsi, Kebodohan atau Ketakutan-kah?

“…Payments on Third World debt require more than $375 billion a year, twenty times the amount of foreign aid that Third World countries receive. This system has been called a “Marshall Plan in reverse,” with the countries of the Global South subsidizing the wealthy North, even as half the world’s population lives on less than $2 a day.”Steven Hiatt : As Games As Old As Empire Page 19 [source:3]

“…Pembayaran dari negara-negara Dunia Ketiga (negara miskin dan berkembang) berjumlah sekitar US$ 375 milyar per tahun atau 20 kali lebih besar dari jumlah uang yang diterimanya (dari negara-negara kaya). Sistem ini juga disebut Marshall Plan yang terbalik, dengan negara-negara dunia Selatan memberikan subsidi kepada negara-negara kaya di belahan Utara dunia, walaupun separuh dari manusia di dunia hidup dengan US$ 2 per hari.”

Tulisan ini merupakan sekuel ke-2 dari Mungkinkah Ada Perubahan dari Capres Megawati atau SBY yang memberikan suatu opini bahwa jika SBY atau Mega kembali menjadi Presiden 2009-2014, sangat mungkin sekali bahwa kondisi Indonesia tidak akan berubah. Hal ini disebabkan kedua sosok ini “kecanduan” mental terhadap kapitalisme, neo-liberalisme dan lebih patuh pada asing/pemilik modak ketimbang memperhatikan rakyat. Dan khusus artikel ini saya akan bahas mengenai kebijakan ekonomi finansial terutama utang negara dalam BLBI dan khususnya “Penjualan 97% saham BCA kepada konsorsium Farallon, Djarum, dan lainnya dengan harga banting” di era pemerintahan Megawati SP. Anda akan menemukan kasus terbaik Marshall Plan di Indonesia yakni orang miskin mensubsidi orang kaya.

Sebelum membahas lebih lanjut, mari kita telaah apa yang menjadi masalah penjualan saham BCA dan apa yang semestinya dilakukan pemerintah saat ini.
Saya kutip sebagian dari tulisan pak Kwik Kian Gie sebagai berikut:

Pada akhir pemerintahan Megawati sebuah badan evaluasi independen di dalam tubuh IMF yang bernama Independent Evaluation Office mengakui bahwa IMF telah melakukan banyak kesalahan di Indonesia. Salah satu kesalahan yang paling mencolok ialah dengan ditutupnya 16 bank tanpa persiapan yang matang dengan akibat BLBI sebesar Rp 144 trilyun dari BI ditambah Obligasi Rekapitalisasi Perbankan (red:dari pemerintah) sebesar Rp 430 trilyun beserta kewajiban pembayaran bunganya dengan jumlah Rp 600 trilyun. Jadi total seluruh beban adalah Rp 144 trilyun BLBI + Rp 430 trilyun Obligasi Rekap (OR) + Rp 600 trilyun beban bunganya, atau keseluruhannya menjadi Rp 1.174 trilyun. Kalau kurs dollar AS kita ambil Rp 10.000 per dollar, jumlah ini ekuivalen dengan 117,4 milyar dollar AS.

OR adalah surat pengakuan utang oleh pemerintah yang dipakai untuk meningkatkan kecukupan modal dari bank-bank yang dirusak oleh para pemiliknya, tetapi sekarang menjadi milik pemerintah. Menjadinya milik pemerintah karena dalam keadaan darurat pemerintah harus menghentikan rush dengan BLBI. Karena BLBI yang dipakai oleh bank-bank swasta untuk menghentikan rush tidak mungkin dikembalikan, maka dana BLBI dikonversi menjadi modal ekuiti milik pemerintah. Sampai di sini OR merupakan injeksi dana oleh pemerintah kepada bank yang milik pemerintah, yang kejadiannya dalam keadaan darurat. Mestinya dan nalarnya, OR itu ditarik kembali sambil pulihnya bank-bank menjadi sehat kembali.

