Proses pemungutan suara pemilu 2009 telah usai dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia yang terdaftar dalam DPT dan mendapat surat undangan di tiap - tiap TPS di seluruh Indonesia, kecuali bagi mereka yang Golput maupun tidak terdaftar alias golput yang dipaksa.
Proses pemungutan yang kami amati dilapangan yang kebetulan kami sebagai koordinator desa Cibugel bersama Mas Eko Suharyanto di wilayah DPC PKS Cisoka , sangat jauh dari harapan sempurnanya sistem pemilu di Indonesia yang sebenarnya sudah berulang - ulang tapi tidak menunjukkan perbaikan tapi malah menunjukkan kekurangan/kelemahan dalam sistem yang disertai ketidakpahaman dari KPPS maupun saksi di TPS. Terbukti saat pemungutan suara ditutup dan masuk ke proses penghitungan suara ternyata banyak dari KPPS yang tidak paham dengan proses penghitungan suara.
Ada beberapa kasus yang kami dapati ketika penghitungan suara di TPS III di kampung Nagrek yang kebetulan di saksikan oleh saksi PKS yang bernama Aziz, awalnya KPPS tidak paham bagaimana menghitung suara apabila "tanda gambar partai" dan "nama caleg " di contreng dua - duanya . Dari ketidak pahaman tersebut disaksikan oleh Caleg DPRD Kabupaten Tangerang dari partai Pelopor yang kebetulan memang warga asli Cibugel bernama Nurdin ZA, dan diapun menyuruh untuk menghitung 2 suara , jadi untuk partainya di hitung dan calegnya juga di hitung. Hal tersebut di protes oleh saksi dari PKS yang akhirnya sampai memanggil panwaslu dan akhirnya bahwa untuk gambar parpol dan caleg yang dicontreng tetap hanya di hitung 1 suara.
Hal tersebut terjadi lagi di TPS 2 di kampung Cibuluh yang ketua KPPS nya adalah Guru Musri dan saksi PKS adalah Harsono dari Blok C Perum Griya Permata Cisoka, saat kami tiba di TPS tersebut telah berlangsung penghitungan kotak suara yang ke 2 , dan waktu kami saksikan juga terjadi hal sama di TPS 3 bahwa gambar parpol di contreng dan nama caleg dicontreng dalam 1 kertas suara di hitung 2 , akhirnya kami mencoba memberi tahu KPPS dari pada nanti disuruh menghitung kembali di PPK atau bahkan malah menjadi masalah pidana karena dianggap menggelembungkan suara maka kami memberi pemahaman bahwa setiap 1 kertas suara hanya memiliki 1 suara pula, tidak mungkin punya 2 suara atau lebih sekalipun di contreng lebih dari satu. Bahkan malah tidak ada suaranya kalau ternyata yang dicontreng semua nama caleg atau semua gambar parpol.
Dan dari anggota KPPS mengatakan , bahwa awalnya memang dia kurang paham dan kebetulan tadi oleh Nurdin ZA Caleg dari partai Pelopor untuk Dapil I yang juga mantan kades Cibugel memberitahu demikian kalau gambar parpol di contreng dan nama caleg di contreng maka di hitung 2.
Tapi setelah kami beri pemahaman merekapun paham dan mengucapkan terima kasih. Dan mereka mengatakan kalau seandainya mereka dipersalahkan katanya mereka mau nuntut karena tidak pernah disosialisasi tentang pencontrengan dan penghitungan suara oleh PPK.
Dan di Cibugel khususnya sepertinya ada kecurangan secara sistematis, karena di TPS 2 juga sempat ada beberapa anak - anak di bawah umur dari Pesantren An Nurullah pimpinan KH. Budi Setiawan juga mendapat surat undangan nyontreng , untung kami mengetahui dan langsung kami perintahkan ke saksi PKS untuk menanyakan apakah sudah punya KTP dan ternyata dia belum punya KTP padahal saat kejadian tersebut ada lurah Cibugel Haerul Saleh yang sekaligus adik Caleg Nurdin ZA.
Kalau ini bukan indikasi kecurangan pasti sudah dihentikan atau paling tidak diingatkan bagaimanapun beliau sebagai Kepala Desa yang mestinya paham akan hal itu apalagi pada pemilu maupun pilkada yang lalu beliau selalu menjadi PPS, tidak mungkin beliau tidak paham akan hal itu.
Hal seperti ini yang harus diwaspadai.
Dan yang perlu di garis bawahi bahwa sistem pemilu 2009 yang multi partai dan multi caleg sangat menyita waktu, bayangkan penghitungan suara di mulai jam 12 siang baru selesai jam 4 pagi itupun dengan penyajian data yang acak - acakan. Anggota KPPS sudah kepayahan dan saksi juga sangat kecapekan hal ini dapat mengundang berbagai kecurangan. Apalagi setelah kami entry data formulir C1 dari para saksi ternyata banyak , bahkan hampir semua tidak cocok dan selisih . Akurasinya jauh dari kebenaran sehingga peran saksi di sini sangat lemah.
Bagaimana tidak , tatkala nanti kita akan verifikasi data dengan PPK dan kebetulan data antara KPPS dan saksi berbeda bagaimana kita bisa berargumen sementara form C1 juga banyak yang tidak ditanda tangani oleh saksi maupun KPPS.
Masalah DPT juga semakin banyak menambah kekisruhan ini, yang mengakibatkan banyak orang dirugikan. Semoga di waktu yang akan datang sistem lebih baik dan sempurna dan jangan terkesan dipaksakan, sangat disayangkan dengan biaya trilyunan rupiah tapi hasil pemilu tidak maksimal dan banyak merugikan orang.
Dan untuk PKS masalah saksi harus diperkuatalagi karena saksi adalah peran vital dalam setiap tahapan penghitungan suara dan rekapitulasinya.
Sumarno
Kordes Cibugel