Salah satu nilai di dalam dunia modern dewasa ini yang sering menyesatkan seorang muslim ialah anggapan bahwa suatu kebaikan ditentukan oleh ramai atau sedikitnya orang yang mendukung nilai tersebut. Jika nilai tersebut sudah populer di tengah masyarakat, maka orang mengatakan bahwa nilai tersebut bersifat positif. Nilai tersebut akan didukung dan disebarluaskan.
Akibatnya semakin cepatlah tersebarnya nilai-nilai kemungkaran di tengah masyarakat sebagaimana juga semakin cepat tersebarnya nila-nilai ma’ruf. Masalahnya ialah dewasa ini nilai-nilai kemungkaran jauh lebih mudah ditemukan daripada nilai-nilai ma’ruf. Artinya, banyak sekali nilai-nilai mungkar menurut Islam yang sudah menyebar di tengah masyarakat. Sebaliknya, sedikit sekali nilai-nilai ma’ruf menurut Islam yang sudah difahami dan diterima masyarakat.
Misalnya, soal hubungan antara pria-wanita bukan muhrim. Di tengah masyarakat telah umum diterima bahwa tidak ada masalah jika dua orang pria-wanita bukan muhrim bepergian berduaan alias berpacaran. Karena hal ini telah dianggap biasa, akhirnya banyak orangtua muslim yang memandang biasa jika anak gadisnya bepergian berduaan dengan lelaki bukan muhrimnya. Yang penting jangan sampai berzina. Berzinapun diartikan sebagai melakukan hubungan sebadan layaknya suami-istri. Jika berpacaran itu baru ”sebatas” berpegangan tangan, maka tidak mengapa. Bahkan jika sampai berciuman dan berpelukanpun tidak mengapa. Asal yang penting jangan sampai bersetubuh. Bahkan belakangan ini nilainya menjadi lebih liberal. Baiklah, jika memang harus terjadi juga hubungan sebadan, yang penting jangan sampai hamil di luar pernikahan. Sehingga sebagian orangtua muslim modern mulai menasihati anak gadis mereka bila pergi berduaan dengan pemuda non-muhrim: ”Anakku, jaga diri dan jangan lupa membawa alat kontrasepsi ya.”
Bahkan dianggap aneh bila ada pemuda ingin menikah dengan pemudi tanpa melewati proses berpacaraan. Mereka berdua akan dianggap nekat karena belum cukup saling mengenal satu sama lain. Padahal begitu banyak lelaki yang telah gonta-ganti pacar dan telah begitu jauh saling ”berkenalan” namun tidak kunjung meningkat ke jenjang pernikahan. Alasannya karena ”belum cukup saling mengenal satu sama lain” atau ”ternyata tidak cocok satu sama lain” sehingga putuslah hubungan antara keduanya. Akibatnya, nilai Islam yang memiliki semangat ”menyegerakan dan memudahkan pernikahan” tidak mendapat dukungan sebagaimana mestinya. Sementara nilai jahiliah yang memiliki semangat ”berpacaran alias berzina” justru dilestarikan dan ditumbuh-suburkan...!!!
Contoh lain ialah apa yang terjadi pada dunia politik. Sedemikian bersemangatnya para politisi Muslim ingin memenangkan permainan demokrasi, sehingga daya kritis mereka terhadap sistem dan mekanisme demokrasi liberal-barat menjadi tumpul. Mereka hanya ikut begitu saja dengan arus permainan yang banyak berlaku di tengah masyarakat. Bila para politisi sekuler mengkampanyekan dirinya tanpa rasa malu dan sikap rendah hati, maka para politisi muslim-pun berkampanye sama dan sebangun dengan cara para politisi sekuler tersebut. Bermunculanlah gambar wajah-wajah di tiang listrik dan pohon-pohon yang dihiasi dengan aneka sanjungan dan pujian terhadap diri sendiri. Jujur-amanah-berani. Siap memperjuangkan aspirasi rakyat. Bersih-peduli-profesional.
Saudaraku, di dalam Islam tidak dikenal adanya kebiasaan memuji diri sendiri. Bahkan seorang sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq langsung berlindung kepada Allah ketika ada orang-orang menyanjungnya.
اللََّهُمَّ اغْفِرْلِي مِمَّا يَقُولُون وَ اجْعَلْنِي خَيرًا مِمَّا يَظُنُّون
“Ya Allah, aku mohon ampun (kepadaMu) atas ucapan (sanjungan) mereka dan jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka sangka.”
Jadi, jangankan seorang muslim memuji dirinya sendiri. Sedangkan jika orang lain memuji dirinya saja sepatutnya ia langsung memohon ampun kepada Allah, sebab orang-orang beriman hanya pantas memuji Allah semata. Segenap kemuliaan, puja dan puji, keagungan dan kebesaran hanyalah milik Allah. Semua manusia pada hakikatnya hanya memperoleh ni’mat dari Allah. Mereka hanya bisa berhasil jika Allah izinkan untuk berhasil. Maka alangkah naifnya bilamana kehidupan perpolitikan suatu masyarakat diwarnai oleh pemberian pujian setiap orang terhadap diri atau kelompoknya sendiri.
Saudaraku, marilah kita senantiasa hidup hanya dan hanya untuk mengejar keridhaan Allah. Jangan hendaknya banyaknya suara dan dukungan menjadi tolok ukur tunggal dalam meraih keberhasilan dalam hidup dan kehidupan di dunia fana ini. Sebab belum tentu yang ramai pendukungnya pasti diridhai Allah. Demikian pula sebaliknya, belum tentu yang sedikit pendukungnya berarti jauh dari rahmat dan ridha Allah. Apalagi ketika kita sadar bahwa zaman yang sedang kita jalani dewasa ini merupkan zaman penuh fitnah dimana kebanyakan perkara ma’ruf menurut Islam dipandang kuno, jadul dan ketinggalan zaman. Sedangkan banyak kemungkaran menurut Islam justru diartikan sebagai indikasi modernitas, kemajuan dan keluasan wawasan berfikir.
Betapa benarnya firman Allah di dalam Al-Qur’an ketika dikatakan:
قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ
فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." (QS Al-Maidah ayat 100)
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
”Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al-An’aam ayat 116-117)
Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa menghalalkan apa yang Engkau halalkan dan mengharamkan apa yang Engkau haramkan. Ya Allah, janganlah Engkau masukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang lebih mengutamakan ridha manusia daripada ridha Engkau. Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam kelompok yang sedikit asalkan dalam ridhaMu daripada masuk ke dalam kelompok yang ramai namun jauh dari rahmat dan ridhaMu.... Amin ya Rabb...