Tidak demikian yang dilakukan oleh pemerintah atas instruksi atau petunjuk IMF. Bank-bank milik pemerintah Indonesia yang di dalamnya ada surat tagihan kepada pemerintah (atau dirinya sendiri) dijual dengan harga murah kepada swasta, antaranya banyak swasta asing (red : seharusnya tidak boleh, dan dapat mengajukan banding pengadilan dan menolak putusan penjualan era Megawati). Contoh yang paling fenomenal tentang ketidak warasannya kebijakan pemerintah dalam bidang ini adalah penjualan BCA 97% dari BCA yang sudah milik pemerintah. Di dalamnya ada OR atau surat utang pemerintah sebesar Rp 60 trilyun. IMF memaksa menjualnya kepada swasta dengan harga yang ekuivalen dengan Rp 10 trilyun. Jadi BCA harus dijual dengan harga Rp 10 trilyun, dan yang memiliki BCA dengan harga itu serta merta mempunyai tagihan kepada pemerintah sebesar Rp 60 trilyun dalam bentuk OR yang dapat dijual kepada siapa saja, kapan saja dan di mana saja. (red:Jadi dalam transaksi tersebut, negara dirugikan 50 triliun)

Satu hari sebelum penandatanganan penjualan BCA kepada Farallon terjadi sidang kabinet terbatas tidak resmi selama tiga jam. Perdebatan sangat sengit. Sebelum tuntas, pada jam 18.00 Menko Dorodjatun menghentikan rapat, mengajak Meneg BUMN Laksamana Sukardi melapor kepada Presiden Megawati bahwa penandatanganan penjualan keesokan harinya dapat dilakukan. Dalam rapat tersebut hanya Kwik Kian Gie yang menentang sangat keras. Yang lainnya menyetujui (red : siapa saja peserta sidang kabinet terbatas yang dipimpin Mega? Apakah SBY, JK, Boediono tidak hadir dalam sidang itu atau hadir dan milih diam?)

Buat saya masih merupakan pertanyaan besar, apakah semua utang dalam negeri yang diciptakan oleh IMF beserta kroni-kroninya itu sebuah kesengajaan ataukah sebuah kebodohan? Besarnya utang dalam negeri yang diciptakan dalam hitungan minggu jumlahnya lebih besar dari utang luar negeri yang diakumulasi selama 32 tahun. Adapun utang luar negeri pemerintah, saldonya pada saat ini sekitar 80 milyar dollar AS, tetapi selama 32 tahun jumlah yang telah dibayarkan berjumlah sekitar 128 milyar dollar AS.

Catatan : Kwik Kian Gie pada masa itu menjabat sebagai Kepala Bappenas. Namun usahanya kandas seperti beliau utarakan di koraninternet dan saya rangkum di Biografi Kwik Kian Gie – Ekonom Tionghoa yang Nasionalis

***
Dari kasus penjualan 97% saham BCA, jelas pemerintah Megawati keliru. Jika bukan keliru, apakah (maaf) bodoh atau memang mental inlander karena mempercayai semua “ajaran sesat” IMF serta praktik kebijakan yang korup? Perlu saya tekankan disini bahwa pada awalnya, OR ini hanya sebagai instrumen. Bila Banknya sudah sehat, OR tersebut dapat ditarik kembali. Dan sejak 1999, tiap tahun negara menggangarkan 7 triliun untuk menbayar bunga OR BCA tersebut. Namun, ketika sudah sehat dan bebas dari kredit macet (tahun 2002), atas desakan ‘ghost” IMF, bank-bank rekap itu harus dijual bersama obligasi bernilai puluhan triliun dengan harga cuma 10 triliun. Artinya dengan 10 triliun, konsorsium Farallon (AS), Djarum dan beberapa buyer saham BCA, mereka berhasil memperoleh bank swasta terbesar di Indonesia (15 juta nasabah, 700-an cabang, 1800 ATM), ditambah OR senilai Rp 58 triliun. Pemikiran seperti apakah para pemimpin era Megawati saat itu?

Dan akibat kebodohan tersebut, sejak 2003 hingga 2009 ini, baik pemerintah Mega maupun SBY dengan begitu (maaf) “bodoh” membayar utang obligasi rekap beserta bunganya dari anggaran rakyat. Bukan hanya BCA saja, hal bodoh/korup/ketakutan pun terjadi pada Bank Danamon, Bank Permata dan bank-bank yang sakit di era krismon yang jika ditotalkan semuanya mencapai 1174 triliun. Dengan cara itu, tanpa disadari pemerintah Megawati telah menyulap utang milik swasta menjadi utang publik tidak kurang 600 triliun. Diubahnya utang swasta menjadi utang publik besar membawa konsekuensi yang besar. Jadi, setelah menggelontorkan dana segar Rp 144 triliun dan bersusah payah dengan uang rakyat membenahi puluhan bank sakit, pemerintah bukannya menuai hasil dan pujian, tapi malah mendapat tambahan utang ajaib Rp 430 triliun dan bunganya Rp 600 T. Hebatnya lagi obligasi rekap segede gunung itu berbunga pula sekitar 12.5%.

