Jakarta - Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sedang menjajaki koalisi untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) Juli mendatang.
Koalisi ini diperkirakan bakal sulit terjadi karena kedua partai sama-sama ngotot mengajukan calon presiden."Golkar dan PDIP akan sulit bergabung sebab masing-masing sudah diputus (capres) pada rakernas," jelas pengamat politik dari Universitas Indonesia Zulfikar Ghazali ketika dihubungi detikcom, Kamis (24/4/2009).
Zulfikar menilai di antara kedua partai tersebut, diprediksi tidak ada yang mau mengalah untuk duduk sebagai calon wakil presiden (cawapres). Dari sisi PDIP, partai berlambang banteng moncong putih itu sudah punya dukungan kekuatan mengusung capres dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Capres yang diusung PDIP Megawati Soekarnoputri akan berduet dengan Prabowo Subianto atau Wiranto. Jika sulit terjadi koalisi, kemungkinan Golkar akan merangkul Partai Persatuan Pembangunan (PPP) partner menuju pilpres.
Alasannya sederhana, karena Golkar dan PPP merupakan kawan lama serta komunikasi di antara keduanya sudah dibangun sebelum pemilu berlangsung. Sedangkan untuk kekuatan Partai Demokrat dan capres yang diusungnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sendiri, diperkirakan akan menggandeng Hidayat Nur Wahid yang akan diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai cawapresnya. Hal ini karena PKS menyatakan tidak akan berkoalisi dengan Golkar. Sedangkan dengan PDIP sejak jauh hari PKS menyatakan tidak akan berkoalisi."SBY dengan Hidayat akan memberikan keuntungan sendiri, karena dia (SBY) sudah pasti didukung PAN (Partai Amanat Nasional)," jelas dia.
Kendati PAN akan berusaha ditarik Golkar, namun tarikan Golkar ini dinilai tak mempan, karena Ketua Majelis Pertimbangan PAN Amien Rais sudah meminta PAN untuk mendukung SBY. "Jadi akan ada 3 pasang calon presiden dan calon wakil presiden," ujarnya.( nwk / nwk )
Didit Tri Kertapati - detikPemilu