INILAH.COM, Jakarta – Siapakah calon wakil presiden untuk SBY?
Pasca putus hubungan dengan Partai Golkar, sulit bagi SBY merebut orang di mainstream Partai Beringin.
Hidayat Nur Wahid?
PKS boleh berharap. Tapi, resistensinya tinggi. Pecahnya rencana koalisi Golkar dan Demokrat memang membuat peta koalisi menjelang Pemilihan Presiden 2009 berubah drastis. Partai Golkar kini berhadapan dengan dua pilihan yang lebih realistis: maju membentuk blok sendiri, atau bergabung dengan blok Teuku Umar.
Kembali ke Demokrat, sebagaimana usulan sejumlah tokohnya, hanya seperti menjilat ludah sendiri. Perpecahan itu juga membuat teka-teki siapa cawapres SBY kian sempit. Tapi, teka-teki tetap teka-teki. SBY tetap menyodorkan tanda tanya, tak hendak menerangkan, apalagi memperjelas, siapa yang bakal mendampinginya. Sejauh ini dua nama di luar mainstream DPP Partai Golkar disebut-sebut. Keduanya Akbar Tandjung dan Siswono Yudhohusodo.
Persoalannya, dari rapat pimpinan nasional khusus (rapimnassus) Golkar yang kini sedang berlangsung, dukungan untuk ini sangat tipis. Peserta rapimnassus bahkan lebih dominan mendukung perisahan dengan Demokrat.
Lalu?
Hatta Rajasa?
Suara PAN juga tak terlalu signifikan dalam mendukung koalisi di parlemen.
Sri Mulyani Indrawati?
Resistensinya juga tinggi karena dia bukan orang partai. Itu hanya bisa terjadi jika parpol-parpol yang bergabung dengan koalisi Demokrat, rela posisi RI-2 diambil orang nonpartai. Pilihan lainnya adalah Hidayat Nur Wahid, Ketua MPR yang juga mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
PKS memang parpol yang sudah menyatakan itikad berkoalisi degan Demokrat dan SBY, bahkan sebelum Pemilu berlangsung. Mereka pula yang pernah menyodorkan nama Hidayat sebagai pendamping SBY sebelum Pemilu berlangsung. Hasil exit poll LP3ES yang dilakukan saat Pemilu lalu pun menempatkan duet SBY-HNW sebagai yang paling favorit. SBY-HNW bahkan lebih unggul dibandingkan SBY-JK saat itu. SBY-HNW saat itu meraih suara 20,8%, mengungguli SBY-JK 16,3%, apalagi SBY-Akbar yang hanya 5,4%.“ Popularitas Hidayat menggeser Jusuf Kalla sebagai cawapres yang difavoritkan berpasangan dengan SBY,” kata Suhardi Suryadi, Direktur LP3ES, pekan lalu.
Jadi, Hidayat?
Belum tentu juga. Pagi-pagi, mulai banyak orang Demokrat yang mulai ‘gerah’ dengan kemungkinan duet SBY-HNW. Achmad Mubarok, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat mengaku dirinya menerima banyak pesan pendek (SMS) yang menolak Hidayat. “Terutama dari kalangan NU dan Muhammadiyah,” kata tokoh yang pernah memicu kontroversi itu. Dia bahkan menyebutkan pula, Hidayat belum teruji sebagai kandidat pendamping untuk SBY.
Mubarok meragukan kemampuan Hidayat karena belum pernah memegang birokrasi. “Dia dosen, dai yang baik, gaya berpolitiknya dakwah, tapi belum teruji,” katanya, Kamis (23/4). Dia bahkan menilai, apa yang dilakukan PKS dengan menyatakan Hidayat berpeluang jadi pendamping SBY hanyalah sebagai manuver politik PKS semata. Dalam pandangan peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanudin Muhtadi, salah satu yang mengganjal duet SBY-HNW adalah asal parpol Hidayat: PKS. Dia mengkhawatirkan para pemilih Demokrat akan lari jika SBY memilih Hidayat. Pasalnya, dalam pandangan mereka, Hidayat adalah figur yang berasal dari parpol yang dipandang memiliki aliran konservatif Muslim.“Hidayat akan jadi bumerang, akan mengurangi basis massa SBY. Pemilih non-Muslim akan keluar, termasuk pemilih Muslim sekuler,” katanya memperhitungkan.
Tetapi, Burhanudin pun tak menutup mata atas sisi keunggulan Hidayat. Anggota Majelis Syura PKS ini lebih dikenal publik. Kecuali itu, dia memiliki jejak rekam yang bersih, utamanya soal korupsi.
Keunggulan lainnya?
Sementara ada kemungkinan pemilih non-Muslim ataupun Muslim sekuler Demokrat lari, hal tersebut masih bisa menutup dari pemilih PKS yang cenderung fanatik. Lihatlah hasil exit poll LP3ES, SBY-HNW akan dipilih oleh 39,4% pemilih Demokrat dan 51,5% pemilih PKS. [I4]