[Untuk kasus BCA] Padahal dengan obligasi sebesar 58 triliun saja, yang menjanjikan penerimaan bunga Rp 7 triliun/tahun, maka dapat dipastikan dalam 2 tahun Farallon sudah balik modal dan melaba Rp 4 triliun (disertai surat berharga OR 58 triliun). Itulah “subsidi” yang harus dikeluarkan pemerintah buat konsorsium Farallon-Djarum yang sudah mau membeli BCA dengan harga obral….. Bahkan seandainya BCA tidak ikut dijual (aset seperti nasabah, cabang dan ATM BCA tidak dijual). Artinya pemerintah cuma menerbitkan obligasi atau SUN senilai Rp 58 triliun dengan bunga tetap 12,5% setahun, lalu menjualnya (hanya OR) seharga Rp 10 triliun, itu pun sudah terlalu murah. Apalagi bila pembeli obligasi tersebut masih mendapat bonus bank swasta terbesar di Indonesia pula. Sementara mantan petinggi BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) mendapat posisi direktur atau komisaris di bank-bank OR yang telah diobral itu, getahnya terus membaluri rakyat dan pemerintah Indonesia. Soalnya sejak itu para pemilik baru bank rekap tersebut (BCA, Bank Danamon, Bank Permata, dan lain-lain) mesti disubsidi lewat APBN. Ishak Rafick : Catatan Hitam 5 Presiden Indonesia (halaman 38)

Selain utang rekap sebesar Rp 430 triliun dengan bunganya Rp 600 triliun, rakyat juga harus membayar utang luar negeri yang USD 137 triliun selama 32 tahun. Sebagian besar utang tersebut secara hati nurani, hukum maupun manusiawi tidak layak dibayar oleh negara apalagi dibayar dari uang yang dikumpul dari pajak rakyat. Warisan utang sebesar itu memang bukan kesalahan SBY. Tapi ingat, sebagai presiden yang dipilih langsung dari rakyat seharusnya SBY dapat memperjuangkan kepentingan rakyat apalagi dalam kampanye menjanjikan perubahan dan dalam 2009 mengatakan berjuang untuk rakyat? Rakyat mana pak? Rakyat Amerika? Rakyat yang memiliki saham-saham Bank Rekap? Rakyat yang memiliki modal besar?

Inilah borok pemerintah sebelumnya (Megawati) diwarisi bahkan dirawat dengan baik oleh presiden kita saat ini, SBY. Bukankah presiden SBY memiliki akal sehat untuk menyeleksi : mana utang yang perlu dilunasi, mana yang harus ditolak dan manapula yang dikurangi secara bertahap.Sejak tahun 2004 hingga 2009 ini, pemerintah SBY tampak tidak melakukan apa-apa terhadap penistaan hukum dan utang era Megawati yang seharusnya tidak boleh dibayar oleh uang rakyat/negara. Parahnya lagi, untuk mensubsidi orang kaya (pemilik saham bank-bank rekap), pemerintah SBY menarik utang luar negeri serta meningkatkan utang dalam negeri. Dan tercatat, selama pemerintah SBY, jumlah utang negara meroket drastis dari 1275 triliun menjadi 1667 triliun.


Dengan sistem kebijakan pemerintah SBY saat ini, rakyat Indonesia dipaksa menanggung beban utang para bankir yang sudah kaya lewat beragam penyunatan subsidi seperti pendidikan (BHP) dan kesehatan. Pada saat yang sama, rakyat yang tidak ikut melakukan kesalahan dan tidak pernah menikmati utang, harus membayar minyak/BBM, listrik dan air yang mahal, agar negara bisa membayar utang (baca: subsidi kepada pengusaha kaya dan asing).

Begitu juga utang luar negeri. Ketika Bank Dunia mengakui bahwa setiap tahun 30% utang luar negeri Indonesia bocor alias dikorup atau tidak digunakan untuk membangun, sudah seharusnya pemerintah mengirim utusan terhandal dalam kabinet menuntut penghapusan 30% utang luar negeri yang sama sekali fiktif, manipulatif, bahkan utang najis. Tapi, pemerintah SBY tampaknya takut bertarung di forum-forum IMF, World Bank, Pairs Club, ADB, USAID, Japan. Apakah tidak ada orang Indonesia secerdas elit Nigeria atau Argentina yang berhasil menakluklan IMF dan Bank Dunia? Sekali lagi, bukan tidak ada orang Indonesia yang cerdas, namun tampaknya hal ini dikarenakan mental pemimpin negeri lempeng terhadap kekuatan asing tapi sangat keji terhadap rakyat kecil (mengapa harus mengorbankan rakyat??). Baik 30% utang luar negeri maupun utang domestik 430 triliun + bunganya sekitar 600 triliun merupakan utang busuk/najis yang perlu diperjuangkan pemimpin negeri ini untuk dihapuskan dari daftar utang negara. Segala bentuk utang najis dan busuk harus dihapuskan dari utang rakyat Indonesia. Karena toh…pemerintah sebenarnya tidak pernah berutang pada bank-bank domestik yang telah berpindah tangan ke asing itu, tak pernah pula ada dananya, apalagi mengambil manfaatnya.

Tapi fakta berbicara lain. SBY tega membayar utang najis tersebut tanpa melakukan upaya hukum sedikitpun untuk membatalkan utang najis tersebut. Bahkan, kebijakan privatisasi dengan utang segempok masih dilakukan di tahun 2009 yakni melalui UU 41 tahun 2008 tentang APBN 2009 [source:5] sebagai berikut :

Dengan tetap men’dewa’kan saran kepentingan lembaga asing, maka pemerintah berencana melakukan privatisasi BUMN sebesar Rp 500 miliar dengan alibi-alibi neo-liberalisme.

Demi men’subsidi’ pengusaha asing dan lokal pada berbagai sektor, pemerintah tega menerbitkan surat berharga negara dengan netto Rp 54.7 triliun. (Total surat berharga dikurangi cicilan bunga surat berharga dan pay back)

Menambah utang negara sekecil-kecilnya Rp 52,1 triliun dengan rincian 26,4 triliun pinjaman program dan 25,7 triliun pinjaman proyek. Dan bisa dibayangkan, hanya berapa % uang cash yang dapat dirasakan oleh rakyat Indonesia.

Demi menjalankan amanat neo-liberalisme dan diplomasi buruk, negara harus membayar utang luar negeri Rp 61,6 triliun. Padahal rakyat sedang mengalami krisis global. Sekali lagi tidak ada niat pemerintah melakukan diplomasi seperti dilakukan negara Afrika yakni Nigeria atau Amerika Latin yakni Argentina.

Berdasarkan rencana pemerintah dalam APBN 2008 (UU 45 tahun 2007), atas saran IMF, World Bank dan sejumlah kepentingan asing, Pemerintah SBY menargetkan privatisasi sebesar Rp 1,5 triliun, utang dalam negeri netto (utang-bunga) sebesar Rp 91.5 triliun, utang luar negeri 42.9 triliun serta pembayaran bunga dan cicilan utang luar negeri sebesar Rp 59,6 triliun. Dan selama 4.5 tahun menjabat, pemerintahan SBY “berhasil” menambah utang Indonesia dari 1275 triliun menjadi 1667 triliun. Prestasi yang cukup “bagus” dalam berutang.

Jika Presiden Reformis dan Pro Rakyat untuk Bangsa dan Negara

Presiden RI adalah orang yang dipilih sekaligus memegang amanah untuk menjalankan pemerintahan yang membela kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Jika terjadi ketidakadilan, maka pemimpinlah yang berdiri di depan dan mengajak seraya memimpin segenap rakyat untuk melawan ketidakadilan, kejahatan, ketidakbenaran. Inilah presiden reformis yang kita butuhkan saat ini, presiden yang berani mengambil kebijakan yang benar, bukan mendukung kebijakan “ghost”, kebijakan yang menginjak-injak harkat martabat dan kebenaran.

Pemimpin reformis tidak takut citranya buruk di mata Amerika Serikat, IMF, World Bank, Paris Club, CGI, WTO selama ia tetap membela kebenaran dan mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia yang mayoritas miskin dan berpendidikan rendah. Jika saja pemimpin saat ini bermental reformis dan pro-rakyat, maka salah satu kasus yang saya ungkapkan tidak perlu saya uraikan sepanjang ini, tidak perlu saya kritisi se’pedas’ ini, dan tentunya saya apresiasi dan contohi gaya kepemimpinannya. Karena semestinya rakyat meniru gaya kepemimpinan presiden kita. Tapi, maaf…mental penakut/koruptif/bodoh dari seorang pemimpin tidak pantas untuk kita tiru, tidak layak untuk kita sanjung, tidak rasional untuk kita dukung dan lanjutkan.

Jika pemimpin lebih menjaga “muka” didepan asing, maka kondisi Indonesia saat ini maupun masa depan sudah dapat dipastikan memburuk. Dan selama 4.5 tahun pemerintahan SBY, beliau membiarkan kebodohan dan ketidakadilan tersebut berjalan. Inilah paradigma dan sistem pemerintah yang sama sekali tidak melakukan perubahan berarti, dan dashyatnya lagi masyarakat banyak tidak mengetahuinya dan bahkan dengan (maaf) membabi buta mendukung ketidakadilan dan kebodohan tersebut.

Buat pemerintah membiarkan kebodohan dan ketidakadilan tersebut berjalan, tentunya jauh lebih ringan dan aman. Kabinet Indonesia Bersatu, sebagaimana kabinet-kabinet sebelumnya, tinggal mengalokasikan “upeti” seratus triliun lebih rupiah untuk membayar cicilan utang luar negeri, plus bunganya, serta utang dalam negeri hasil sulapan IMF dan bunganya. Tahun 2004, misalnya, Kabinet Gotong-Royong Mega-Hamzah telah membayar utang pokok dan bunga utang dalam negeri dan luar negeri sebesar Rp 139,4 triliun. Kabinet Indonesia Bersatu SBY-JK, yang kala itu baru terbentuk, telah membayar Rp 126,3 triliun pada 1005; cicilan utang pokok Rp 61.6 triliun dan bunga Rp 64,7 triliun….Ishak Rafick : Catatan Hitam 5 Presiden Indonesia (halaman 43)

***
5 tahun lagi Indonesia harus Sengsara
Dari salah satu uraian mengenai mekanisme kebijakan ekonomi dan anggaran oleh pemerintahan Megawati dan SBY, mari seluruh elemen masyarakat bangkit dan sadar. Sudah benarkah arah reformasi yang dibawah oleh para pemimpin negeri ini? Sampai kapankan kita harus membiarkan pemerintah dengan enteng membayar utang untuk men-”subsidi” para pemilik modal kaya agar semakin kaya, sementara rakyat kecil harus menggigit jari, mengencangkan pinggang dan harus membayar BBM dan listrik yang mahal?

Namun, saya cukup pesimis karena mayoritas masyarakat kita masih menginginkan kebodohan dan ketidakadilan seperti kebijakan ekonomi dilanjutkan dalam 5 tahun kedepan. Apalagi bursa pilpres 2009 hanya diisi tokoh-tokoh seperti SBY, Mega, Jusuf Kalla yang mana mereka terbukti menghasilkan kebijakan-kebijakan yang “aneh’ seperti saya contohkan di atas (saya tidak tahu, apakah kasus BCA itu merupakan kebijakan yang bodoh, koruptif, atau penakut, atau juga ketiga-tiganya?).

Seyogianya, masyarakat harus sadar bahwa kita sangat membutuhkan tokoh/pemimpin yang akan memperjuangkan secara hukum maupun diplomasi segala bentuk kekeliruan yang dilakukan oleh para pemimpin terdahulu di era 2001 hingga 2009 (Mega-Hamzah dan SBY-JK). Semestinya masyarakat yang terlalu men’dewa’kan dua sosok pemimpin 2001-2009 sebagai capres 2009-2014 harus berpikir dengan jiwa yang sehat dan jernih. Karena kedua sosok ini terbukti tidak memperjuangkan utang najis dan perombakan sistem ekonomi liberalis-kapitalis yang lebih baik. Mereka tidak mampu (atau mau) menyewa dan mencari lawyer unggul, diplomat handal yang mampu menundukkan bentuk ketidakadilan utang najis/busuk dan sistem ekonomi. Bukankah banyak pengacara kita yang mampu memenangkan persidangan terdakwa yang salah menjadi bebas dan benar? Masa’ cuma membela benar agar benar tidak bisa?

Mau tunggu berapa puluh tahun lagi sih agar Indonesia yang telah diinjak-injak oleh kekuatan asing dan kapitalis-korporasi bisa berdiri dengan kaki tegap? Dan lucunya…dan lucunya…dan lucunya….hampir semua politisi partai yang mengklaim “cerdas”, “bersih” atau “membela rakyat” malah mendekatkan barisan pada kedua sosok yang terbukti tidak memperjuangankan penghapusan utang najis/busuk sementara membiarkan masyarakat bertambah miskin ketika menaikkan 126% BBM pada tahun 2005.

Dan saya harus puas nan sedih bahwa selama 5 tahun kedepan mayoritas rakyat Indonesia harus rela menjadi budak atau kacung dari ketidakadilan ekonomi dan utang negara, karena rakyat akan memilih sosok-sosok lama sebagai presiden di negara yang kaya raya ini. Hal ini dapat dimaklumi karena mayoritas masyarakat kurang mengetahui informasi dan fakta fundamental mengenai ketidakadilan ekonomi bangsa ini. Dan tampaknya pada pilpres 20089 ini, rakyat Indonesia tidak mampu memilah pemimpin pemberani dan cerdas seperti pemimpin Nigeria, Argentina, Venezuela atau Brazil……..

Memang pilihan perubahan negeri ini ada ditangan rakyat. Perlukah kita mendukung Megawati kembali untuk jadi Capres 2009 dengan segala “keliru” (bahasa halus untuk bodoh/koruptif/ketakutan pada asing) pada masa pemerintahannya? Perlukah kita mendukung “Lanjutkan” pada SBY untuk jadi Capres 2009 dengan segala “keliru” juga? Apakah rakyat Indonesia tidak menggunakan nalar untuk berpikir lebih panjang dan membiarakan pemerintah mensubsidi orang kaya (dengan membayar utang najis/busuk) dari uang pajak dari mayoritas rakyat miskin? Atau, nurani rakyat kita telah hilang? Atau Indonesia terus berputar dan terjebak “the dark age”?

Bangkitlah jiwa bangsaku. Bangkitlah dari kebodohan dan ketidakadilan. Bukan dengan ampas harta negara (BLT) yang kita terima lalu kita memilih. Yang lebih kita butuhkan adalah pencerahan jiwa atas semua kebenaran dan keadilan. Sekali jiwa kita bangkit dengan keadilan dan kebenaran, semangat kita yang membara yang membawa kita semua ke dalam kemerdekaan; kemerdekaan dari kemiskinan, kebodohan dan ketidakadilan. Maka Bangunlah Jiwa Rakyat Indonesia, Bangunlah Badannya untuk Indonesia Jaya.

Harapan

Dari tulisan ini saya harapkan ada elit parpol atau anggota dewan yang terpilih 2009-2014 mau membisikkan perubahan pada capres-capres ini. Dan karena kemungkinan besar pemenang pilpres adalah Pak SBY, maka saya harapkan terutama elit partai Demokrat untuk mau berubah paradigma serta mengabdi negeri ini tulus minimal mengusahakan upaya hukum dan diplomasi mengenai utang najis/busuk baik dalam negeri maupun asing. Begitu juga elit-elit partai lain di Senayan, saya hanya titipkan untuk menegakkan kembali martabat bangsa dengan berani mengatakan TIDAK pada utang najis. Tolak persetujuan anggaran puluhan triliun untuk mensubsidi orang kaya dengan membayar utang najis dan luar negeri yang korup. Tentu hal ini membutuhkan daya pikir, usaha dan kerja keras. Dan memang itu semestinya tugas anda di Senayan.

Bandung, 17 April 2009

Referensi:
  1. Kwik Kian Gie : Proses Terjajahnya Kembali Indonesia Sejak Bulan November 1967 (Artikel 4) [80 KB
  2. Ishak Rafick : Catatan Hitam 5 Presiden Indonesia – Sebuah Investigasi 1997-2007… [1.9 MB]
  3. Steven Hiatt : As Games As Old As Empire [1.3 MB]
  4. John Pilgers -The New Rulers of The World [video][5] UU APBN 2005 – 2009+ Naomi Klein : The Shock Doctrine – The Rise of Disaster Capitalism [8.1 MB]+ John Perkins : Confession of Economic Hit Man [1.4 MB]+John Perkins : The Secret History of The American Empire [980 KB]

Jika Anda kesulitan memperoleh buku-buku referensi diatas dan benar-benar ingin mengetahuinya, saya akan coba fasilitasi dengan memberikan ebooknya untuk kepentingan yang benar-benar pribadi.

Read more »

 

KABAR DPRa Cibugel

KIPRAH KEWANITAAN

KOLOM

Selamat datang di Situs Partai Keadilan Sejahtera - DPRa Cibugel , AYO BEKERJA UNTUK NEGRI.